Chapter 26

14.3K 2K 344
                                    

Airell secepatnya keluar dari mobil, disusul Galen yang langsung mengambil jarak sedikit jauh untuk melihat apa yang terjadi di atas mobilnya. Tubuh cowok itu membeku menatap Mira yang terpejam tak bernyawa, darah yang keluar dari kepalanya mengalir deras ke seluruh bagian mobil Galen.

Sementara Airell, mata gadis itu membulat sempurna. Tubuhnya lemas, Airell mundur beberapa langkah; sebenarnya dia tidak cukup kuat melihat darah. Airell trauma di dunianya sebagai Racia— darah yang mengalir dari suatu tubuh akan membuatnya kehilangan orang itu. Ingatannya kembali berputar, pada kenangan yang sudah bersusah payah Racia lupakan.

"Airell!" Galen yang awalnya berjalan mendekati gadis itu, mempercepat langkah dan menangkap cepat tubuh Airell yang hampir limbung.

Orang-orang yang berada di dalam gedung mulai keluar, memotret jasad Mira dan beberapa paparazi yang tadinya bersembunyi untuk mengawasi secara diam-diam sudah memunculkan dirinya. Bahkan, mereka memiliki video Mira saat melompat dari atas gedung, beritanya akan segera naik besok dan mereka pasti mendapatkan promosi dari perusahaan.

Orang-orang laknat itu tidak memikirkan keluarga Mira, bagaimana keadaan rohnya yang tetap dijadikan bahan gosip dan sumber uang bahkan setelah mati. Nyatanya kematian itu bukan jalan yang membawa Mira pada ketenangan, dia hanya akan semakin menyiksa dirinya saja.

"Mami, masih hidup kan. Gal?" Tanya Airell pelan, matanya menatap Galen dengan cerah— mengharapkan jawaban yang bisa membawa Airell pada keterangan di saat kini ia terpuruk di dalam lubang tanpa cahaya.

Galen menggeleng pelan, membuat Airell menghembuskan nafas panjang; berat, seraya memejamkan matanya sejenak. Begitu Airell melihat ke arah Mira lagi— tulisan di keningnya dapat terlihat dengan jelas, dimana tanggal itu masih samar beberapa bulan yang lalu.

Kini ia mengerti, tanggal yang tertulis di kening Mira dan siswi GANESHA. Airell bisa melihat tanggal kematian mereka yang hampir dekat, harusnya Albar juga begitu, karena dia melihatnya kemarin bersama Airell.

Andai saja Airell lebih cepat sadar.

Andaikan dia bisa memecahkan teka-teki ini sejak awal.

Lagipula memangnya Airell bisa apa kalaupun ia tau? Menentang sistem? Dirinya saja hampir beberapa kali mati karena tidak patuh mengikuti perannya.

"Airell, apa yang terjad— Hahh!" Rina memegang dadanya shock, wanita itu langsung jatuh ke atas paving. Matanya melebar menatap Mira di atas sana, di detik yang sama Rina langsung menangis sejadi-jadinya.

"Mira, lo kenapa lakuin hal bodoh begitu sih. Begooo!"

***

Cuaca tidak dalam keadaan baik siang ini, banyak orang-orang yang berkumpul di pemakaman; ikut memakamkan mendiang Mira Zenaya yang kabar kematiannya sudah tersebar luas ke seluruh manca negara. Seorang wanita karir yang sukses menjadi model dan telah terpajang wajahnya dimana-mana, akhir-akhir ini mendiang sering menjadi gosip di media sosial. Kehidupan pribadinya di konsumsi publik sejak berita perceraian Mira.

Mulai saat itu, karirnya sudah tak baik-baik saja. Agensi Mira bukannya meredakan malah menutup kedua mata dan telinga mereka, menganggap seolah tak ada apapun yang terjadi. Karena hujatan-hujatan netizen semakin menaikkan popularitas Mira; itulah Indonesia, dimana artis akan semakin terkenal saja dengan rumor negatifnya.

Banyak pihak yang mengambil kesempatan dalam kesempitan dalam keterpurukannya, bahkan di saat mendiang sudah masuk kedalam tanah. Masih ada saja yang menyebarkan video aksi bunuh diri Mira, dunia benar-benar kejam. Dimana kematian tidak menjanjikan ketenangan, tetapi hidup pun bagaikan neraka yang dirasakan sebelum waktunya. Lantas, jiwa-jiwa yang sudah terlahir itu harus bagaimana? Hidup memang tak tertebak akan berjalan seperti apa, terlalu banyak kejutan yang muncul di tengah hiruk-pikuk manusia itu sendiri.

"Turut berduka cita, Rell." Ucap Aiden ingin menyentuh bahu Airell, namun sang empu segera menghindar dan bersembunyi dibelakang Galen.

Aiden menatap tangannya sendiri dengan kaku, lalu secepat kilat menarik kembali agar ia tak terlalu lama merasa malu. Semua teman-teman Airell turut mendampinginya selama proses pemakaman Mira, bahkan ada anak-anak GANESHA lain ikut memberikan bela sungkawa.

Ada Jarrel juga di sana, dan Brahyuda yang berdiri dengan cool di samping gundukan tanah. Sementara Astari tidak bisa ikut sebab usia kandungannya yang sudah tua, sehingga membuat Astari kesusahan untuk berjalan terlalu jauh.

"Airell, papi—"

"Pulang aja pi, sama kakak. Kasihan bunda ga ada temennya, aku izin di sini agak lama ya." Potong Airell cepat sembari memberikan senyum tipis. Brahyuda mau tak mau mengangguk, dia tau jika Airell pasti sangat sedih kehilangan maminya dan Brahyuda tak bisa egois.

Pria itu segera kembali menuju kediaman Verdigan bersama putra tirinya, sekarang hanya tersisa; Airell, Galen, Chika, Albar, dan Raden. Sementara Aiden sudah pamit pulang setelah Airell terang-terangan menghindar darinya.

"Airell, jangan terlalu lama sedih ya. Setelah ini, lo harus kembali senyum, karna senyum lo adalah anugrah Airell." Ucap Raden berpindah tempat ke samping gadis itu, Airell mengangguk dengan janjinya tidak akan berlarut dalam kesedihan.

"Turut berduka cita untuk tante, maaf gue ga bisa lama-lama." Lanjut Raden, mengusap kepala Airell sebentar sebelum pamit. Ia harus segera pergi karena Raden mendadak memiliki keperluan yang mendesak.

"Hm, makasih Raden. Hati-hati ya," Ucap Airell, Raden menganggukkan kepalanya lalu melangkah pergi dari sana.

Setelah kepergian Raden, kini giliran Chika yang mendekat. Memeluk tubuh sahabatnya itu dan mengusap punggung Airell dengan penuh sayang. "Lo ga pernah sendiri Airell, ada gue. Selalu banyak orang yang sayang sama lo..." Bisik Chika.

Tak lama Chika pun pamit undur diri tersisa kedua cowok yang masih setia bersama Airell, mungkin Albar lebih dulu pamit karena cowok itu terlihat mendekat ke arahnya. Airell berpikir Albar juga akan berpamitan, namun ternyata salah— cowok itu malah menarik Airell kedalam dekapannya membuat Galen yang melihat itu mengepalkan kedua tangannya erat.

"Maaf, gue ga jelasin dari awal tentang tulisan itu..." Bisik Albar sangat pelan, berusaha tidak sampai di dengar oleh Galen. Airell menganggukkan kepalanya di dada bidang Albar, semakin mengeratkan pelukan untuk mencari kenyamanan. Rasanya Airell lelah, meski ia tak ada menangis. Namun terdiam sambil melamun membuat energi Airell perlahan terkuras, ia butuh sandaran saat ini. Mentalnya sudah terguncang dengan apa yang terjadi belakangan waktu.

"It's okey, tapi harusnya lo bilang aja biar gue ada persiapan." Bisik Airell balik.

"Gue minta maaf lagi Airell, lo pasti trauma liat darah kan. Beberapa hari lalu juga di sekolah, lo liat siswi itu jatuh dan darahnya pasti buat lo takut."

"Gue kuat Bar, cewek strong kaya gue ga akan kalah sama darah doang. Dia itu cuma cairan jelek yang bikin mata gue sakit, ga bakal hidup dan bunuh gue juga." Albar terkekeh kecil mendengarnya.

Kedua manusia itu asik berbisik dengan posisi saling berpelukan, tidak menyadari masih ada sosok yang berdiri di sana. Menghela nafasnya pelan, sungguh berada di situasi seperti ini sangat menguji kesabaran dan emosi Galen.

Tbc...

Sel, 23 August
Awa; pada kasihan sama Mira, gak?

Maapkeun akuu:) clue-nya udah banyak dari part awal mwuehehe.

Spam nextt dong!

Enaknya kapan lagi double up? Target aku pengen nyelesain work ini cepet. Ada yang pengen dilanjutin selain cerita ini wkwkwk.

CHARACTER NOVEL? I'm? [TERBIT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang