28. Badut simpang lima

20 7 8
                                    

Assalamualaikum teman teman.
Bagaimana kabar kalian?
Ku harap kalian semua sehat selalu ya,
Jangan lupa bahagia kawan><

Happy reading 🧡🌷




____________________

"Kamu jangan sedih-sedih gitu dong Na, kan masih ada Reygan yang bisa kamu ajak main," bujuk Dinda, sambil menimang Reygan anak keduanya.

Bulan yang merupakan ibu dari Nana pun lantas mengangguk, mengiyakan ucapan sahabatnya itu.

"Iya Na, jangan sedih terus dong nanti Mama ikutan sedih loh," ucap Bulan, lalu menunjuk Jaja yang sedang heboh memainkan game online bersama Rama dan Dewa.

"Lihat tuh temen-temen kamu, mereka semua masih ada buat kamu kan? Jadi jangan sedih-sedih lagi ya," sambungnya, mencoba menenangkan putrinya.

Tadi pagi Nana beserta sahabat-sahabatnya pulang dari liburan di bali, hanya untuk memastikan bahwa dua orang yang mengaku sebagai orang tua kandung Radit bukanlah orang tua kandungnya.

Namun kenyataan berkata lain, kedua orang itu benar orang tua kandungnya Radit, anak yang ditemukan Nana dan Jaja waktu itu.

Nana sudah menganggap Radit seperti adiknya sendiri, wajar saja dia merasa sangat kehilangan walau belum lama dia dan Radit tinggal serumah.

Bulan dinyatakan tidak bisa hamil lagi, dikarenakan suatu hal yang dirahasiakannya. Hingga Nana sering kali merasa kesepian saat ditinggal ke luar kota oleh kedua orang tuanya lantaran mengurus bisnis.

"Sini Na, join game sama kita-kita," ajak Rama, namun tetap fokus pada handphonenya.

Dewa menggerutu kesal sejak tadi. "Ja, lu yang bener mainnya. Gue bunuh juga lu lama-lama!"

"Selow ae brodie, lu jangan ngeremehin gue ya. Nih gue kasih paham," sahut Jaja, sambil tersenyum mengejek.

Mereka bertiga fokus memainkan game, namun Dewa malah menatap tajam Jaja yang sejak tadi mengoceh sombong.

Brak.

Rama melempar handphone miliknya ke arah sofa, meluapkan kekesalan yang dirasakannya.

"ARGHHH JAJA BANGKE! Lu udah gue bilangin jangan banyak gaya, masih aja sok-sokan. Fokus Ja fokus, malah nyamperin cewek mulu ni setan alas!"

Rama menjambak rambutnya sendiri lantaran kesal pada sahabatnya itu. "Kesel bet gue anjir, untung ada mak bapak lu, kalau enggak udah gue bunuh lu! Ngeselin banget anjir, jadi kalah kan kita."

Jaja menyengir kuda, menampakkan deretan giginya yang rapi. "Hehe, piss bro. Jangan marah-marah atuh beb, nanti lekas tua."

Rama menatap tajam Jaja, lalu dengan gerakan cepat dia menjambak rambut hitam Jaja tanpa ampun.

"Bodo amat anjir bodo amat, mau gue tua kek, muda kek, lansia kek, bukan urusan lu! Gue gedek banget sama lu Ja, arghhhh," seru Rama, meluapkan kekesalannya.

Sementara Jaja meringis sambil memegangi rambut indahnya yang sedang kesakitan dijambak oleh Rama.

"Arghh, Bunda tolong bun. Jauhkan kutu monyet ini dari Jaja bun, dia menyakiti kuuuu...," teriak Jaja kesakitan, namun Rama tetap enggan melepaskan tangannya dari rambut Jaja.

Nana meringis malu melihat kelakuan dua sahabatnya yang di luar nalar. "Kayak gitu yang Mama bilang bisa ngebuat Nana gak sedih lagi? Iya sih gak akan sedih, tapi jadi sengsara deket mereka bertiga, kecuali Dewa sih ya."

"Kamu tidur aja deh Na, kasihan mental kamu gak aman kalau sama mereka bertiga," ucap Bulan, lalu meninggalkan Nana sendirian, karena sejak tadi Dinda sudah pamit untuk menidurkan anak bungsunya.

Nana mengangguk menanggapi ucapan ibunya, lalu menatap heran ke arah teman-temannya yang kini malah berubah menjadi serius.

Nana menghampiri mereka bertiga. "Tadi berantem, sekarang malah kayak orang meeting, serius amat muka lu bertiga."

"Bokap nyuruh gue balik Na, ada hal penting yang harus gue denger katanya," ucap Dewa, tanpa menatap Nana.

Nana terkejut mendengarnya, namun sebisa mungkin dia tetap tenang. "Ya udah ayo kita bertiga temenin ketemu bokap lo."

Dewa menatap wajah Nana sendu, lalu menggeleng cepat. "Gak, gue gak mau sampai kalian masuk ke dalam masalah gue dan bokap. Bokap gue orangnya keras kepala Na, dan dia bisa aja ngebunuh siapapun yang menghalangi jalannya."

"Kita bahagia bareng, jadi susah pun harus bareng, masalah lo masalah kita juga Wa. Mau sesulit apapun jalannya, selama kita bareng-bareng terus pasti akan lebih mudah dijalani," ucap Rama, mengusap pundak Dewa berusaha menguatkan anak itu.

"Ayo berangkat sekarang, mari kita musnahkan musuh malam ini juga," ucap Jaja, penuh semangat.

Duk.

Jaja mengusap kepalanya yang terasa nyeri, akibat pukulan orang di sampingnya.

"Heh badut simpang lima! Yang lo maksud musuh itu bapak dia bego," seru Rama, pelaku pemukulan kepala Jaja.

Nampaknya, Rama memang masih menyimpan dendam besar kepada Jaja. Akibat kelalaian Jaja yang membuat tim mereka kalah main game online.

"Wah sekate-kate nih manusia zombie, ngatain gue badut simpang lima. Ayo gelut aja kita," tantang Jaja, dengan tampang sombongnya.

Rama melirik sinis. "Siapa sih lo? Sok akrab banget anying!"

Jaja melotot tak terima, mendengar ucapan Rama. "Wah, bener-bener nih orang. Belum pernah di smackdown orang ganteng ya?"

Rama tertawa terbahak-bahak, sambil memegangi perutnya yang terasa ngilu. "Muka kek pantat wajan aja banyak gaya lo!"

Nana menghembuskan nafas panjang, sungguh lelah mendengar adu mulut yang tak berkesudahan ini.

Dengan cepat dia menarik tangan Dewa, membawanya keluar dari kebisingan ini.

"Balik aja Wa, temui bokap lo. Usahakan jangan cepet emosi, kalau ada apa-apa langsung telfon gue ya," ucap Nana.

Dewa mengangguk. "Makasih Na, lo udah mau jadi sahabat gue. Gue harap, lo bahagia terus sama Jaja."

Nana mengernyit heran. "Tumben amat lo bilang makasih. Wa, gue bilangin nih ya, seumur hidup gue kenal sama kalian bertiga, itu udah menjadi kebahagiaan tersendiri dan gue sangat mensyukuri itu."

"Gue balik dulu ya," pamit Dewa, lalu mengacak sedikit rambut Nana sebelum akhirnya dia benar-benar pergi dengan motor sport warna merahnya.

Nana melambaikan tangan, lalu membalikkan badan untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Astaghfirullah haladzim," ucap Nana, mundur selangkah akibat wajah Jaja dan Rama yang berada tepat di depannya.

Nana mendengus kesal, lalu meraup wajah dua sahabat abnormalnya itu. "Ngagetin lagi, gue mutilasi beneran lo berdua!"

Jaja menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Kemana si Dewanjing Na? Katanya mau ngajakin kita duel sama bapaknya yang kayak tuyul Afrika itu."

Rama mendorong kepala Jaja ke samping. "Mana ada tuyul Afrika, gila! Lo aja sini gue tumbuk, gue jadiin umpan buaya."

Jaja mengelus kepalanya pelan, lalu menatap Rama penuh permusuhan. "Lo punya dendam apa sih Juk? Dari tadi main nonyor-nonyor kepala gue mulu, bangke banget!"

Rama mengedikan bahu acuh lalu pergi meninggalkan rumah Nana, mengendarai motor beat hitam miliknya.

Jaja menatap kepergian Rama heran, lalu melirik Nana. "Dia kesambet setan mana sih Na ?"

"Setan Bengawan Solo!" sahutnya, lalu masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Jaja sendirian.

"Setan Bengawan Solo? Temennya setan kali ciliwung dong ?" gumam Jaja, mulai bingung sendiri.



___________________
Jangan lupa vote, komen, and share cerita ini ke temen-temen kalian ya.

See you gais🧡


Bukan Kembar!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang