22. Perihal Nama Jadi Merana

84 23 6
                                    

Mungkin banyak yang bertanya-tanya, kenapa lagu di part sebelumnya lagu tulus?

Lagu yang berjudul 'hati-hati dijalan' itu, adalah lagu menjadi lagu favorit author sejak beberapa bulan yang lalu><

Happy Reading kalian🧡🦖

___________

"Anak siapa ini Nana, Jaja?!"

"Kalian nyuri anak orang dimana hah?!"

"Ini anak kalian?"

Jaja dan Nana memijat pelipisnya masing-masing, pusing harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kedua orang tua mereka.

"Diem dulu plis, biarin Nana jelasin ceritanya."

Ucapan Nana mampu membuat Langit, Bulan, Dikta dan Dinda, terdiam.

"Jadi ...."

Nana mulai menceritakan awal dari cerita dimana dia menemukan bayi mungil itu.

"Oh ... begitu ceritanya," Ucap mereka berempat, kompak.

Langit mendongakkan kepalanya. "Mau dikasih nama siapa ni bayi?"

Bulan yang sedang menggendong bayi mungil itu menoleh ke arah suaminya. "Gimana kalo Makmur Jaya."

Sontak Jaja tertawa terbahak-bahak mendengarnya. "Mama mau ngasih nama bayi, atau buka toko material?"

"Ya emang kenapa? Orang bagus gitu kok namanya," rajuk Bulan, membuat suaminya menatap tajam Jaja.

Langit meringis, melihat istrinya merengut tak suka mendengar nada bicara Bulan. "Ee ... Maksudnya Jaja tuh, namanya kurang keren Ma, bukannya gak bagus."

"Sama aja," sahut Bulan, dengan nada ketus.

Dikta tersenyum penuh arti, menatap bayi mungil yang tengah terlelap dalam gendongan Bulan. "Gimana kalo, Babon Darilo."

"Kenapa gak Abon aja sekalian, biar pas gede nanti Jaja makan campur nasi enak tuh!" cibir Jaja.

"Didit si ganteng dari timur tengah, keren kan?"

"Gimana kalo, ucup ?"

"Parjo?"

"Jono?"

Nana menghela nafas panjang, sembari menengadahkan pandangannya. "Ngasih nama kok gak ada yang bener!"

"Pokoknya namanya ni bocil harus ada Zafilio nya! Biar samaan kayak bapaknya," ucap Jaja, sontak para orang tua menatapnya aneh.

Dikta menatap Jaja sini." Dih, bapak dari mane Nur Lele!"

"Heh Nur Lele Nur Lele! Sekate-kate banget, nama orang diganti-ganti!" ucap Jaja, tak terima.

"Kok malah debat sih?" tanya Nana, mulai lelah menghadapi para orang tua yang sedang berdebat masalah nama, di tambah Jaja yang mulai aktif menolak nama-nama saran dari orang tuanya.

"Salahin nih para pak bapak dan juga bu ibu yang ngasih nama gak pernah bener!" kilah Jaja.

Langit dan Dikta mendelik tak terima. "Enak aja nyalahin orang tua, kualat kamu Ja! Papa kutuk jadi Jimin BTS mampus kamu," seru Dikta.

"Ngadi-ngadi, mana ada muka pas pasan kayak Jaja jadi Jimin BTS! Yang ada jadi sendalnya aja dia mah," protes Bulan, tak terima jika Jaja di kutuk jadi biasnya di BTS.

Jaja merengut kesal. "Padahal Jaja gak jelek-jelek amat kok!"

"Dih ngambek nak dugong!" cibir Dikta.

"Mana ada Jaja ngambek," kilah Jaja, sembari merapatkan tubuhnya pada Nana.

Nana hanya bisa menghela nafas pasrah, mendengar perdebatan masalah nama yang tak kunjung selesai.

"Raditya Arganta," gumam Nana.

"Zafilio," sambung Jaja, ketika indra pendengarannya mendengar nama yang di gumamkan oleh Nana.

Nana dan Jaja tersenyum misterius, menatap barisan para orang tua yang sibuk dengan bayi mungil itu. "Raditya Arganta Zafilio."

Dinda tersenyum. "Bagus juga tuh, dipanggil siapa?"

"Radit," jawab Nana.

Semuanya menganggukkan kepala pertanda setuju.

"Ok fiks namanya adalah Raditya Arganta Zafilio. Di panggil Radit," ucap Dikta, bersemangat.

"Kenapa gak pake nama dari mama aja sih?" tanya Bulan.

Langit meringis, melihat wajah cemberut istrinya. "Malapetaka ini mah!" gumamnya.

"Gini ma, ini bayi kan yang nemu Nana sama Jaja, jadi gak papa kan kalo mereka yang nentuin nama buat bayi ini," ucap Langit, berusaha menenangkan istrinya.

"Oh jadi kamu gak setuju saran nama dari aku?" Jaja terkekeh geli melihat wajah pias Langit. "Iya ma, papa gak setuju tuh!"

Langit mendelik tajam ke arah Jaja, bisa-bisanya dirinya di fitnah oleh Jaja, pikirnya.

"Gak gitu ma," lirih Langit.

"Ok by, kamu tidur di luar malam ini!"

Bulan pergi meninggalkan suaminya yang mendadak lesu mendengar ucapan Bulan.

Berbeda dengan Langit, Jaja malah tertawa terbahak-bahak melihat betapa menderitanya ayah dari sahabatnya ini.

Radit di bawa masuk ke kamar oleh Bulan, sedangkan Dikta dan Dinda memilih pulang di karenakan keduanya menitipkan Reygan yang sedang tertidur pada asisten rumah tangganya.

Nana memilih opsi aman, dirinya masuk ke kamarnya dengan gerakan cepat, takut mendengar ocehan-ocehan tak berfaedah dari Jaja kembali merusak suasana malam ini.

Puk

"Kasian yang malam ini tidur di luar," sindir Jaja, sembari terkekeh geli.

Langit merengut kesal. "Seneng ya liat orang lain susah?"

"Banget ...." jawab Jaja, lalu memutar tubuhnya dan berlari cepat meninggalkan Langit yang sudah emosi.

"Anak setan!"





________
Jangan lupa vote/komen/share cerita ini ke teman kalian.

Terima kasih><

Bukan Kembar!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang