Setelah berdebat panjang dengan Hasan, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk makan di Solaria. Awalnya Erina kekeh pada pendiriannya mengajak Hasan makan sushi. Tapi karna Hasan bilang sushi saja tidak bisa mengganjal perutnya, akhirnya Erina menurut dan mengikuti lelaki itu makan Solaria. Sepertinya Hasan memang butuh makan sekali.
Sambil menunggu pesanan datang, Hasan membalaskan pesan teman temannya yang menanyakan dimana keberadaannya, bagaimana keadaannya, sampai pesan dari Naufal yang bertanya ia masih hidup atau sudah mati. Hasan tertawa sendiri sampai membuat Erina takut karna melihat lelaki itu. Tadi setres, kusut, seperti mayat hidup. Tapi sekarang sudah kembali normal dan sepertinya gila nya sudah mulai keluar.
Erina duduk dengan gelisah. Antara ingin bertanya atau tidak. Kalau bertanya merasa tidak enak, tapi kalau tidak bertanya sudah terlanjur janji pada Tania. Karna dari tadi gadis itu menitipkan sesuatu untuk Erina tanya kan pada Hasan. Awalnya ingin menolak, tapi tidak jadi karna Tania terus terusan memohon sampai mau menangis.
Hasan yang sedikit terganggu dengan pergerakkan Erina akhirnya membuka suara. "Pacar nungguin? gelisah banget dari tadi kaya orang takut ketauan selingkuh."
Erina mendengus. "Ngawur lo!"
"Terus kenapa? "
"Bukan masalah tell me tell me dodol. Masalahnya gue nggak tau cara nanya nya gimana."
Hasan yang sepertinya sudah tau kemana arah pembicaraan Erina langsung menebak nya dengan tepat. "Nyokap ya?"
Erina mengangguk perlahan. Karna merasa ini privasi keluarga mereka. Sebelumnya Erina tidak pernah bertanya tentang masalah orang lain sampai sejauh ini. Karna menurutnya semua punya batasan batasannya masing masing. Mereka yang tau mana yang boleh diberi tau dan mana yang tidak.
"Nanti gue ceritain dimobil. Biar ngobrolnya lebih privasi."
Erina mengiyakan ucapan Hasan. Bertepatan dengan suasana yang tiba tiba hening, makanan mereka datang. Lalu, tak lama ponsel Erina berdering. Nama Randy muncul pada layar ponselnya. Sepertinya ia sudah terlalu lama meninggalkan toko buku.
Erina langsung memberi tau Hasan siapa yang menelfonnya. Tanpa persetujuan dari Erina, Hasan langsung merebut ponsel Erina dan mengangkat telfon dari Randy.
"Halo Erina? Abang udah ditoko buku. kok kamu nggak ada?" sahut Randy dari sebrang.
"Pinjem dulu ya bos ade lo," ucap Hasan yang berhasil membuat Randy mengumpat dari sebrang sana.
"Heh tai!! Kurang ajar lo ngilang lima hari kaya orang mati! Mana ngeselin banget lagi balesnya. Terus sekarang malah ketemu Erina duluan dibanding gue. Sialan," maki Randy yang sepertinya beneran kesal dengan ulah Hasan.
"Yailah, baru lima hari gue tinggal ke Bandung udah geger aja. Lagian gue butuh liburan bos. Pusing amat sekolah mulu."
"Lo dimana sekarang? Biar gue susul. Biar nambah masa liburan lo, gue hajar sini."Hasan tertawa saat mendengar ucapan Randy barusan. Terkesan seperti ibu tiri yang jahat pada anaknya.
"Gangguin orang lagi pacaran aj—"Belum sempat Hasan menyelesaikan kalimatnya, Erina sudah lebih dulu mencubit lengannya sampai merah.
"Aduh rin sakit astaga," Jerit Hasan sambil mengusap lengannya."Sumpah kayaknya emang hobi lo nyiksa gue ya?"
"Rasain! Siapa suruh ngomong seenak jidat."
Randy yang mendengar dari sebrang sana tertawa sampai perutnya sakit. Akhirnya Hasan memutuskan sambungan telfon dan mengembalikan handphone Erina.
...........
"Kalo lo ngerasa nggak perlu ceritain masalah keluarga lo ke orang lain, lo nggak usah cerita. Gue bisa jelasin ke Tania nanti kalau lo nggak sanggup nyeritain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal My Wound
Teen FictionHasan Alvaro Wirasena, lelaki dengan sejota pesonanya. Pintar pada bidangnya. Selalu membuat siapapun yang ada didekatnya akan merasakan nyaman karna sifatnya yang menyenangkan. Tapi kalimat "membuat siapa saja nyaman berada didekatnya" tidak berlak...