Dua hari tidak pulang ke kosan dan tak memberi kabar sama sekali membuat Zoya semakin khawatir dengan kondisi Renza. Seharian ini ia sudah berkeliling kota bersama Haidar untuk mencari keberadaan putra bungsu Dion.
Haidar yang sejak awal sudah curiga dengan gelagat Juan akhirnya mengajak Zoya untuk ke rumah Dion. Mereka sampai di sana saat senja, tepat saat Dion pulang dari kantor.
Pria itu menyapa ramah Zoya, seperti biasa ia pasti akan menanyakan kondisi keluarga Zoya. Hingga basa-basi selesai akhirnya Zoya mulai menanyakan keberadaan Renza. Itu membuat raut wajah Dion berubah seketika. Haidar dengan cepat menyadari hal itu, laki-laki itu sangat peka akan kebohongan.
"Om kira Renza sama kalian. Tidak ya?"
"Tidak Om. Makanya Zoya khawatir banget sama Renza." Ucap Zoya dengan wajah sedihnya.
"Ya udah kamu tenang aja, Om akan suruh orang untuk cari dia. Nanti Om kabari kamu kalau Renza pulang."
"Makasih ya Om. Kalau gitu kita pamit."
Cari Renza katanya? Padahal dirinya sendiri yang sudah mengurung anak itu hingga tak berdaya di dalam sana sendirian.
Dion mengacak rambutnya kasar seraya masuk ke dalam rumah. Ia bertemu pandang dengan sulungnya, namun mata itu terasa dingin. Juan menghela napas pelan, ayahnya masih marah.
Baru saja menyandarkan tubuh di sofa, rekan bisnisnya menelepon minta untuk bertemu. Dengan berat hati Dion beranjak dari tempat empuk itu lalu mengendarai mobilnya lagi.
Haidar mengantar Zoya untuk pulang, gadis itu sudah terlihat sangat lelah. Bahkan ia melewatkan jam kuliahnya demi mencari Renza seharian. Haidar meyakinkan gadis itu bahwa Renza pasti baik-baik saja. Zoya mengangguk dan masuk ke rumahnya.
Kecepatan motor Haidar cukup tinggi. Ia melesat ke jalanan menuju rumah Dion lagi. Perasaannya semakin tidak enak, ia yakin Renza pasti ada di sana.
Jawaban dari Dion pada Zoya tadi di luar nalar. Sejak kapan Dion peduli pada anak itu hingga rela menyuruh orang untuk mencarinya? Haidar merasa Dion sedang menyembunyikan sesuatu.
Sesampainya di rumah megah itu, Haidar langsung mengetuk pintu kuat. Beberapa saat kemudian Juan ke luar dengan wajah penuh tanya.
"Ngapain?" Tanya Dion dingin.
"Renza di mana Kak?" Tanya Haidar berusaha untuk tetap ramah.
"Jawaban gue masih sama kayak tadi siang. Gue nggak tau." Jawab Juan dan dibalas dengan sebuah smirk oleh lawan bicaranya.
"Yakin? Bukannya Renza ada di dalem ya?"
Juan kini mulai terpancing, ada sepercik amarah di matanya.
"Mau Lo apa sih? Mending Lo pulang sebelum kesabaran gue habis."
"Sorry, Kak. Tapi, hari ini aku harus bantuin Renza. Awas." Ucap Haidar kemudian menerobos masuk ke dalam rumah dan mulai meneriaki nama Renza.
"Lo bener-bener nggak punya sopan santun ya?!"
Juan menarik tangan Haidar dan langsung dihempas begitu saja oleh si pemilik tangan. Haidar benar-benar mengelilingi rumah ini untuk mencari keberadaan Renza.
Cacian dan pukulan yang berhasil ia tepis tak membuat Haidar berhenti. Ia justru semakin yakin bahwa Renza memang ada di sini.
Semua ruangan Haidar masuki, membuat Juan kewalahan sendiri. Hingga akhirnya ia kesulitan membuka satu ruangan.
"Kok nggak bisa di buka? Ruangan apaan nih?"
"Lo bisa keluar nggak dari sini?!"
"Gue nggak akan ke luar sebelum Renza ketemu. Ini mana kuncinya? Renza pasti ada di dalem kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Renza [TERBIT]
Fiksi PenggemarMohon untuk tetap meninggalkan VOTE + KOMENTAR meski cerita sudah end. - DEAR RENZA - Hidup tidak berjalan menurut apa yang kita mau. Kadang, yang ingin sekali kita hindari justru terjadi. Biarpun begitu, kita sebagai manusia hanya bisa menerima dan...