Tidakkah kamu ingin kembali padaku?
Aku rindu, sangat rindu.
Rindu tawamu saat bersama, angan yang sempat kita langit kan berdua.Apa kabar kenangan?
Sempat kah terlintas dalam benakmu,
Untuk mengulang kembali kasih yang sempat kita rajut bersama?Senyum manis terukir di bibirku,
Saat diriku mengingat takdir yang pernah kita lalui kala itu.Terima kasih,
Untuk kamu yang sempat singgah dalam hidupku, mengukir sejarah singkat yang bisa kita kenang di hari esok.Happy reading gais🧡🌷
______________________
"Reyna Nazilia."
Nana menoleh kebelakang, lalu tersenyum tipis. "Iya Bu ?"
Bu Jamilah, wali kelas Nana saat dirinya berada di kelas sebelas. "Tolong kau antarkan buku paket ini ke ruang guru ya."
Bu Jamilah menyerahkan beberapa buku paket, yang di terima Nana dengan senang hati.
"Cepat kau antarkan buku-buku itu lalu masuklah ke kelas, jangan bolos-bolos pula kau!"
Nana mengangguk sebagai jawaban. Dan setelah mendapat jawaban, Bu Jamilah pun pergi meninggalkan Nana terdiam sendirian di sana.
Nana menghembuskan nafas pelan, dan mulai berjalan ke arah ruang guru di lantai satu.
Dirinya menunduk guna membaca sedikit kata-kata yang ada di halaman pertama buku paket tersebut.
Brak!
"Innalilahi."
Nana terdiam memperhatikan buku-bukunya yang berjatuhan, karena ditabrak oleh seseorang.
"Jalan pake mata!" Nana menatap nyalang orang yang baru saja menabraknya.
"Jalan pakai kaki Mbak, bukan pakai mata," jawab orang tersebut.
Membuat Nana semakin emosi. "Ngeliatnya pake mata!"
"Nah itu baru bener, ngeliat pake mata kalau jalan ya pakai kaki. Bertahun-tahun sekolah, masa gitu aja gak tau," ucap orang itu, dengan senyum yang terlihat menjengkelkan.
"Ngejawab mulu ni komodo sawah!"
Nana berjongkok untuk membereskan semua buku-buku paketnya, tak lupa dengan nafasnya yang semakin bergemuruh meluapkan emosi.
"Saya bantu ya," ucap orang di depan Nana, lalu melakukan hal yang sama dengan Nana yaitu mengumpulkan buku paket yang berceceran.
Setelah selesai membereskan, keduanya berdiri. "Kalau boleh tanya, ruangannya Pak Agus kepala sekolah dimana ya?"
Nana menatapnya tajam. "Tanya noh sama tiang bendera!" serunya, lalu berjalan cepat menuju ruang guru.
"Ditanyain baik-baik malah ngegas," gumam laki-laki itu, namun dirinya segera menyusul Nana yang sudah berada jauh di depannya.
"Mbak, ayolah jangan marah. Saya minta maaf deh ya, saya gak sengaja nabrak Mbaknya," ucap laki-laki itu, sembari berusaha menyamai langkah kaki Nana.
Nana berhenti mendadak, membuat orang yang mengikutinya reflek ikut berhenti. "Loh kok berhenti Mbak? Nyesel ya abis marahin saya?"
Nana menatapnya sinis, lalu menunjuk pintu yang berada di depannya yang bertuliskan 'KEPALA SEKOLAH', membuat laki-laki disampingnya tersenyum malu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kirain Mbaknya berhenti karena nyesel," ucap laki-laki itu.
"Mbak lupa sama saya ya? Ya udah ayo kenalan lagi, saya Haikal cowok yang pernah Mbak temui di cafe beberapa bulan yang lalu," ucap laki-laki bernama Haikal tersebut.
Nana mengernyit heran, membuat Haikal kembali bersuara. "Itu loh yang Mbak mintain nomornya, yang katanya lagi taruhan di suruh jalan kaki."
"Oh," jawab Nana, walau tak ingat apapun.
Nana memilih pergi meninggalkan Haikal sendirian, masuk ke dalam ruangan guru yang berada di sebelah ruang kepala sekolah.
"Makin cinta deh," gumam Haikal, kala mendapati Nana bersikap acuh pada dirinya.
✨✨✨
"Yang tadi jalan bareng lo siapa Na ?" tanya Rama, yang kebetulan mendapatkan bangku tepat di belakang Nana.
Sebuah keberuntungan yang wajib disyukuri Rama, karena bisa mendapat contekan terus menerus dari Nana.
Di kelas dua belas ini, Rama tetap memilih duduk bersama Dewa, yang dianggapnya menyebalkan, sementara Nana duduk bersama Ayra.
Dan Jaja duduk bersama teman mereka yang bernama Panjul, kalau kalian menanyakan Faiza maka jawabannya adalah dibangku paling depan.
Faiza tidak suka duduk dibarisan tengah atau pun belakang. Berbeda, dengan Nana dan Ayra yang sangat menyukai bangku dibarisan belakang karena bisa santai.
"Anak baru," jawab Nana, seadanya.
Ayra mengernyit heran. "Ngapain lo ngurusin anak baru Na? Tumben amat."
"Disuruh Bu Jamilah naro buku paket ke ruang guru, eh malah ketemu tuh anak baru. Ya udah sekalian aja bareng," jelas Nana.
Jaja di depan Nana, langsung membalikkan badannya. "Eh apa nih, kok gue ketinggalan berita. Anak baru cowok apa cewek Na? Ganteng kagak? Jangan sampek lo naksir ya, awas aja lo!"
Nana tersenyum meremehkan. "Ganteng, dan kayaknya gue udah mulai naksir deh."
Jaja melotot kaget. "Heh ngadi-ngadi lo! Gak ada naksir-naksiran ya, gue mutilasi tuh cowok kalau berani ganjen sama lo."
"Na lo bisa gak sih ngehargain kehadiran gue ?" sambung Jaja.
"Di hargain berapa Ja? Lima ribu mau gak ?" ledek Ayra, membuat Jaja ngambek dan langsung menatapnya tajam.
"Heh kutu air gak usah ikut-ikutan deh!" sahut Jaja.
Ayra hanya tertawa menanggapinya, berbeda dengan Dewa yang langsung menghembuskan nafas kesal.
"Kayak yang di anggep aja lo Ja," ucap Dewa, menyindir Jaja yang sudah mulai kesal dengan ucapan teman-temannya.
"Bully teros, bully aja gue gak papa kok, gue ikhlas," gerutu Jaja, dengan wajah kesalnya.
Rama menatap iba Jaja. "Ikut gue ke perempatan yuk Ja, muka lo udah pas banget tuh."
"Muka lo sini gue ratain!" Jaja menatap Rama tajam.
Nana menghembuskan nafas panjang, mulai jengah mendengar perdebatan tidak berfaedah teman-temannya.
"Selamat pagi anak-anak."
Bu Sekar masuk dengan wajah garangnya, melangkah dengan sangat tenang.
"Hari ini kita kedatangan murid baru, silahkan masuk nak."
Bu Sekar mempersilahkan seseorang masuk ke dalam kelas. "Silahkan perkenalkan diri kamu."
"Perkenalkan nama saya Haikal Anggara, pindahan dari Sma 45 Bandung," ucap Haikal.
"Itu anak baru yang ketemu lo tadi pagi ?" tanya Rama dengan mencondongkan tubuhnya ke depan, agar Nana mendengar suaranya.
Nana mengangguk, mengiyakan pertanyaan dari Rama.
"Nak Haikal, silahkan kamu duduk di sebelah Dani ya, Dani Angkat tanganmu," ucap Bu Sekar mempersilahkan Haikal untuk duduk.
"RAMA! Kalau mau mengobrol silahkan di luar kelas, kelas saya tidak butuh murid-murid yang senang bergosip," seru Bu Sekar, membuat Rama memundurkan dirinya sembari tersenyum canggung.
"Buset dah, galak amat nih guru. Cocok sama si Agus deh kayaknya, sama-sama mirip gorila," gerutu Rama.
"Kenapa gak sama lo aja ?" tanya Dewa, yang mendengar gerutuan dari Rama.
Rama bergidik ngeri. "Amit-amit tujuh turunan!"
"Padahal cocok tuh," gumam Dewa.
"Wa, lo pernah denger kepala nangis gak ?" Rama melirik tajam Dewa, yang hanya di balas gelengan kepala oleh teman sebangkunya itu.
_________________
See you gais🧚
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Kembar!
Novela JuvenilPersamaan tanggal lahir, persamaan nama, juga persamaan sifat dan tingkah laku, membuat keduanya disebut kembar. Namun keduanya bukanlah saudara kembar, mereka berdua terlahir dari dua rahim yang berbeda. _____ "Panggil gue abang Jaja!" "Seenak jida...