Ujian akhir semester sudah selesai dilaksanakan. Biasanya, ada selang beberapa hari sebelum guru guru mengadakan remedial. Biasanya waktu ini yang ditunggu tunggu oleh semua siswa. Karna biasanya semua siswa bebas berada diluar kelas kecuali membolos. Hal itu memang sangat menyenangkan. Apalagi kalau melihat anak laki laki bermain futsal dilapangan indoor. Biasanya disaat saat seperti ini Erina sedang sibuk diperpus belajar untuk mempersiapkan olimpiade nya. Tapi karna tahun ini santai, ia mengikuti keinginan Winda untuk nonton pacar kesayangannya main bola.
"Lo lagi ada masalah sama Hasan ya rin?" tanya Jenny yang tidak tau sama sekali ada apa tentang mereka. Winda yang sudah tau kemana arah pembicaraan Jenny mengalihkan pandangannya.
Saat ini mereka bertiga sedang ada di tribbun karna bosan ke kantin. Mereka bertiga memutuskan untuk membawa bekal dan makan ditempat lain selain dikelas ataupun dikantin. Karna biasanya tribbun ramai dengan anak laki laki yang bermain futsal dan beberapa anak lainnya yang menonton sambil menyantap bekalnya.
"Engga. Bisa aja sih." jawab Erina santai.
Jenny menatap Erina dengan curiga. "Masa sih? tapi kok dia beda banget? Nggak kaya biasanya."
Erina mengangkat bahu nya. Sejak kejadian Hasan mengantarnya pulang, mereka tidak lagi bertegur sapa sampai hari ini. Baik Hasan maupun Erina sama sekali tidak ada yang ingin membuka obrolan. Kalimat yang waktu itu Hasan ucapkan membuatnya tidak terlalu merepotkan Randy.
"Eh gue beli minum dulu ya. Kalian mau nitip nggak?" tanya Erina yang berusaha menghindar dari pertanyaan Jenny selanjutnya. Karna ia yakin sahabatnya akan bertanya lebih lanjut.
Winda mengambil uang dari saku bajunya lalu memberikannya pada Erina. "Air mineral satu."
"Nitip juga air mineral," tambah Jenny. "Tapi uangnya diatas. Nanti diganti ya rin."
"Iya santai. Pakai uang gue dulu."
Erina akhirnya keluar dari lapangan indoor menuju koperasi yang tidak berada jauh dari lapangan. Sebenarnya bisa saja ia ke kantin olahraga. Tapi karna banyak cowo ia jadi malas.
"Bu, air mineral nya tiga ya." ucap Erina sambil mengambil beberapa permen. "Sama permennya tigaribu."
"Jadi limabelas ribu neng. Tapi ibu nggak ada kantong plastik gimana?"
"Nggak papa bu. Bisa kok saya bawanya."
"Beneran bisa?" tanya ibu koperasi yang sedikit tidak enak.
"Iya beneran." Erina langsung mengambil tiga botol air mineralnya dan segera kembali ke tribun.
Tinggal beberapa langkah lagi sampai di lapangan indoor, ia melihat dari sudut mata kanannya, laki laki yang ia kenal bau parfumnya yang khas berjalan mendahuluinya. Laki laki itu berjalan tanpa menegurrnya atau menjahilinya seperti biasa. Seharusnya ia senang karna yang ia mau dikabulkan oleh Hasan. Tapi saat melihat punggung Hasan dari belakang rasanya yang ia katakan waktu diparkiran sangat salah dan terlalu melukai laki laki itu. Selama ini Hasan memang tidak pernah marah apalagi sampai mendiaminya seperti itu. Paling paling kalau mereka berdua benar benar ribut besar Hasan akan kembali menjadi normal esok harinya.
Karna terlalu lama melamun dan tidak melihat sekeliling, Erina mendengar suara teriakan yang cukup keras sebelum akhirnya tubuhnya terpental karna terkena bola yang lumayan keras mengarah kearahnya. Lalu dahinya terbentur tiang.
Erina tersentak hebat dan merasakan pusing yang luar biasa dikepalanya.
"ASTAGA ERINAAAAA," teriak salah satu yang berada dilapangan itu. Erina tidak melihat jelas karna pandangannya mulai berbayang. Beberapa orang yang berada dilapangan indoor mulai mendatangi nya termaksud Winda dan Jenny yang langsung berlari ke arah lapangan dari tribun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal My Wound
Teen FictionHasan Alvaro Wirasena, lelaki dengan sejota pesonanya. Pintar pada bidangnya. Selalu membuat siapapun yang ada didekatnya akan merasakan nyaman karna sifatnya yang menyenangkan. Tapi kalimat "membuat siapa saja nyaman berada didekatnya" tidak berlak...