Hy semuaaaaanya><
Ada yang kangen Jaja dan Nana gak?
Atau malah kangen aku? Sksksksk.
Mau kangen siapa aja gpp, asal jangan minta buat balikan ya_- takut doi barunya ngamok wkwkwk.Fighting, and happy reading besti🧡📚
_______________
Seseorang baru saja keluar dari sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.
Dengan langkah di hentak-hentakkan, Nana berjalan keluar tanpa tau tujuan membuat dirinya mendengus kesal.
"Kalo mau ketemuan sama doi barunya ngapain ngajakin gue sih? Bikin orang darah tinggi aja!" gerutu Nana.
Nana menoleh ke kanan dan ke kiri hendak menyebrang. "Rame banget jalanan, heran deh."
Nana melangkahkan kaki saat dirasa sudah tidak ad lagi kendaraan yang akan melintas.
Hingga tiba-tiba, teriakan nyaring seseorang mengagetkannya. "WOY ANJING! MAU MATI LO HA?! NYEBRANG SEMBARANGAN, LO PIKIR INI JALANAN PUNYA NENEK MOYANG LO!"
Nana menetralkan detak jantungnya yang berdegup kencang, karena seseorang yang mengendarai motor secara ugal-ugalan tanpa memikirkan pengguna jalan yang lainnya.
"GUE GAK MAU MATI! GUE CUMA PENGEN BALIK KE RUMAH BANGSAT," maki Nana tak kalah kencang dari seseorang yang baru saja hampir membuatnya tergeletak tak bernyawa di pinggir jalan.
Hingga kini dirinya menjadi tontonan orang-orang yang berlalu lalang. "Heran deh sama manusia, udah tau lampu merah masih aja nyerobot, dan dengan gak ada akhlaknya dia neriakin gue kayak gitu? Hello, dia yang salah kok gue yang dimaki?"
Nana mengeluarkan unek-uneknya sambil berjalan kaki entah menuju kemana, tanpa siapa pun yang menemani.
"Ini jalanan kenapa sepi banget sih? Malah kayak kuburan jatuhnya," gumam Nana, sembari mengeluarkan handphone dari dalam tasnya.
Mencari nomor seseorang lalu menekan panggilan terhadap pemilik nomor tersebut. "Ram, tolong jemput gue dong pliss. Gue di jalanan sepi ini gak tau harus minta tolong ke siapa lagi," adunya.
"Sorry Na gue gak bisa, gue sama Dewa lagi di rumah sakit jengukin temen kita nih," jawab seseorang yang berada di seberang sana.
Nana menghela nafas berat. "Yaudah deh gue tutup duluan ya, sorry ganggu waktu lo." Tanpa menunggu persetujuan Rama, Nana menutup panggilan tersebut sepihak.
Hembusan angin malam membuatnya sedikit bergidik ngeri, pasalnya di sini hanyalah dirinya sendiri tanpa ada orang lain.
Takut.
Ya kata itu lah yang mampu mewakili suasana hati Nana detik ini. Hembusan angin kencang, pohon yang rimbun serta semak belukar yang memenuhi sepanjang jalanan sepi ini.
Nana tak tau sedang berada dimana malam ini, karena sejak tadi dirinya berjalan sembari mengoceh pelan mengingat perlakuan manis Jaja ada gebetan barunya.
Nana tidak masalah Jaja memiliki gebetan baru, ya asal tau diri sedikit lah. Sering kali Nana di ajak Jaja untuk menjadi orang ketiga dalam pertemuannya entah dengan gebetan barunya atau bahkan pacarnya.
"Jaja goblok, Jaja setan, bangsat, sialan, anjing!"
Segala macam umpatan, hingga nama-nama binatang di kebun binatang pun ikut terseret saat Nana sudah kesal pada seseorang.
Bayangkan saja, berada di tempat asing yang sangat sepi, sendirian tanpa teman, eh pas temannya di hubungin suruh jemput malah gak ada yang bisa. Sok sibuk semua emang!
Brum brum brum
Nana menoleh ke arah belakangnya, dimana suara motor nyaring terdengar sampai memekakkan telinga.
Hingga saat suara motor tersebut berhenti tepat di samping dirinya, baru lah dia tau kalau dirinya sedang dalam bahaya.
"Hy cantik, ngapain malam-malam di tempat sepi seperti ini?" tanya orang itu, dengan nada dibuat semanja mungkin hingga terdengar menjijikkan di telinga siapa pun yang mendengarnya.
Seorang laki-laki dengan tubuh gempal, tindik besar di kedua telinganya, serta tato yang berada di sekujur tubuh orang itu membuatnya seperti seorang berandalan, tepatnya seperti seorang preman.
Hanya seorang diri, mungkin tak akan sulit untuk lepas darinya, pikir Nana.
"Cantik-cantik kok bisu sih?" tanya preman itu, sambil berusaha menyentuh dagu Nana.
Tapi Nana terlebih dahulu menepisnya, menginjak kaki orang tersebut sampai membuat sang empu kesakitan.
Pria itu terkekeh melihat aksi Nana, dan dengan cepat mencekal pergelangan tangan Nana saat calon korbannya itu berusaha kabur.
Nana memandang remeh preman tersebut, dan saat orang itu lengah, dengan cepat Nana menendang selangkangan lawannya membuat sang empu merintih kesakitan.
Nana memilih berlari ke arah tepat dimana dirinya berasal, hingga suara seseorang mengumpat serta mengejar, membuat Nana semakin mempercepat langkah larinya agar selamat dari pria bejat itu.
"Tuhan, tolong Nana," gumam Nana, dan tak terasa air matanya luruh, mengingat tak ada satupun sahabatnya yang bisa menolong ketika dirinya kesusahan, termasuk Jaja.
Nana mengusap tetes demi tetes air mata serta bekasnya, dan memilih fokus pada kecepatan larinya agar bisa selamat.
Grep
Preman itu menangkap tangan Nana, saat Nana menoleh, membuat dirinya terkesiap melihat siapa yang menyekal tangannya.
Jaja!
Ya, dia lah yang menyekal tangan Nana. Tanpa berfikir panjang, Nana langsung memeluk laki-laki yang berstatus sahabatnya itu.
"Tolongin gue Ja," pintanya, dengan suara sesenggukan karena sudah tak bisa lagi menahan air matanya.
Jaja mengerutkan keningnya. "Tolongin apaan? Btw, kenapa lo lari-larian kayak di kejar setan gitu sih? Gak capek apa main kejar-kejaran malem-malem gini?"
"Gue, gue dikejar preman Ja!"
Jaja mendelik kaget, nafasnya tercekat mendengar seruan Nana. "Preman? Lo gak di sentuh-sentuh sama dia kan? Lo gak di apa-apain kan? Lo gak luka kan Na?" Jaja melontarkan pertanyaan dengan posisi tangan yang mengecek seluruh tubuh Nana, takut terjadi apa-apa.
Jaja bernafas lega, kala dirinya tak menemukan luka sedikit pun di tubuh Nana dan hanya menemukan lecet di pergelangan tangannya.
Jaja menarik tubuh Nana agar masuk ke dalam dekapannya. "Maafin gue ya, gue lengah buat jagain lo."
Nana tersenyum hangat mendengarnya. "Lain kali jangan lengah lagi, dan jangan ajak gue buat jadi nyamuk di acara lo sama gebetan atau pun pacar-pacar lo itu!"
Jaja hanya terkekeh geli melihat tingkah lucu Nana. "Dia bukan gebetan gue, dia itu pacarnya bang Bagus, jadi bang Bagus lagi marahan sama dia dan gue di tugasin buat bikin mereka gak marahan lagi."
"Cemburu ya?" goda Jaja, membuat pipi Nana memerah.
Nana melepas pelukannya, dan berjalan mendahului Jaja dengan wajah kesal sekaligus malu.
"Na, lo marah ya?" tanya Jaja, sembari berlari kecil mengajar Nana.
"Enggak!"
"Iya kan? Ngaku aja deh!"
"Enggak!"
Jaja tertawa kecil melihat wajah sahabatnya memerah karena kesal. "Iya deh iya, Nana enggak marah."
Mungkin jika tidak ada Jaja, malam ini akan menjadi malam terburuk bagi Nana. Dan syukur lah, pahlawannya itu datang tepat waktu, membuat Nana merasa aman sekaligus nyaman berada di sampingnya.
_________________
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Vote/komen/share cerita ini ke media sosial kalian.Terima kasih><
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Kembar!
Teen FictionPersamaan tanggal lahir, persamaan nama, juga persamaan sifat dan tingkah laku, membuat keduanya disebut kembar. Namun keduanya bukanlah saudara kembar, mereka berdua terlahir dari dua rahim yang berbeda. _____ "Panggil gue abang Jaja!" "Seenak jida...