08 | Chilling

1K 146 3
                                    

Komunikasi, saling memahami, dan yang terpenting saling memaafkan.

Pelan-pelan Jia menelaah kalimat ibu mertuanya setelah mereka berpisah.

Komunikasi? Berpapasan saja Taehyung saja mereka bertingkah seperti orang tidak saling kenal. Memahami dan memaafkan? Kata itu terlalu membumbung tinggi, terlalu jauh untuk digapai dalam hubungan mereka. Mungkin karena diikat gengsi dan ego jadi tak ada yang bisa bergerak untuk meraihnya.

Jia tak langsung pulang kerumahnya, sore ini ia singgah di rumah orangtuanya. Jia rindu suasana rumah ini. Suasana yang tidak pernah membuat hatinya buruk, Jia rindu masakan ibu, Jia rindu nasehat ayah-ibu. Sejak ia menikah dan bekerja, Jia jadi jarang mengisi waktu denagn ibunya.

Usai menghabiskan teh hangat yang di buatkan ibunya, Jia lantas menuju dapur membantu mencuci piring kotor yang lumayan banyak. Jia mengernyitkan dahi saat melihat piring yang menumpuk, tak biasanya rumah ini memiliki piring kotor lebih dari lima. Ia menoleh ke arah ibunya selagi menyalakan kran. "Apa selesai ada acara, bu?"

"Ya? Ah, tidak. Hanya ada mertuamu kemari tadi siang dan kebetulan bibi Seun-hi juga datang bersama suaminya." Wonji menjelaskan tanpa beralih dari aktivitas mengupas kentang.

Tangan Jia melambat dalam menggosok noda piring. Matanya bergerak pelan naik menatap kran, pandangannya menjadi kosong. "Apa yang mertuaku katakan?" Dengan nada orang bengong Jia bertanya.

"Tidak ada, mereka memang sering datang sebulan sekali dan membawa bingkisan. Mungkin minggu depan ibu dan Ayah akan gantian berkunjung ke rumahnya." Wonji mengambil sebuah talenan dari rak sebelah kiri kemudian memotong kentang yang sudah dikupas menjadi beberapa bagian. "Suamimu kenapa tidak ikut datang?"

"Sedang sibuk mengurus proyek baru."

"Ah, sayang sekali." Wonji mendesah sembari menggeleng. "Dia pria yang baik dan sopan, awas saja kalau kau berbuat seenaknya."

"Ibu mengancamku?" Jia kembali menyalakan kran untuk membilas piring yang sudah diberi sabun.

"Noona, kapan datang?" Junkoo yang baru pulang dari latihan judo kaget melihat kakaknya mencuci piring di dapur.

"Ah! Anak ini akhirnya pulang juga, ke mana saja kau?" Wonji menaruh satu tangan di sebelah pinggangnya, sedangkan tangan kanannya mengacung-acungkan pisau yang tadi untuk memotong kentang.

Junkoo memajukan bibir bawahnya sembari menunduk, menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Noona, lihatlah ibu selalu marah-marah seperti ini setiap hari."

"Pasti karena ada alasannya. Ibu tidak akan marah kalau kau tidak berulah."

Junkoo menyerah mengadu pada kakaknya. Pemuda itu memilih melengos ke kamar setelah mengambil puding dan kola di kulkas.

Saat Jia mengibas-ngibas kedua tangan karena basah selepas mencuci piring ayah datang dari arah ruang duduk.

"Suamimu datang."

"Ya?"

"Taehyung ada di ruang tamu." Tuan Bae meninggikan intonasinya sedikit.

"Ada urusan apa pria itu datang ke sini?"

Ayah dan ibu Jia menatap aneh anaknya setelah Jia mengatakan anak itu. Kedengarannya aneh sekali Jia memilih kata anak itu untuk menyebut suaminya. Sekonyong-konyong Jia menyengir lebar begitu menyadari perubahan raut wajah kedua orang tuanya. Ia berjalan keluar dari area dapur, begitu yakin ayah dan ibunya tak bisa melihat wajahnya Jia seketika mengubah ekspresi wajahnya, merutuki diri karena berkata bodoh seperti tadi.

Menyadari ada ada yang datang Taehyung membalik badan dari foto keluarga yang terpampang di ruang keluarga. Jia berdiri dekat meja bundar berisi vas bunga, menatap ke arah Taehyung dengan malas.

StuffyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang