Hari ini adalah hari yang membingungkan menurut Erina. Karna dia harus memilih dua pilihan yang sebenarnya sama sama penting. Mengedit tugas vidiografinya yang ia kerjakan seminggu lalu karna mau dikumpulkan hari senin atau menonton Jenny bermain basket hari ini karna sahabatnya itu masuk semifinal. Menurutnya dua hal itu bukan pilihan karna sama sama penting. Dan sekarang, kepalanya mendadak pening karna chat dari Jenny terus terusan masuk ke ponselnya.
Jenny Maude: Erinaaaaaaaaaa, harus nonton pokoknya
Jenny Maude: Kalau nggak nonton marah pake banget
Jenny Maude: Awas ajaaaaa
Jenny Maude: rin?
Jenny Maude: Jadi nonton kan? :(
Pesan terakhir dengan disertai emot sedih membuat Erina tidak tega dan mengiyakan pesan Jenny. Biarlah tugas sejarah itu kerjakan dengan sistem kebut semalam.
Akhirnya Erina beranjak dari tempat tidurnya untuk pergi ke kamar abangnya. Sama seperti basket, Futsal pun masuk semifinal. Semalam Randy sibuk bercerita dengannya.padahal responnya sekedar iya dan mengangguk saja. Tapi sepertinya Randy sangat bersemangat.
Tanpa mengetuk pintu, Erina langsung membuka knop pintu kamar Randy dan masuk kedalam. Randy masih asik berbaring dikasurnya sambil menempelkan ponsel ke telinganya. Erina yakin abangnya sedang telfonan dengan seseorang.
"Bang, nebeng ke smaju dong," ucap Erina sambil menggoyang goyangkan lengan Randy.
Randy menoreh sebentar ke Erina. "Bentar de, lagi telfon temen," ucap Randy dengan sedikit berbisik.
Erina mengangguk lalu menarik kursi dan duduk di dekat meja belajar sambil menunggu Randy menyelesaikan telfonnya. Ia mengamati meja belajar Randy yang penuh dengan sketsa gambar. Ia heran, sebenarnya Randy itu punya bakat menggambar dari siapa. Karna setaunya, tidak ada yang bakat menggambar didalam keluarganya ayah maupun bundanya.
"Kenapa? Keren ya gambarnya?" ucap Randy dari belakang.
Erina mengangguk antusias. Karna gambar Randy bukan bagus lagi, tapi bagus banget.
Karna melihat Randy sudah tidak memegang ponselnya, Erina memberitau maksud tujuannya datang ke kamar abangnya. "Nanti nebeng dong, mau ikut nonton cup."
"Tumben, mau liat siapa disana?"
"Aku mau nonton Jenny tanding."
"Tapi abang nggak bawa motor, nebeng mobil Hasan nanti."
"Yahh, kok gitu?"
Randy langsung menunjuk tas yang ia taruh di dekat tempat tidurnya. "Itu kostum pemainn semua nya disitu. Abis di laundry sama anak anak beberapa hari sebelum pertandingan. Cuma ditaruh disini karna laundry paling murah itu yang ada didepan komplek rumah kita doang."
"Yah, yaudah deh aku naik ojek online aja."
"Bareng aja sih, orang mobil Hasan juga kosong. Nanti pulangnya gampang lah."
Tanpa berfikir panjang, akhirnya Erina mengiyakan ucapan Randy untuk nebeng dimobil Hasan. Lagipula ia pergi bertiga. Tidak hanya berdua dengan Hasan. Jadi sepertinya ia tidak perlu takut untuk digosipkan satu sekolahan karna pergi dengan lelaki itu.
Selang beberapa menit setelah Erina siap, Randy turun dengan beberapa bawaan ditangannya. Karna terlihat kerepotan, Erina membantunya untuk menaruhnya diruang keluarga. Jadi saat Hasan sampai tinggal memasukkan barang barang ini kedalam mobil lelaki itu. Hari ini rumah tidak ada orang sama sekali karna semua pergi ke Bandung. Salahsatu sepupu mereka ada yang ingin menikah esok hari. Awalnya Erina diajak, cuma ia menolak karna ingin menyelesaikan tugas sejarah yang dikumpul senin nanti. Kalau Randy sudah pasti tidak ingin ikut karna pertandingan futsalnya kali ini sangat penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal My Wound
Teen FictionHasan Alvaro Wirasena, lelaki dengan sejota pesonanya. Pintar pada bidangnya. Selalu membuat siapapun yang ada didekatnya akan merasakan nyaman karna sifatnya yang menyenangkan. Tapi kalimat "membuat siapa saja nyaman berada didekatnya" tidak berlak...