"Oke, jangan anggap serius. Please, gue cuma..--,"
"Cuma apa, baby?," tanya Dion dengan nada menggoda.
"Ingat baby, apa yang menjadi milik gue akan selalu menjadi milik gue. Dan sekalinya sesuatu menjadi milik gue, gue gak akan pernah lepasin hal itu. Apalagi membiarkan orang lain memilikinya. Jadi, lo hanya milik gue seorang, baby," jelas Dion dengan wajah serius.
"Ya," jawab Renna dengan malasnya. Dia selalu saja kalah dengan lelaki satu ini.
"Gue balik dulu, bye," pamit Renna sambil terus melangkah pergi dari rooftop.
Bel masuk berbunyi, tapi Renna terlalu malas untuk ke kelas. Jadilah ia sekarang di ruang BK. Menemui pak Herman.
"Ada apa Renna?," tanya pak Herman dengan wajah bingung.
"Pak, saya bosen. Males masuk kelas. Badmood," keluh Renna dengan wajah sedih.
"Lalu?,"
"Kasih saya hukuman pak. Saya kan sudah bolos," ucap Renna dengan wajah semangat.
"Baiklah, kamu berdiri di tengah lapangan, hormat ke tiang bendera sampai jam istirahat," ucap Pak Herman.
"Gak mau pak. Panas. Bapak gak tahu suhu saat ini? 32 derajat pakkk," protes Renna sambil bersedekap dada.
"Trus kamu mau dihukum gimana?," dengan cukup sabar pak Herman mengeluarkan suara, bertanya apa mau Renna.
"Terserah," jawab Renna dengan cepat.
Boleh gak sih buang nih anak? Kenapa saya mempunyai keponakan seperti ini??
"Udah kamu disini aja. Gak usah bapak kasih hukuman," ucap pak Herman sambil menata berkas-berkas lama. Ia terlalu malas untuk memikirkan hukuman apa yang namanya terserah.
"Ih, Saya kan bosen pak," keluh Renna sekali lagi.
"Udah kamu tata berkas ini! Lalu letakkan di depan gudang!," oke, pak Herman sudah kehabisan kesabaran.
"Oke," jawab Renna dengan senangnya.
Pak Herman melongo melihat tingkah anak itu. Oh my god, ingin rasanya dia membuang keponakannya itu.
......
"Pak, semua udah beres. Bayarannya mana?," tanya Renna sambil mengatungkan tangannya.
"Nih, ambil tuh bayaran!," pak Herman langsung memberikan lima lembar uang berwarna merah ke atas meja dengan kasar.
"Thanks paman," Renna mengambil uang itu dan segera pergi ke kantin menemui antek anteknya.
Karena jam istirahat sudah berbunyi sejak tadi, kantin saat ini sangat ramai. Antrian penuh hingga membuat orang malas mengantri.
"Pesenin gue dong De," pinta Renna pada Dea.
"Oke," jawab Dea sambil mengatungkan tangannya.
Renna memberikan uang 20.000 rupiah kepada Dea lalu meminum es teh milik Dira.
"Kemana aja lo tadi Ren?," tanya Risa
"Gue bolos, trus akhirnya ke ruang Bk," jawab Renna sambil terus meminum es teh milik Dira.
"Bos, itu kan punya kak Dira," ucap Ani.
"Oiya, lupa gue. Ini Dir, thanks," ucap Renna sambil menyerahkan gelas yang hanya berisi es dan sedotan saja.
"Temen akhlakless,"
Ya begitulah mereka. Renna sudah sepenuhnya menjadi Erenna. Ia terkadang seakan lupa bahwa dunia itu bukan tempat seharusnya ia berada. Walau sama sama fiksi.
Datanglah Dion dengan anteknya, di susul Dea yang membawa pesanan Renna
"Ini bos minuman lo," ucap Dea sambil mengantongi uang kembaliannya.
Dion dan temannya juga langsung duduk. Toh juga pasti di perbolehkan.
"Denger denger ada yang jadian kemarin," ucap Risa
"PJ nya jan lupa!," ucap Dea menambahi
"Lo semua mau gue jahit mulutnya? Atau gue penggal sekalian? Diem bisa gak?," Renna sangat kesal mendengar itu, seakan waktu diputarbalikkan ketika ia menklaim Dion miliknya. Astaga, pipinya memerah lagi.
"Kenapa Ren? Malu ya? Kemarin aja berani bang-," Kenzo menghentikan omongannya ketika Renna mengangkat pisau yang entah darimana
"Eh, nggak nggak. Canda doang elah. Please, turunin tuh pisau," rengek Kenzo"Ha? Gue mau potong steak gue. Kenapa lo takut gitu?," tanya Renna kebingungan.
"Nggak ada, lanjut makan," sahut Kenzo dengan cepat.
Renna mengangkat bahunya acuh, dia tidak perduli dengan alasan Kenzo. Cukup steak di depannya saja yang ia beri perhatian saja, untuk saat ini.
"Anu, kak, aku boleh gabung gak?,"
"Pengganggu datang~ pengganggu datang~ menjadi jalang," nyanyi Dea dengan penuh khitmat, mengundang gelak tawa di meja itu.
"Cocok tuh jadi lagu, judulnya 'bitch', wkwk," ucap Kenzo dengan semangat 45
"Mendingan lo pergi deh, ganggu ketenangan orang," usir Fio dengan senyuman sinis.
"Tapi..tapi gak ada bangku kosong lagi," cicit Sasa dengan menunduk. Lalu ia mengangkat kepalanya, dengan mata berkaca kaca
"Ngapa tuh mata? Minta di colok?," Risa membuka suaranya dengan nada sinis.
Air mata itu terjatuh, Sasa memperlihatkan sisi menyedihkan. Mungkin jika kalian orang tidak tegaan, kalian akan langsung panik. Tapi Renna bukan orang seperti itu. Ia bodo amat dengan orang seperti Sasa. Emang dia gak salah apa apakan?
"Udah lah, stop playing victim. Kita gak ngapa ngapain dari tadi, ngapa lo nangis? Mau nunjukin bahwa lo lemah? Butuh perhatian? Cara lo salah, Sa. Sedari awal, oh tidak, malah sebelum lo main, lo itu udah kalah. So, lebih baik hentikan permainan polos mu itu," ucap Renna dengan wajah datarnya.
"Dasar PPB," tambahnya sambil meminum kopi kalengan milik Dion.
Sasa mengepalkan tangannya kuat. Ia mengumpat dalam hati dan mengutuk Renna. Ia lalu pergi dari kantin, menuju toilet.
Bugh!
Sasa memukul kuat tembok di sebelahnya, membuatnya meringis. Ia mulai berpikir, apa yang di ucapkan oleh Renna ada benarnya. Ia bermain solo tanpa backingan. Dan lagi, ia benar benar tak bisa melawan Renna. Pilihannya bermain sebagai korban memang salah.
"Lo mau kerja sama dengan gue? Gue juga pengen banget Renna lenyap," suara itu muncul dari belakang Sasa.
"Siapa lo?," tanya Sasa dengan was-was.
"Daritsa. Salam kenal," ucapnya dengan senyum devil.
"Gue mau kerja sama dengan lo. Gue mau Renna lenyap, dan gue bakal dapatin hati Dion,"
"Oke, selamat bekerja sama, Sasa,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tokoh Utama [HIATUS]
Подростковая литератураTokoh figuran dari novel "my little princess" memiliki harta dan kekuasaan melebihi protagonis dan antagonis. Anak kedua dari pasangan CEO dan hakim itu adalah tipe mudah dihasut. Dia dengan mudah mengiyakan permintaan orang lain. "Gue minta uang do...