Bagian 2

35 5 0
                                    

Erina adalah anak terakhir dari empat bersaudara sekaligus anak perempuan satu satunya dikeluarga. Dulu, bundanya pernah cerita kalau ia berharap anak ketiga mereka saat itu perempuan. Tapi itu tidak terkabul karna lagi lagi anak mereka laki laki. Tak lama Randy lahir, bundanya sudah hamil lagi. Saat kehamilan bundanya yang keempat, ia sudah tidak berharap lagi. Mau perempuan ataupun laki laki yang penting sehat. Itu saja cukup. Saat hamil pun bundanya tidak memeriksa apa jenis kelamin anaknya. Saat lahir, dokter bilang kalau anak mereka perempuan. Rasanya hari itu adalah hari yang paling membahagiakan bagi keluarga Hamid. Akhirnyas etelah sekian lama mereka punya anak perempuan.

Saat kecil Erina sangat senang dijaga oleh ketiga abangnya. Terutama sama Randy yang hanya berjarak satu tahun lebih diatasnya. Sejak kecil hidup Erina selalu ada Randy. Bahkan sampai menginjak remaja. SD,SMP, bahkan sampai SMA kedua orang tua mereka menyekolahkan Randy dan Erina ditempat yang sama. Bahkan orang mengira kalau mereka anak kembar. Padahal bukan.

Bisa dikatakan Erina orang yang sangat tertutup dan jarang berteman dengan banyak orang. Ia lebih suka ke toko buku dibanding nonton konser. Sifat itu sangat bertolak belakang dengan Randy yang banyak sekali teman dan sangat terbuka pada siapapun.

Menjadi anak terakhir dan perempuan satu satunya mulai tidak menyenangkan saat Erina memasuki masa remaja. Ia selalu diantar dan dijemput oleh supir sebelum Randy punya SIM. Tapi karna Randy sudah berusia 18 tahun, semua hidup Erina tergantung oleh Randy. Dan itu sedikit menyebalkan baginya. Walaupun ia tahu maksud ayahnya seperti itu karna tidak ingin Erina kenapa napa.

"De turun yuk dulu makan," Teriak bunda dari lantai bawah. Erina langsung menutup laptopnya dan turun untuk makan malam. Hal yang ia sukai berada ditengah tengah keluarga ini karna hal seekcil apapun mereka lakukan agar punya waktu kumpul walaupun semua sibuk. Seperti makan malam yang tidak boleh tertinggal, malam minggu yang kadang dipakai untuk nonton film sampai larut malam, dilanjut hari minggu pagi dimanfaatkan untuk sarapan bersama dan bersih bersih rumah. Hal sekecil itu yang membuat Erina selalu nyaman berada dirumah ini.

"Kamu mau ambil apa Ren kuliah nanti? Sudah sebentar lagi loh. Bulan depan kamu sudah semester dua. Harus fokus ujian nasional sama Ujian masuk perguruan tinggi," kata ayah menasehati. Menurut Ayah, pendidikan adalah nomor satu. Itu sebabnya kenapa Ayah selalu berdiskusi pada semua anaknya ingin menjadi apa dimasa depan. Jangan sampai ada keterpaksaan. Karna masa depan bukan mainan.

"Kayaknya ambil Teknik sipil deh yah. Cuma dimana nya itu belum tau," jawab Randy sambil menyendok nasi ke piring.

"Kamu mau nya diluar kota atau jakarta?"

"Kalo Randy diluar kota kasian nih bocah satu ini," jawabnya sambil memberantaki rambut Erina.

Erina memandang Randy dengan sinis "Emang aku anak kecil apa yang harus dijagain terus. Aku kan udah gede,"

"Ih kamu mah anak kecil terus" kali ini Robi yang berbicara. Abangnya yang kedua. Yang super sibuk sama skripsinya yang terus terusan ditolak dosen.

Semua kompak tertawa saat wajah Erina berubah menjadi cemberut. Dari kecil memang Erina itu selalu menjadi korban ledekkan abang abangnya karna dulu super manja. Tapi sekarang malah super mandiri. Selama bisa mengerjakan sendiri, Erina tidak akan meminta bantuan orang lain.

"Udah si bang kalo emang mau diluar kota yaudah sanaa pergi hus hus."

"Terus nanti kalau digangguin mau ngadu sama siapa?,"

"Ih aku nggak pengaduan. Beneran deh ayah," katanya sambil menoreh ke arah ayahnya yang sebentar lagi akan tertawa.

"Bohong yah. Kalau disekolah nih, satu sekolah juga takut sama dia karna wajahnya datar begitu."

Heal My WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang