Erina melepaskan earphone nya ketika mendengar suara berisik dari pojok ruang perpustakaan. Ia sengaja mengasingkan diri ke perpustakaan karna malas mendengar suara berisik dari dalam kelas. Bu Dian tidak masuk karna terserang demam berdarah dari dua hari yang lalu. Menyebabkan guru Biologi yang galak itu harus di rawat beberapa hari dirumah sakit. Tentu ini menjadi momen paling membahagiakan karna jam kosong dan tidak ada tugas.
Suara seseorang itu semakin jelas ditelinganya. Karna penasaran , akhirnya Erina menghampiri sumber suara."Hasan?" Hasan langsung menoreh saat nama nya disebut. "Lo ngapain?"
Hasan menunjukkan kemoceng yang ia pegang dan beberapa buku yang sudah usang karna tidak juga dibersihkan oleh petugas kebersihan di sekolah. Ada buku angkatan entah tahun berapa, beberapa lembar kertas yang sudah mulai menguning, buku buku yang sudah tidak bisa dibaca dan banyak jenis lainnya.
"Sadis banget emang tuh si konde." Umpat Hasan dengan julukan yang sering diberikan oleh murid murid kepada Bu Fatma kalau mereka kesal. Bu Fatma memang kalau menghukum tidak tanggung tanggung. Sadis banget.
"Lo telat?"
Hasan mengangguk sambil memilih buku yang menurutnya sudah tidak layak pakai. Sambil membersihkan debunya dengan kemoceng, Hasan terus terusan berdecak karna kesal.
"Sukurin.Makanya jangan telat," ledek Erina lalu pergi dari jangkauan mata Hasan. Belum beberapa langkah, tangannya sudah ditarik oleh Hasan. Untung Erina tidak teriak dan masih bisa menahan diri. Kalau sampai itu terjadi bisa bisa ia ditegur karna membuat keributan didalam perpustakaan.
"Ngapain sih?!!!"
"Liat temennya susah tolongin kek. Ini malah kabur."
Erina mengangkat kedua tangannya. "Gue bantu doa."
"Wah udah mulai ngelawak sekarang,"
"Gue bukan srimulat. Udah ah gue mau lanjut baca novel. Selamat menderita dipojok ruangan." Erina pergi sambil melambaikan tangannya di udara. Bibir Hasan tertarik ke atas saat melihat Erina sedang dalam goodmood. Sering sering saja seperti itu.
Hasan melanjutkan kegiatannya membersihkan perpus. Sebenarnya bisa saja ia kabur dan meninggalkan hukuman menyebalkan ini. Tapi karna diperpus ada Erina, mendadak semangat nya jadi membara dan ingin segera menyelesaikan tugas ini. Lagipula, nilai mata pelajarannya sudah terlalu buruk di pelajaran bu Fatma. Masa nilai sikap nya juga harus buruk. Kalau tidak naik kelas kan memalukan.
"Mba, itu buku buku yang dipojok ruangan sudah saya bersihkan. Kata bu Fatma laporannya ke mba," kata Hasan kepada penjaga perpus yang sepertinya sedang menulis data. Mba Ani, salah satu petugas perpus yang baik itu sampai tidak memalingkan wajahnya karna terlalu fokus. Ia hanya mengangguk saja dan sudah memperbolehkan Hasan untuk keluar. Hasan langsung menggendong tas ranselnya yang bahkan belum ia taruh dikelas karna langsung diseret oleh Bu Fatma.
"Oiya mba, liat cewe yang tadi pinjem novel nggak?" Hasan melihat sekeliling perpus tapi tidak menemukan Erina sedang membaca buku. biasanya gadis itu duduk dimeja yang telah disediakan oleh perpustakaan.
"Siapa? Erina?"
"Nah iya."
"Tadi keluar abis pinjem novel. Kayaknya buru buru gitu."
"Oke makasih mba."
"Sama sama."
..........
Saat Erina, Jenny dan Winda sedang makan dikantin, ada beberapa orang yang menoreh kearahnya dan sedikit berbisik bisik. Erina jadi risih dan bertanya apa ada hal yang aneh dari dirinya hari ini. Jenny dan Winda tidak menjawab. Mereka memberitahu pesan yang baru saja diposting di akun instagram surat kaleng Nubas tadi malam. Erina memang tidak pernah memfollow akun tersebut karna menurutnya sangat spam. Dan hanya orang orang gabut saja yang mengirim pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal My Wound
Teen FictionHasan Alvaro Wirasena, lelaki dengan sejota pesonanya. Pintar pada bidangnya. Selalu membuat siapapun yang ada didekatnya akan merasakan nyaman karna sifatnya yang menyenangkan. Tapi kalimat "membuat siapa saja nyaman berada didekatnya" tidak berlak...