43 - Dear Renza

6.3K 739 19
                                    

Ini sudah satu bulan semenjak kau meninggalkanku. Sampai detik ini rasa sesak karena kepergian mu masih tertinggal, bahkan rasanya semakin menyakitkan.

Ku langkahkan kaki menyusuri jalanan yang basah karena hujan mengguyur kota satu jam yang lalu. Berhenti di salah satu halte tempat di mana kita bertemu untuk pertama kali.

Sore ini begitu temaram, tak banyak orang yang berlalu lalang. Aku duduk sendirian berharap engkau datang memelukku dengan hangat. Meski tahu itu tak mungkin, aku masih mengharapkan hal itu terjadi.

Tak menemukan kehadiranmu di sini, aku membawa diri ini mengunjungi lapangan kota di mana aku bisa membeli permen kapas. Masih dengan penjual yang sama, masih dengan gerobak yang sama. Pria tua itu bahkan masih menyapa dengan keramahan yang sama.

"Tumben sendiri Mbak, pacarnya ke mana?"

Satu pertanyaan yang ke luar dari pria itu membuatku tersenyum sumir. Sesak sekali rasanya. Kau tahu, bahkan aku hampir menangis di sana.

"Dia sudah pergi ke tempat yang sangat jauh dan indah. Terima kasih Pak, saya harap bapak masih terus berjualan di sini agar saya bisa terus mengingat dia."

Aku lantas menerima dua permen kapas itu kemudian duduk di bangku di mana kamu berjanji untuk tidak akan melepaskan ku. Kamu menepati janjimu. Kamu memang tidak melepaskan ku, tapi kamu memaksa ku untuk melepaskan mu.

Mungkin terdengar berbeda, tapi bukankah sakitnya sama saja?

Baru pertama kali aku merasakan pahit saat memakan permen kapas ini. Padahal aku makan dengan cara yang kau ajarkan, tapi kenapa sekarang rasanya berbeda?

Aku kembali beranjak, kini aku berjalan menuju taman kota di waktu senja. Tempat ini masih sama, tak ada yang berubah sedikit pun.

Mendekat ke sebuah bangku di mana aku menemukan mu saat sedang menangis, kini aku juga menangis di sini. Tapi kamu di mana? Kamu tak hadir menenangkan ku seperti yang ku lakukan kepadamu saat itu.

Hingga senja hilang berganti malam kamu juga tak datang. Kau juga pasti tahu, setiap malam aku pasti ke sini berharap ada kamu menunggu kehadiranku.

Rasanya hampir gila, Renza. Aku hampir tidak bisa melanjutkan hidupku ketika kamu memutuskan pergi tanpa permisi. Semua terjadi begitu cepat dan tiba-tiba seolah tidak ingin memberiku waktu untuk memiliki setidaknya satu hari penuh bahagia bersamamu.

Dengan pikiran kosong kaki ini berjalan menuju tempat yang tak ku sadari hampir melenyapkan ku. Suara gemuruh roda kereta yang bertemu dengan rel panjang dengan kecepatan tinggi bahkan tak membuat langkah ku berhenti.

Satu langkah saja kaki ini melangkah, mungkin aku sudah kembali bersamamu. Sialnya, seorang pria dengan cepat merengkuh tubuhku dan membawa ke pelukannya. Aku terisak hebat di dada seorang pria yang kau sebut, kakak.

Aku menangis dengan keras di sana, bahkan kepalaku sampai terasa pusing. Juan memelukku dengan erat, tapi ketenangan dan kehangatan yang diberikan terasa berbeda. Tidak sepertimu, Renza.

Pria itu sebisa mungkin menenangkan ku, memberi banyak kalimat penguat agar aku bertahan. Tapi, tak ada satupun yang mampu aku pahami. Aku hanya menangis dan menangis hingga Juan kewalahan sendiri.

"Jangan seperti ini. Bertahanlah demi Renza. Aku akan menjagamu untuk dia. Percayalah, Renza tak akan suka jika kamu terus seperti ini. Ayo bangkit bersama, Zoya."

Hanya beberapa kalimat itu yang mampu aku dengar dengan jelas. Setelahnya dadaku begitu sakit seolah jutaan jarum menusuk jantung secara bersamaan. Detik berikutnya pandanganku gelap dan tak mampu mendengarkan apapun lagi.

 Detik berikutnya pandanganku gelap dan tak mampu mendengarkan apapun lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dear Renza

Untukmu, pria tampan penuh luka.

Terima kasih karena sudah ada. Kamu adalah pria pertama yang membuat hidupku terasa sempurna.

Kamu telah mengajarkan banyak hal untukku. Setiap luka yang kau terima adalah hal yang membuatku belajar bagaimana caranya menjadi obat.

Kamu adalah seorang seniman yang mengajariku bahwa tak semua keindahan alam harus dilukis dalam satu kanvas yang sama. Kadang kita harus merelakan satu atau dua pemandangan indah untuk diletakkan di kanvas yang berbeda.

Terima kasih sudah mengajariku bagaimana cara baik memandang dunia yang tak selamanya baik. Kamu telah mengajari ku untuk tidak menyerah menghadapi segala hal yang sudah semesta tetapkan.

Untukmu, pria sempurna dengan segala kurangnya

Maaf, hingga detik terakhirmu aku belum mampu menyembuhkan segala luka yang ada.

Maaf, karena aku sempat marah kepadamu saat kau pergi dengan tiba-tiba.

Banyak mimpi yang sudah kita buat bersama, tapi tidak terwujud seluruhnya.

Bersamamu masih ada banyak hal yang ingin ku lakukan di masa depan, tapi pada akhirnya akan ku lakukan sendirian.

Untukmu, Mr.Rubah pemilik hati Nona Tinkerbell

Aku mengagumimu sejak pertama kali kita bertemu.

Aku mencintaimu sejak aku memelukmu, hingga detik ini.

Di kehidupan selanjutnya, mari bertemu kembali. Aku akan memeluk erat tubuhmu sampai rinduku tuntas terbayarkan.

Tunggu aku menemui mu di surga. Aku akan minta pada Tuhan untuk tak lagi memisahkan kita.

Sekali lagi, aku sangat mencintaimu. Fahrenza...

"Lukanya telah sembuh, bahagianya sudah utuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lukanya telah sembuh, bahagianya sudah utuh. Tak ada lagi lebam, tak ada lagi kepedihan. Semua sudah Tuhan balas, kini saatnya aku merelakanmu pergi dengan ikhlas."

- Raihana Azoya Casteer -

Dear Renza [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang