Chapter 26

1.1K 117 1
                                    

Dunia bersatu, dan hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Maka bukti sebanyak apapun yang kamu dapatkan, hanya orang orang yang benar benar mempercayaimu yang percaya.

Renna terus membolak balik surat dan amplop yang berada di tangannya. Tapi tak ada nama pengirim atau alamat pengirimnya. Bahkan nama pos yang mengirim saja tidak ada. Hanya ada nama penerima yaitu dirinya, alamat rumah lengkap.

"Kak, lo dapat ini dari siapa?," tanya Renna

"Kagak tahu. Gue dapet di kotak surat. Emang kenapa sih?," Renna kecewa mendengar jawaban yang keluar dari mulut kakaknya.

"Eh tapi bentar. Nih, tadi gue juga nemu flashdisk di dalamnya," ucap Zico sambil memberikan satu flashdisk hitam yang langsung diterima Renna dengan senang.

"Thanks kak," Renna langsung naik ke atas untuk segera melihat isi dari flashdisk tersebut. Dia sangat penasaran sekarang.

"1 makalah dan 1 video. Gue nonton dulu kali ya?,"

Video berdurasi 1:18 detik itu hanya menampilkan satu laki laki paruh baya yang terus menerus menjelaskan sesuatu yang besar. Tentu saja hal itu dipahami oleh Renna, mengingat bahwa ia ber-transmigrasi dan mengetahui semua perubahan kecil yang ada.

Renna berganti men-klik satu makalah yang berada disana. Ia membacanya dengan sangat teliti, bahkan membuatnya kesal. Makalah yang berjudul 'DUNIA BERSATU' itu sangat dipahami oleh gadis yang tengah membacanya saat ini.

Taak!

Renna langsung menutup semuanya, mematikan laptopnya, dan meletakkan flashdisk tersebut di laci serta menguncinya.

Gadis berambut hitam itu merebahkan tubuhnya diatas kasur queen size miliknya. Ia tidak banyak berpikir karena sudah sangat paham, tapi dia sangat kesal memikirkan semua kemungkinan yang terjadi. Seperti, bertemu cowok brengs**k itu.

"Yah, kalau emang ketemu tinggal kasih bogeman aja sih. Tapi masa gitu doang?," Renna berbicara sendiri sambil terus memikirkan hal yang akan dilakukan ketika bertemu dengan cowok yang dimaksud.

Tunggu!

Gadis yang tengah merebahkan tubuhnya itu langsung kembali bangkit dan membaca surat yang ia dapat tadi. Dan jika dibaca teliti, maka akan ada banyak peringatan untuk yang akan terjadi ke depannya.

Renna langsung mencatat beberapa hal penting.

--o0o--

"Halo guys. Pa kabar??," sapa Dea dengan wajah berseri.

"Dea, bisa diem gak?? Ini lagi serius," sahut Vera dengan nada dingin.

"Eh, ada apa ini?,"

"Ada yang neror Risa," jawab Dira.

"Neror? Siapa??," tanya Dea dengan wajah polos.

Renna menatap Dea dalam lalu mengalihkan pandangannya lurus. Ia sendiri juga tak tahu, dari Risa sendiri tidak mencurigai seseorang. Tapi ada 1 hal yang mulai aneh. Dimulai dari, teror yang dilakukannya berbeda dengan teror pada umumnya. Melainkan ia mengirimkan foto foto ketinggian dan kedalaman air laut. Jelas jelas hanya sedikit orang yang mengetahui phobia Risa. Yang berarti, dalangnya adalah...

"ERENNA!!," panggil Dira dengan intonasi tinggi, membuat lamunan Renna buyar seketika.

Renna mengangkat sebelah alisnya, dan langsung mengalihkan pandangannya pada yang di tunjukkan Dira. Nampak ada 1 laki laki berusia 20 tahun yang berdiri di pintu sambil memasang muka dingin. Renna tahu jelas siapa orang itu, dan dia sangat membencinya. Akhirnya saat saat ini tiba juga.

"Usir dia," titah Renna dengan wajah datarnya.

3 orang lelaki kekar langsung menjalankan perintah nonanya. Mereka dengan sigap mengusir lelaki itu, tapi entah bagaimana mereka kalah dan berakhir menyedihkan.

"Kasar banget ngusir pacar sendiri," ucap lelaki itu dengan senyum manis.

Renna tersenyum remeh mendengar itu, "Mimpi lo ketinggian," jawab Renna tanpa memperdulikan wajah bertanya sahabatnya.

"Padahal gue udah baik hati mau nerima lo,"

"Dan gue gak pernah ngajak lo berhubungan. Bahkan ngliat muka lo aja bikin gue mual," Renna benar benar mengatakannya dengan wajah penuh benci. Ia seolah sedang berhadapan dengan orang yang paling ia benci seumur hidupnya.

"Pilih sekarang, Sean. Lo pergi dari hadapan gue sekarang dan selamanya, atau lo bakalan jadi mainan gue selamanya,"

"Psikopat juga lo. Tapi gue suka, manis," gumam lelaki yang disebut Sean itu dengan sedikit keras.

Lelaki yang tengah berdiri itu berjalan ke arah Renna yang sedang duduk lalu ia mencium punggung tangan gadis itu.

Renna dengan cepat langsung menghempaskan tangannya hingga tangan yang sebelumnya dipegang Sean terlepas. Gadis ini menatap benci, ah bahkan jijik dengan lelaki di depannya. Ia langsung membersihkan tangannya dengan tisu basah miliknya.

"Lo milih opsi kedua ya? Oke, sesuai permintaan," ucap Renna tiba tiba. Ia langsung berdiri dan menendang aset masa depan milik lelaki berambut coklat di depannya. Tangannya bergerak mengambil sesuatu di jaketnya yang ternyata adalah pisau lipat yang sangat tajam.

"Bawa yang lain pergi," perintahnya yang langsung diangguki Dira.

Renna menunggu sebentar hingga teman temannya pergi lalu mulai melancarkan aksinya. Oh atau bisa dibilang ia mulai bermain dengan mainannya.

Sean meringis begitu benda tajam milik Renna menyayat kulitnya.

"Sejak kapan lo jadi psikopat, Henna?," tanyanya dengan suara tertahan.

"Shut up! Jangan banyak bicara dan cukup nikmati saja," Renna menusuk perut Sean dua kali dengan pelan, membiarkan Sean menikmati rasa sakitnya lalu mencabutnya juga dengan sangat pelan.

"Lo tahu? Gue udah bodo amat sama semua ini. Gue cuma mau nikmati kehidupan gue yang sekarang. Tapi bukan berarti kebencian gue sebagai Henna hilang begitu saja," ucap Renna sambil menguliti cowok di depannya.

"Di dunia ini sudah tidak ada yang bernama Henna. Tapi kebenciannya masih ada. Paham!,"

Sean tersenyum remeh mendengar penuturan itu, "Monster,"

Deg

Renna terkejut mendengar 1 kata itu, jantungnya berdegup kencang, tangannya terkepal kuat hingga menonjolkan urat uratnya.

Henna monster~
Shutt!! Jangan dekat dekat dengan monster itu.
Kasihan banget ya, masih kecil udah jadi monster gitu.
Mana ada bu, seharusnya yang kasihan itu kakaknya.
Bener, kakaknya meninggal gara gara monster itu.
Pergi kau monster!!
Dasar monster!!
Orang yang membunuh kakaknya sendiri itu kalau bukan monster lalu apa??

Bayang bayang itu terus berkeliling di kepala Renna. Tapi dengan cepat Renna langsung menepis semuanya.

"Gue emang monster. Monster yang bunuh kakak sendiri. And then why? Lo bakalan jadi korban selanjutnya," ucap Renna menyeringai.

"Dasar monster,"

Renna langsung mengambil pistol yang ia simpan di balik rok miliknya dan langsung menembak Sean tepat jantungnya. Setelah memastikan korbannya mati, ia melanjutkan kembali membuat karya miliknya. Kali ini, dia akan bermain sepuasnya.

"Akh, dia benar benar membunuhnya," gumam seseorang pelan dari tempat yang sangat jauh.

Tokoh Utama [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang