15 | Stunned

899 140 8
                                    

Taehyung baru menyandarkan tubuh pada kursi putar di ruang kerjanya setelah selesai meeting dengan beberapa rekan bisnisnya. Setelah mengalami kerugian besar waktu itu, kini Taehyung sedang berusaha menarik perhatian para investor sebaik mungkin. Bahkan ia rela berangkat pagi buta dari biasanya demi menangani beberapa pekerjaan yang berkaitan dengan meeting penting kali ini.

Ia masih memasang telinga selagi sekretarisnya membacakan beberapa laporan. Setelahnya Taehyung menyuruh Jeslyn meninggalkan ruangannya.

Taehyung melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher. Saat ia kembali menjatuhkan punggung pada sendaran kursi pandangannya tertuju pada buku berwarna ungu yang kemarin ia ambil dari kamar lama Jia.

"Cinta pertamaku," gumam Taehyung selagi mengingat halaman yang membuatnya penasaran sejak kemarin. Taehyung merasakan geli ketika jantungnya mulai berdebar, seperti ada yang meradang di sudut hati ketika membaca beberapa kalimat pertama di dalamnya. Dengan penuh rasa penasaran Taehyung akhirnya membentang halaman tersebut.

Rasanya seperti diserbu ribuan kupu-kupu saat Jimin mambalas senyumku pagi itu. Aku tidak perlu gula lagi kalau begini, senyumnya terlalu manis. Sepertinya aku harus meminjam glukometer kakek untuk memeriksa apakah aku terkena diabetes atau tidak. Ini berlebihan tapi senyumnya memang semanis itu. Mata sipitnya jadi menghilang waktu tersenyum ... Ibu aku tidak kuat, apakah ini termasuk cobaan hidup???

Sejenak Taehyung berhenti membacanya. Deretan kalimat Jia membuat Taehyung memijit pangkal hidung. Nama Jimin yang menjadi pembahasan dalam diari membuat Taehyung ingin membakar buku mungil tersebut.

Taehyung memantapkan diri, membaca kembali isi deretan kalimat yang ditulis Jia.

Pria semanis itu aku hanya berani memandangnya dari kejauhan. Bagaimana tidak, aku baru berpapasan dengannya saja jantungku seakan ingin keluar dari rongga dada, bagaimana jika aku duduk di dekatnya, mencium aroma parfumnya, mendengar suara lembutnya ketika berbicara, senyumnya yang membuatku candu seperti memakan permen kapas. Sepertinya hampir semua yang ada pada dirinya aku suka, ah rasanya aku hampir gila mengidamkan seorang Han Jimin.

Memang bukan hal baik yang ia lakukan sekarang. Tadinya ia hanya merasakan pusing dan lelah, tapi setelah membaca diary sialan itu hatinya jadi seperti di remas-remas. Ingatannya kembali pada saat Jia menghadiri pertemuan teman-teman lamanya, di sanalah Jia bertukar senyum kembali dengan pria itu. Ah, sial, seharusnya Taehyung memang turut hadir waktu itu demi mencegah adegan pertukaran senyum itu kembali terulang seperti yang berada dalam diari. Dan sekarang ia baru menyesal, ya, selalu begitu. Penyesalan selalu datang terlambat.

Taehyung melempar buku kecil itu ke atas meja dan kembali memutar-mutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri mengikuti gerakan kursi.

Waktu jam makan siang telah tiba, Taehyung berniat mengambil waktu makan siangnya untuk tidur sesaat. Namun, ia gagal memejamkan mata ketika pintu ruangannya di ketuk kembali, Taehyung kemudian memberi ijin untuk masuk.

"Permisi, Isanim. Ada yang ingin bertemu dengan Anda."

"Siapa?"

"Namanya Jinhyo."

"Suruh masuk saja," perintah Taehyung, diangguki sang sekretaris.

Pria itu tersenyum dan mempersilahkan Jinhyo duduk sambil menunggu minuman yang di pesan Taehyung untuknya dan wanita itu.

"Maaf, apa aku mengganggu waktu istirahatmu, Tuan Hwang?" tanya Jinhyo selagi menyamankan posisi duduknya.

"Ah, tidak juga. Bagaimanapun kau tamu dan tamu adalah raja." Taehyung menyilangkan kaki di atas kaki lainnya.

StuffyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang