5 - Latihan Berjalan

7.3K 1.2K 34
                                    

Bocah 15 tahun itu terduduk di lantai kamarnya. Meluruskan kaki dan bersandar pada meja belajar. Kembali berdiri dan menyingkirkan crutch-nya, mencoba berjalan tanpa bantuan alat apapun. Satu langkah, dua langkah, lalu terjatuh lagi. Terus seperti itu sampai akhirnya lelah sendiri.

Ia mengacak rambutnya frustasi. Meraih ponsel di atas kasur ia mendapatkan sebuah pesan dari orang yang telah menjadi temannya hampir dua tahun ini.

Haidar🌞

Pelan-pelan aja, Ren. Tidak perlu langsung bisa. Besok latihan bersamaku lagi.

Oiya, aku tadi dapat satu tikus di dapur. Keju darimu aku jadikan umpan sedikit haha.
20.43

Renza langsung tersenyum setelah membaca pesan dari bocah itu. Yang tadinya kesal, seketika perasaannya menjadi lebih baik. Ia langsung membalas pesan dari Haidar tanpa berlama-lama. Setelah itu ia bersiap untuk tidur.

Ya, tadi siang sepulang sekolah Renza mampir ke rumah Haidar untuk latihan jalan tanpa tongkat. Sudah tiga hari mereka melakukan ini. Dulu Renza pernah ikut terapi, tapi itu tidak lagi berlanjut saat tidak ada kemajuan pada kaki Renza. Sekarang ia ingin mencobanya lagi bersama Haidar.

Haidar bilang, jika ia sudah bisa berjalan tanpa tongkat Haidar akan mengajaknya ke sebuah bukit untuk melihat bintang. Jelas Renza semangat untuk hal itu, karena belum pernah ia naik ke atas bukit dan melihat pemandangan yang indah dari atas sana.

Di tengah tidurnya yang nyenyak Renza terbangun. Ia melihat ke arah jam digitalnya, pukul 23.58. Dia bangun karena mendengar suara rintihan seseorang. Karena penasaran, Renza berniat mengecek ke luar kamar.

Begitu terkejutnya dia saat menyadari suara itu dari dalam kamar Juan. Ia ketuk pintu itu namun tak ada sahutan dari dalam. Dibukanya pintu dengan perlahan. Matanya langsung menangkap sosok Juan yang tengah menggigil di balik selimut tebal.

"Kak, bangun Kak." Renza menepuk pelan bahu Juan.

Disentuhnya kening Juan dan terasa panas di kulitnya. Segera ia berlari dengan susah payah menuju dapur untuk mengambil air kompres. Ia tak tega jika harus membangunkan ayah atau mama, besok mereka harus bekerja.

Menaiki tangga dengan hati-hati karena satu tangannya membawa air di baskom dan satunya lagi memegang crutch untuk menopang tubuhnya. Segera ia letakkan handuk basah itu di kening Juan. Renza mengganti sesekali saat dirasa kompresan itu sudah kering.

Hingga pukul dua dini hari bocah itu masih mengawasi kakaknya yang terkadang mengigau tidak jelas. Renza tidak tega jika meninggalkan Juan sendirian hingga pada akhirnya ia tertidur di samping sang kakak.

Sulung itu membuka mata dan terkejut ada Renza yang tidur di kamarnya. Ia baru sadar ternyata sedang sakit dan Renza yang sudah membantunya semalam. Ia memijit keningnya lalu menghela napas.

Pintu terbuka menampilkan sosok Riana yang sudah siap hendak bekerja.

"Bangun." Ucap Riana dingin. Juan memandangi mamanya.

"Bangun Renza!" Suara Riana meninggi sambil menggoyang-goyangkan tubuh Renza dengan kasar.

Anak itu terperanjat saat mengetahui ada Riana di sana. Sedangkan Juan hanya diam.

"Kamu mau bolos sekolah, iya? Udah hampir jam tujuh dan kamu baru bangun. Mandi sekarang cepat!" Perintah Riana sambil menunjuk ke arah luar kamar.

"I-iya. Maaf, Ma." Renza langsung turun dari kasur dan meraih tongkatnya. Ia buru-buru masuk ke kamarnya untuk bersiap.

"Kamu kenapa sayang?" Tanya Riana lembut sambil mengusap kepala Juan.

Renza yang masih di ambang pintu menoleh ke arah ibu dan anak itu. Ada kesedihan yang terpancar di sana. Anak itu lantas memalingkan wajah dan segera menutup pintu.

Dear Renza [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang