Chapter 40

9.4K 1.3K 111
                                    

Di ruang ICU sebuah rumah sakit daerah Jogja, dilantai itu sepi sekali. Karena ruangannya memang dikhususkan untuk lebih tenang dibanding ruangan lain, cahaya juga tidak terlalu terang membuat kesan tempat itu agak sedikit menyeramkan.

Brahyuda berjalan mondar-mandir sambil mencoba menelpon putra sulungnya, sejak kemarin malam Jarrel tak bisa dihubungi. Begitupun dengan Airell, membuat pria itu tidak bisa tenang sedikitpun. Sementara didalam ruangan ICU sana Astari sebentar lagi akan melahirkan karena pagi tadi ia terjatuh membuat ketubannya pecah dan harus segera di operasi.

"Astaga, mereka ini pada kenapa? Handphone dua-duanya gak aktif dari kemarin," Keluh Brahyuda, lalu mencoba menghubungi telepon rumah.

Tuttt...

"Maaf nomor yang anda tuju sedang sibuk."

Alih-alih terhubung, Brahyuda malah mendengar suara operator membuatnya menghembuskan nafas kasar.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Gumam pria itu, suasana hatinya tidak cukup baik karena ini pertama kalinya Airell tidak bisa dihubungi. Dia mengkhawatirkan putri kesayangannya itu, takut jika terjadi sesuatu yang buruk dengan keadaan Brahyuda dan Astari diluar kota. Kini sang istri pun akan segera melahirkan anak pertama dari pernikahan mereka beberapa bulan lalu.

"Airell, papi mohon angkat sayang." Brahyuda kembali mencoba menelpon Airell, berharap kali ini akan diangkat oleh putrinya.

Tuttt...

"Halo pi?" Sapa Airell dengan suara yang serak dan hampir menghilang diseberang sana, jantung Brahyuda berdegup kencang mendengarnya.

"Sayang, ada apa? Kenapa kamu nangis nak? Semuanya baik-baik saja, kan? Kakak gimana?" Tanya Brahyuda khawatir.

Hening, Airell belum menjawab setelah sekian lama. Brahyuda tak mendengarkan sahutan dari putrinya itu, hingga ia kembali memanggil Airell.

"Airell, kamu dengar suara papi?"

"Hm, aku dengar. Pi..." Panggil Airell pelan, seperti berbisik dengan nada yang sedikit bergetar.

"Iya, sayang? Kenapa, nak?"

"Aku mohon cek CCTV rumah, tangkap cowok itu Pi... Dan gadis pembunuh itu, papi harus laporin mereka ke polisi. Aku ga mau mereka hidup bebas."

Mata Brahyuda melebar mendengar kata pembunuh dan permintaan Airell, "Okey. Papi akan minta sekertaris papi mengecek CCTV dirumah, sekarang kamu gimana? Kenapa Airell nangis, nak?"

Tangisan putrinya adalah ketakutan terbesar Brahyuda, apalagi kini dia sedang meninggalkan Airell. Sementara Brahyuda belum mengetahui kabar Jarrel dan lokasinya saat ini. Rasanya pria itu ingin terbang ke Jakarta sekarang juga, tapi tidak mungkin mengingat keadaan Astari.

"Aku kacau, pi... Aku lagi enggak baik-baik aja."

"Sekarang kamu dimana? Papi bakal coba hubungi Jarrel, tetap di sana Airell." Brahyuda baru ingin menghubungi sekertaris nya dengan handphone lain untuk mencari keberadaan Jarrel sekaligus memastikan situasi dikediaman Verdigan, Brahyuda yakin putrinya itu sedang berada di rumah. Terlihat dari lokasi Airell pada handphonenya yang baru aktif beberapa menit ini.

Tiba-tiba terdengar suara tawa yang kencang, Airell tertawa hambar mendengar perkataan Brahyuda. "Coba aja, papi telpon dia. Cowok itu ga bakal mungkin muncul setelah kabur bersama seorang pembunuh, orang yang papi suruh jaga aku. Hampir melecehkan aku, pi... Kalau aku enggak kacau hari ini, berarti aku sudah hancur dan rusak. Tapi takdir lebih milih aku kehilangan daripada terpuruk, dan sebenarnya sekarang aku merasakan keduanya."

CHARACTER NOVEL? I'm? [TERBIT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang