Erina jarang mengalami moment ngeblank saat ujian. Karna Erina adalah tipe anak yang bisa dibilang sangat ambisius. Bahkan waktu SMP saja, Erina tidak memiliki banyak teman bahkan banyak yang tidak mau berteman dengannya karna ia tidak mau memberikan jawabannya kepada teman teman kelasnya. Kalau kata mereka tidak solid. Tapi ia tidak perduli. Erina selalu berusaha semaksimal mungkin untuk belajar malam nya. Agar saat Ujian akhir semester atau Ulangan harian pun nilai nya bisa maksimal.Tapi ia tidak tau kenapa saat kertas soal Ulangan Sejarah dibagikan, otaknya seperti kosong. Lalu hafalan dan pemahamannya bubar seketika. Ibaratnya tadi malam itu materi yang ia pelajari sampai masuk ke dalam mimpi. Ia sudah yakin kalau ulangan kali ini nilainya akan bagus.
Setelah semua sudah kebagian lembar soal serta lembar jawaban, Pak Muslih mengumumkan aturan dan tata cara ulangan versi dia. "Waktu ujiannya sampai jam pelajaran habis. Seperti biasa, saya membutuhkan jawaban yang singkat, padat dan jelas. Yang saya butuhkan disini pemahaman dan nalar kalian. Sudah saya bilang kalau setiap saya mau mengadakan ujian jangan pernah belajar dari buku paket. Tapi belajar dari catatan dan penjelasan saya. Waktu mengerjakan tujuh puluh menit dimulai dari sekarang."
Erina mencoba menarik nafas panjang dan berfikir positif kalau soal ulangan kali ini akan bersahabat dengannya. Lalu ia mencoba mencari soal yang mudah dari sepuluh soal yang telah diberikan Pak Muslih.
Empat puluh lima menit berlalu dan empat soal sisa nya tidak bisa Erina kerjakan karna bingung ingin menjawab apa. Ia melihat Winda disampingnya juga kebingungan dan garuk garuk kepala. Sepertinya tingkatan soal kali ini lebih sulit dibanding kemarin. Ya walaupun ulangan sebelumnya Erina dapat enam puluh. Tapi itu lebih baik daripada Bunga yang mendapatkan empat puluh.
"Nyerah deh gue. Remed remed aja sekalian. Nggak ngerti lagi," Ucap Erina agak berbisik supaya tidak terdengar oleh Pak Muslih yang sedang memeriksa kertas jawaban kelas sebelah yang sudah lebih dulu ulangan.
"Sama. Kepala gue sampe pening banget dah," balas Winda dengan suara pelan juga.
"Yang sudah bisa dikumpulkan ya," Kata Pak Muslih yang sudah berdiri untuk keliling melihat jawaban.
"Belum pakkkk," Jawab seisi kelas kompak.
"Saya kan Cuma kasih tau. Siapa tau Hasan udah selesai."
Mendengar nama Hasan disebut, Erina langsung memutarkan bola mata nya karna malas. Hasan lagi Hasan lagi.
"Berapa menit lagi san?" tanya Pak Muslih.
Hasan yang daritadi masih sibuk menulis dikertas jawabannya akhirnya membuka suara untuk menjawab pertanyaan Pak Muslih. "Sepuluh menit pak. Sisa dua soal"
Semua hanya bisa menganga setelah mendengar jawaban Hasan. Ia bisa dibilang lumayan jago mengambil point point penting yang dijelaskan Pak Muslih. Selain analisa dan pemahamannya yang kuat, Hasan juga pandai merangkai kata kata.
"Remedial kali ini ada tingkatannya ya. Jadi berusahalah agar kalian tidak remedial. Saya pastikan nilai terbawah diulangan ini akan sedikit kerepotan. Karna tingkatan ulangan saat ini agak lebih tinggi dari sebelumnya."
Erina menghela nafas panjang. "Tuh kan Win bener dugaan gue."
"Semoga kita nggak remed," ucap Winda dengan penuh harapan.
"Amin. Walaupun nggak yakin."
"Oh iya satu lagi. Nanti habis istirahat kedua nilai langsung keluar. Jadi bapak kasih ke Hamka untuk dibacakan siapa saja yang remedial."
Kan. Ulangan saja belum selesai. Tapi Pak Muslih sudah sebut sebut kata remedial. Mendengar kata Remedial langsung membuat Erina lemas. Tak lama, suara bangku kegeser terdengar. Semua langsung menoreh kebelakang saat melihat Hasan berdiri dari bangku nya dan berjalan ke depan untuk memberikan kertas jawabannya pada Pak Muslih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal My Wound
Teen FictionHasan Alvaro Wirasena, lelaki dengan sejota pesonanya. Pintar pada bidangnya. Selalu membuat siapapun yang ada didekatnya akan merasakan nyaman karna sifatnya yang menyenangkan. Tapi kalimat "membuat siapa saja nyaman berada didekatnya" tidak berlak...