Erina Rarisa: Hasann
Hasan Alvaro: Iya sayang
Erina Rarisa: Mau mati?
Hasan Alvaro: Haha. Naon??
Erina Rarisa: Penjelasan itu perlu ga sih?
Hasan Alvaro: Maksudnya? Penjelasan apa?
Erina Rarisa: Penjelasan dari orang yang pernah buat salah
Hasan Alvaro: Telfon ya?
Erina kaget karna tiba tiba nama Hasan muncul dilayar ponselnya. Lelaki itu bukan menelfonnya tapi vidio call. Awalnya Erina ragu ingin cerita tentang Raka atau tidak pada Hasan. Tapi di sisi lain ia bingung harus menceritakan masalahnya dengan siapa. Karna kalau dengan Winda ataupun Randy sangat tidak mungkin. Baru menyebut nama laki laki itu saja wajah mereka sudah merah karna menahan marah. Cerita sama Jenny pun rasanya tidak tepat kalau sekarang. karna gadis itu sedang menggebu gebu setiap kali mendengar nama Raka. Dan Hasan adalah satu satunya orang yang bisa ia mintai saran untuk saat ini.
"Kok kameranya mati?" tanya Hasan saat Erina belum jga menunjukkan wajahnya.
"Sebentar, cari cahaya dulu."Hasan menunggu sembari memainkan gitar ditangannya. Saat lampu belajar sudah dinyalakan, Erina menaruh handphone nya agar berdiri tegak.
"Lagi belajar?" tanya Hasan saat melihat tumpukkan buku dimeja tersebut.
"Enggak. Tadi abis buka buku aja sih. Cuma ga mood belajar kaya banyak fikiran banget. Lo dimana?"
"Biasa. Dibalkon sambil ngerokok. Tapi sok ngide aja sambil mainin gitar."
"Tampil dong dipensi kalau bisa gitar. Nyanyi gitu."
"Tapi nanti lo nonton paling depan ya. Gue daftar deh biar tampil,"ucap Hasan dengan nada menggodanya seperti biasa.
"Iya nanti gue nonton digaris terdepan," sahut Erina lalu Hasan tertawa pelan saat melihat Erina tersenyum tipis.
"Lagu dong Garis terdepan. Ohiya, Tadi maksudnya gimana?" Hasan langsung menanyakan maksud tujuan Erina ingin berbicara dengannya.
"Tapi jangan bilang abang gue ya."
"Iya Erina," jawab Hasan pelan.
"Tadi, Raka datengin gue sama Winda. Dia bilang dia mau kasih penjelasan. Winda larang keras. Tapi gue nggak tau kenapa sampai sekarang malah kefikiran. Menurut lo gimana?"
"Gimana ya. Tapi menurut lo masalah ini udah berlalu atau belum? Atau emang perlu ada penjelasan?"
Erina diam. Antara bingung harus menceritakan masalahnya atau tidak. Hasan langsung mengerti saat melihat raut wajah Erina yang bingung. "Nggak usah diceritain rin. Gue kan juga nggak minta. Yang gue tanya, lo perlu penjelasan atau engga?"
Erina menggeleng. "Dua tahun lalu, dia nggak ngasih penjelasan. Gue kira itu udah cukup jelas karna dia lebih pilih orang itu. Tapi masalahnya sekarang dia ngotot mau kasih penjelasan. Gue bingung."
"Kasih dia kesempatan rin," ucap Hasan serius. Lelaki itu mengatakannya tanpa nada bercanda.
"Kesempatan buat dia ngejelasin?"
Hasan mengangguk. "Semua orang berhak dikasih kesempatan kedua."
"Tapi gue benci sama kesempatan kedua. Gue benci kenapa harus gue kasih kesempatan dulu baru mau ngejelasin. Dulu kemana?"
"Menurut gue, dulu dia nggak cukup berani buat ngejelasin kesalahannya. Dan dia rasa sekarang saat yang tepat."
"Tapi kalau bukan sekarang? boleh kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal My Wound
Teen FictionHasan Alvaro Wirasena, lelaki dengan sejota pesonanya. Pintar pada bidangnya. Selalu membuat siapapun yang ada didekatnya akan merasakan nyaman karna sifatnya yang menyenangkan. Tapi kalimat "membuat siapa saja nyaman berada didekatnya" tidak berlak...