Hari ini Renza tidak berangkat ke sekolah karena badannya demam. Haidar menyuruhnya untuk istirahat saja dan tak perlu mengkhawatirkan apa pun. Kini dirinya sedang duduk di dekat jendela sambil melihat Haidar bersiap untuk ke sekolah menaiki motor jadul bapak.
Anak itu menghela napas, sesekali mengerutkan kening karena pusing di kepalanya yang tak kunjung mereda. Ibu masuk membawa teh manis hangat dan baskom berisi air. Renza langsung membenarkan posisi duduknya.
“Renza, sini nak. Ibu kompres lagi biar cepet turun suhunya.” Perempuan itu duduk tepi tempat tidur, menunggu Renza berbaring.
“Terimakasih banyak ya, Bu. Renza jadi nggak enak.” Ucapnya setelah ibu meletakkan handuk basah di keningnya.
“Ibu sudah anggap kamu seperti Haidar, jadi ibu harap kamu juga anggap ibu seperti orang tua Renza sendiri. Ya?” Renza tersenyum dan mengangguk pelan.
Perempuan yang memang seperti ibunya sendiri itu kini mengusap pelan kepala Renza. Senyum dari wajahnya yang tak lagi muda begitu menenangkan hati Renza. Andai saja mama bisa memperlakukan Renza selembut ini pasti Renza sudah jadi anak yang paling bahagia.
Tanpa sadar bulir bening dari matanya yang sipit mengalir tanpa diperintah. Renza segera menghapus jejak air mata itu.
“Kenapa Renza? Pusing banget ya kamu sampai nangis? Biar ibu ambilkan obat du-“ Kalimat ibu terpotong merasakan tangannya di tahan Renza saat hendak pergi. Ibu kembali duduk, memandang anak laki-laki yang terbaring di depannya.
“Renza...boleh peluk ibu?” Tanya anak itu ragu. Ibu tak bisa berkata apa-apa, dia hanya mengangguk cepat.
Renza melepas kompresan di keningnya dan langsung duduk. Ibu lantas memeluk Renza dengan erat, anak itu juga segera membalas pelukan ibu. Perempuan itu mengusap lembut punggung hangat Renza, sesekali menepuk-nepuk pelan.
Pria itu terisak, sudah tak mampu lagi menahan tangisnya. Ia tak peduli jika saat ini dirinya sedang menangis di rumah orang lain. Pelukan ini yang Renza inginkan dari mama, kehangatan ini yang Renza inginkan dari orang tuanya, dan segala perhatian keluarga ini yang ingin Renza dapatkan dari keluarganya.
Dada Renza sangat sesak, hatinya terasa sakit. Kenapa semua yang dia harapkan justru datangnya dari orang lain dan bukan keluarganya sendiri?
Kenapa orang yang dia harapkan jadi rumah untuk dia justru menjadi sumber luka?
Renza lelah, kadang dia ingin memilih menyerah.
Zoya tidak fokus mengerjakan soal yang ada di hadapannya setelah mendapat kabar dari Haidar mengenai keadaan Renza saat ini. Gadis itu begitu mencemaskan Renza dan ingin segera menemuinya.
Hari ini Juan juga tidak berangkat, Zoya tidak tahu alasannya. Dia hanya bingung kenapa kakak beradik itu bisa tidak berangkat di waktu yang sama dan kenapa Renza malah ada di rumah Haidar. Kini kepalanya serasa ingin pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Renza [TERBIT]
FanfictionMohon untuk tetap meninggalkan VOTE + KOMENTAR meski cerita sudah end. - DEAR RENZA - Hidup tidak berjalan menurut apa yang kita mau. Kadang, yang ingin sekali kita hindari justru terjadi. Biarpun begitu, kita sebagai manusia hanya bisa menerima dan...