Chapter 3

8.7K 743 15
                                    

Henna memasuki kelasnya itu. Mendapati dirinya ditatap tajam oleh teman sekelasnya.

"Hei, kalian kenalan ulang dulu sama Renna. Dia imsonia, lupa ingatan,"

"Amnesia, bodoh!," protes kompak satu kelas mengoreksi.

Mereka pun berdiri, mulai memperkenalkan diri masing masing pada temannya itu.

"Gue Rafayya,"

"Derren,"

"Anatasya,"

"Renna, gue temen lo yang paling cantik. Febri,"

Dengan cepat dan bergantian mereka memperkenalkan diri hingga tidak banyak memakan waktu. Meskipun begitu, ...

Kring....

Bel berbunyi tepat setelah mereka selesai memperkenalkan diri. Tak ada waktu untuk Renna bermalas malasan sejenak sebelum mengikuti pelajaran yang akan membosankan itu.

"Good morning everyone," sapa bu guru.

"Good morning, my teacher," sahut kompak satu kelas.

"Kita mulai pelajarannya. Buka buku halaman 105,"

Bu Enny, guru bahasa serta wali kelas IX ipa 2. Di dalam cerita, secara kasar dijelaskan bahwa guru ini adil. Ia tidak pernah membeda bedakan siapapun. Namun, ada satu yang membuat Henna greget yaitu bu Enny tidak pernah mengecheck kebenaran ketika antagonis dituduh. Khusus antagonis, mungkin.

Ya karena Henna menempati tubuh pemeran figuran, ia tidak perlu terlalu khawatir soal bu Enny. Cukup waspada saja, terlebih bu Enny adalah kepercayaan kepala sekolah.

Setelah merasakan beberapa jam di neraka akhirnya bel istirahat berbunyi, membuat raut wajah Henna bersinar cerah layaknya matahari yang baru terbit tak terhalang mendung.

Saat Henna membereskan bukunya, salah satu teman sekelasnya yang duduk di bangku depan menghampirinya. "Ren, gini, lo pasti lupa. Tapi sebelum lo hilang ingatan, lo selalu kasih gue uang buat jajan. Jadi, sekarang gue minta dong. Uang gue hilang tadi pagi,"

Henna tampak berpikir sebentar, mencoba connect akan permintaan temannya.

"Gak," jawabnya dengan jelas

"Ke-kenapa? Gue gak bohong kok. Lo gak kasian ama gue. Gara gara uang gue hilang hari ini gue gak bisa jajan di istirahat pertama," cicitnya membuat Henna jengah

"Lo gak denger ya? Gue bilang nggak ya nggak," ucap Henna mengulangi jawabannya sekali lagi. "Lagian uang lo hilang kenapa minta ke gue? Bukan gue juga yang ambil uang lo, dan gue bukan orang tua lo yang harus ngasih uang ke lo," lanjutnya sekali lagi.

Tanpa memperdulikan temannya yang sedang shock itu, Henna berjalan ke kantin sendirian dengan iringan tatapan sinis dari teman temannya.

Huft, mereka gak tahu malu.

"Kenapa dek?," tanya seorang lelaki

"Gak papa. Hanya ada serangga aja tadi, bikin mood gue jelek," jawab Henna tanpa memandang siapa yang bertanya tadi

Eh? Dek?

Henna mendongak, melihat kakaknya menyantap makanannya. Serta teman temannya yang ikut duduk di meja Henna.

"Mereka temen lo kak? Lo kok gak ngomong mau duduk? Seenaknya aja,"

"Ya ngapain gue harus ngomong ke Elo. Ini punya lo aja bukan," jawab sinis kakaknya.

Henna yang satu meja dengan 4 cowok itu merasa risih sendiri. Pasalnya ia tak pernah dekat dengan lelaki dikehidupan sebagai Henna. Dan kini ia satu meja dengan mereka, menyantap dan bisa bertatapan dengan mudah.

Henna langsung bersiap berdiri, membawa makanannya yang hanya hilang sesendok itu.

"Mau kemana? Duduk aja disitu. Atau gue potong uang jajan lo," ancam kakaknya.

"Dih, gak asik lo mainnya ancaman," kesal Henna.

"Duh dedek Renna, jangan sinis sinis amat lah. Sini kenalan lagi sama kita, katanya lo amnesia," kini berganti seorang lelaki dengan suara jamet berbicara.

"Dak dek dak dek, najis,"

"Gue Biru,"

"Ziro,"

"Dan aku Bobo. Dedek inget gak?,"

"Kagak,"

Mereka melanjutkan menyantap makanan mereka hingga protagonis datang dengan akting gadungannya itu.

Ia dengan sengaja menumpahkan sedikit kuah bakso pada celana Zico, membuat adegan menarik perhatian dengan cara pasaran yang cukup ekstrem itu.

"Aduh, sorry kak, aku gak sengaja. Gimana nih," ucapnya dengan gugup dan mata berkaca kaca.

Segera ia meletakkan baksonya itu, mengambil tisu dan mengelap celana lelaki itu.

Gatel banget jadi orang. Mentang mentang kakaknya Renna ganteng dan kaya juga lu embat. Gak bisa begini, gue gak rela kakak Renna jadi mainan terkaya-nya.

Henna menghempis tangan sang protagonis itu dengan pelan, dan disambung akting lagi. Protagonis menjatuhkan dirinya, membuat adegan menyedihkan.

"Gak usah sentuh kakak gue. Lo udah punya Andre," sentak Henna sedikit emosi. Mungkin ini adalah emosi Renna yang asli.

Sedangkan kakaknya yang melihat itu tersenyum kecil, ia membiarkan adiknya melakukan apapun saat ini.

"Ak...aku hanya bertanggung jawab,"

"Tanggung jawab ya gak gitu caranya! Lo bisa kan beliin kakak gue seragam baru! Atau lo kasih uang!,"

Henna mendekat, berbisik tepat di telinga protagonis itu. "Lo murahan,"

Seolah tersakiti, sang protagonis langsung menangis terisak. Membuat Henna menatapnya benci.

Woi author gob**k! Gue bakal hancurin novel sampahmu ini! Jangan lupa berterimakasih dengan membuat gue kaya melebihi sultan andara.

"ANISA!!,"

Pawangnya dateng nih. Slebeww

______________________________________________________

Gimana nih?

Kalau kurang bagus mohon maaf yaa...

Ok, see you 3 hari again

Tokoh Utama [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang