23 | After Happiness

737 132 5
                                    

kalau komentar rame bakal dobel up



Cahaya matahari masuk menembus tirai putih gading kamar, sinarnya terpantul mendirus lantai. Taehyung dan Jia masih terlelap dengan busana tertanggal karena semalam terlalu kelelahan untuk sekadar beranjak. Taehyung juga ikut tumbang di samping Jia setelah permainan panas mereka hingga waktu mencapai dini hari.

Taehyung terbangun lebih dulu, memandangi wajah kalem sang istri yang tertidur dalam diam. Perasaan bersalah kembali menghunjamnya, ia ditelan rasa kalut saat dering ponselnya membumbung memecah hening. Mengecilkan volume ponsel Taehyung buru-buru memakai baju, meninggalkan kamar guna mengangkat panggilan dari orang yang ia rahasiakan dari Jia.

Helaan napas mengiringi gerakan Taehyung mengantongi ponsel di tepian kolam, pundaknya selalu terasa berat begitu panggilan selesai, seolah ada beban ratusan kilogram yang harus ia bawa setiap hari.

"Tae?"

Taehyung berbalik, mendapati Jia berdiri di bingkai pintu. Apa Jia sudah lama di sana? Hal itu membuat jantungnya berdegup kencang, takut-takut Jia mendengar percakapannya saat bertelepon tadi.

"Ada sesuatu yang mengganggumu? Kau terlihat banyak pikiran belakangan ini." Jia menyadari sesuatu seperti mengusik Taehyung tapi ia tidak tahu apa itu.

Untuk beberapa saat Taehyung merasa dilema, Jia terlihat seperti akan memeluknya tetapi di lain sisi bayangan Jia yang meninggalkannya terlihat begitu nyata. Pada akhirnya ia kembali menutup mulut dan tak jadi menceritakan keresahan hatinya.

"Bukan masalah besar hanya persoalan kantor." Taehyung melangkah mendekat, mengelus rambut berantakan Jia.

Jia menelisik jauh air muka Taehyung, mencari-cari sesuatu di bola mata pria itu. "Serius hanya itu?"

Taehyung berkedip sambil mengangguk lirih untuk menyakinkan Jia. "Kita sarapan apa hari ini?" Sedikit mencoba mengalihkan pembahasan.

Taehyung takut ketahuan kalau sekarang ia sedang gugup. Ada momen di mana ia sudah siap duduk berdua saja dengan Jia dan menceritakannya akan tetapi saat akan merealisasikannya ketakutan malah datang meruntuhkan keberaniannya. Ia tau betul apa yang akan terjadi jika Jia marah atau kecewa padanya, kehidupan manis yang ia jalani akan lenyap jika itu terjadi. Mereka akan kembali seperti dulu atau malahan bisa jadi lebih parah.

Jia tidak main-main kalau marah.

"Kau ingat hari ini, kan?"

Jia menuangkan air minum untuk Taehyung setelah menyajikan sarapan nasi di meja makan, karena sudah masuk jam sebelas juga jadi sekalian makan siang.

Taehyung mengganti sendok dengan sumpit untuk mengambil telur dadar gulung yang tidak jauh dari mangkuk sup, sembari mengunyah ia memikirkan kalimat Jia. Pikirannya jatuh pada tanggal hari ini dan menurutnya tidak ada yang spesial maka dari itu Taehyung menggeleng lirih. Menatap lamat-lamat sang istri dari balik bulu mata, menuggu reaksi selanjutnya. Takut-takut Jia malah mengeluarkan ekspresi merajuk seperti wanita-wanita yang ada di drama sambil mengatakan "dasar tidak perhatian, tanggal penting saja tidak ingat" lalu membalik badan dan pergi begitu saja. Perempuan kan selalu seperti itu, merepotkan dan selalu ingin dimengerti. Dasar perempuan.

Setelah menunggu beberapa detik untung saja Jia tidak merajuk seperti yang ada di bayangannya. Pikirnya ini adalah perkara tanggal penting yang terlupakan

"Pertunjukkan balet Hea."

"Ah, iya ingat. Aku kira hari jadi atau apa."

Selanjutnya hening, cukup panjang. Jia kelihatannya tidak dalam nafsu makan baik, sedemikian rupa lauk yang ada hanya nasi yang ia kunyah sehingga Taehyung menghentikan aksinya menyumpit asinan lobak. Menatap istrinya penuh akan afeksi, Taehyung kemudian bertanya, "Ada sesuatu yang ingin kau makan?"

StuffyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang