Epilog

564 70 1
                                    

Taehyung dan Jia belajar bagaimana menjaga hubungan agar tetap harmonis. Lewat kesalahan mereka belajar menjadi lebih baik. Komunikasi berperan banyak membuat keduanya menjadi dekat, terbuka satu sama lain. Tak ada jarak dan rahasia. Selalu ada waktu di mana mereka duduk bercengkrama, menikmati secangkir teh, dan saling menceritakan hal apa saja yang mereka lalui saat tak bersama.

Jia paling suka saat ia tidur di paha Taehyung, menatap Taehyung yang juga balik menatapnya, lalu berceloteh panjang lebar mengenai aktivitasnya. Jia suka bagaimana Taehyung mengelus rambutnya, menatap penuh padanya dan tak pernah bosan mendengarkannya berbicara. Rasanya setiap jalanan di dunia ditumpahi jutaan kelopak bunga, Taehyung hanya memfokuskan diri padanya. Jia sangat bahagia.

Seperti biasa keduanya bersantai di ruang duduk, menyetel kartun Pororo yang selalu mengisi waktu luang. 

"Tae, aku mau lagi." Suara Jia mengalun, menarik atensi Taehyung dari layar teve untuk menatap penuh padanya.

"Bukannya tadi kau bilang sudah lelah?" Taehyung tersenyum lebar, menyambut bahagia keinginan Jia yang tidur santai di pahanya.

Alis Jia mengerut, dalam sedetik kerutan di dahinya dibarengi senyum menggoda. "Aku mau jeruk, bukan itu. Tolong kupaskan satu." Mata Jia menyorot jenaka.

"Ah, jeruk." Taehyung salah paham. Memanjangkan tangan guna meraih satu buah jeruk di meja Taehyung lalu mengupasnya, membersihkan serat sebelum diberikan pada Jia. Bau ekstrak yang dikeluarkan oleh kulit jeruk menggantikan fungsi pewangi ruangan. Jia dan Taehyung suka dengan baunya.

Mereka kembali fokus ke layar teve, sesekali Jia mendekatkan jeruk ke dekat bibir Taehyung lalu Taehyung akan membuka mulut untuk menyambutnya. Belakangan Jia menyetok banyak buah jeruk, Sungyu menyarankan untuk mengonsumsinya, katanya baik untuk membersihkan rahim yang baru saja keguguran. Sudah tiga bulan berlalu sejak Jia keguguran dan ia masih sering menyetok karena suka. Apalagi kalau Taehyung yang mengupaskan, rasa manis jeruknya bertambah dua kali lipat.

"Tae—" Jia mendongak. Taehyung selalu tampan dari sisi mana pun Jia melihatnya.

"Hmm?"

Meskipun sebelumya Taehyung terlihat serius dengan kartun yang ditontonnya ia tetap mengalihkan perhatian begitu Jia memanggil. "Mau jeruk lagi?" katanya.

"Tidak." Mengambil sebelah tangan Taehyung lalu mengaitkan dengan jari-jarinya, Jia membalik tubuh menghadap perut Taehyung. "Aku mengantuk."

Sudut-sudut bibir Taehyung terangkat tinggi, pergerakan Jia membuatnya merilekskan diri agar Jia semakin nyaman berada di pangkuannya. "Baru jam sembilan pagi, loh." Satu tangan Taehyung yang lain bersarang di rambut Jia yang lembut, harum.

Sambil memejamkan mata Jia kembali bersuara, parau, teredam karena rapat dengan perut Taehyung. "Junkoo bilang akan datang hari ini, tidak tau jam berapa. Bangunkan aku kalau dia datang saat aku tidur."

"Baiklah." Jemari Taehyung meluncur di antara sela-sela akar rambut Jia yang licin.

Gerakan tangan Taehyung memberi kenyamanan, membuat Jia semakin diselimuti kantuk. Menikmati rasa nyaman tanpa terlewat, perlahan-lahan Jia terlelap dalam ketenangan,

Menghabiskan waktu hingga masuk jam makan siang, menonton belasan episode Pororo, menimbun kulit jeruk di meja kaca, Taehyung masih bertahan dalam posisinya. Sampai bel berbunyi Taehyung berusaha membuat Jia tak terbangun saat ia mengganti alas kepala Jia dengan bantal sofa. Pelan-pelan ia melangkah menuju pintu utama. Pikirnya ia akan menemukan Junkoo saat menyibak pintu.

"Hay Paman Taehyung! Lama tidak berjumpa, imo mana?" Tidak ada pemuda tinggi dengan kaus oblong putih polos yang disalut kemeja lengan pendek tak terkancing seperti dalam bayangan Taehyung melainkan bocah enam tahun berwajah ceria berseri-seri menatap mendongak padanya bersama tas selempang stroberi di depan perut.

StuffyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang