22 | Happiness

878 124 4
                                    

Hari ini rumah Jia ramai sekali, semua keluarga berkumpul menyambut kabar kehamilannya. Setelah dua tahun setengah membina rumah tangga akhirnya kabar menyenangkan yang paling ditunggu terealisasikan juga.

Tak ada yang lebih membahagiakan dari melihat senyum haru di wajah ibu kandung dan ibu mertuanya, Jia tak mungkin membiarkan air matanya luluh begitu saja, ia akan menaruh air mata haru ini karena kemarin sudah menumpahkannya  seperti bendungan bocor (saat memberi kabar pada semuanya).

Jia diperlakukan bak seorang putri bangsawan, tidak boleh beranjak dari tempat duduk dan hanya boleh berteriak jika membutuhkan sesuatu, yang lain sibuk menyiapkan sesuatu di dapur sementara para lelaki entah membincangkan apa di halaman dekat kolam. Si kembar Yena dan Yuna duduk di sisi tubuhnya, menatap penuh dengan mata berkedip-kedip lucu seperti anak kucing. Hea datang membawa buah apel yang sudah dipotong-potong.

"Imo, kata ibu ini baik untuk ibu hamil." Hea menaruh piring berisi buah di meja kaca depan Jia.

"Terima kasih," kata Jia begitu Hea duduk di sofa tunggal. 

Dengan semangat si bungsu Yuna mengambil satu potong dan melahapnya, Yena menggeleng-geleng menatap kelakuan saudarinya.

"Yuna, itu untuk ibu hamil," celetuk Yena sejurus kemudian.

"Cuma ambil satu, kok." Yuna membalas celutukan kakaknya dengan bibir bawah mengerucut.

"Tetap saja, nanti kalau Yuna hamil bagaimana?"

Mendengar pernyataan kakaknya Yuna lantas menaruh sepotong apel yang sudah ia gigit di piring. "Yuna tidak mau hamil," katanya dengan suara yang hampir terdengar menangis. Gadis kecil itu menunduk menatap perutnya dengan sudut bibir luntur.

Astaga percakapan polos anak-anak ini membuat Jia ingin menutup wajah, entah untuk menyembunyikan wajahnya yang merona atau tertawa keras. Mereka terlalu lugu mengira buah apel bisa membuat hamil. Kalau seperti itu aturannya mungkin seluruh wanita yang pernah makan apel sudah dipastikan pernah hamil. Jia ingin tertawa keras. Pemikiran dari mana itu.

"Tenang saja, Yuna tidak akan hamil karena tidak menghabiskan apelnya."

Jia yang duduk di antara dua anak lugu itu jadi seprti batang pohon besar, si kembar jadi harus memiringkan tubuh dan kepala agar bisa saling memandang.

"Yena, kata siapa buah apel bisa membuat hamil?" Jia bertanya karena sedikit penasaran dengan isi pikiran anak ini.

"Yena lihat di YouTube, Imo. Anak kecil yang di video makan apel banyak sekali sampai perutnya besar lalu bayinya lahir."

Rahang Jia hampir ditarik gravitasi, mukanya melongo sebentar sebelum akhirnya mengeluarkan tawa.

"Imo, apanya yang lucu?" Yuna yang takut hamil heran melihat bibinya tertawa. Seharusnya tadi ia memuntahkan apelnya, bagaimana kalau peurtnya jadi buncit nanti. Yuna menyadari apel bisa membuat hamil karena ia sering melihat mama Hea makan apel.

"Tidak Sayang, yang di video itu tidak benar. Apel tidak akan membuat hamil." Jia mengelus kepala Yuna dan Yena. Anak-anak seharusnya tidak boleh sembarangan diberi ponsel tanpa pengawasan. 

"Berarti Yuna tidak jadi hamil ya, Imo?" Yuna mengangkat dagunya agar bisa melihat mata sang bibi. Memang tidak semua video di YouTube buruk tetapi tentu saja dari sekian tontonan di sana ada beberapa video yang tidak mendidik. Pemikiran mereka yang masih sangat polos jadi terkontaminasi, tercemar dengan buruk. Di jaman sekarang semuanya sudah serbah canggih, anak-anak tidak lagi keluar rumah untuk bermain di lapangan karena mereka sudah punya gawai untuk diajak bermain sambil tidur-tiduran.

Jia terkekeh, "Tentu saja tidak."

"Hampir saja." Yuna mendesah lega, bersyukur karena ia tidak jadi hamil. Sejemang kemudian pertanyaan mengisi sudut tanda tanya di kepalanya. "Lalu Imo bagaimana bisa hamil?" tanyanya sambil menelengekan kepala menatap ke arah peur Jia.

StuffyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang