Aroma apel dari pengharum ruangan yang menggantung di AC tercium sampai ke sudut-sudut ruangan yang tenang ini. Suara kertas yang terus berbalik dari halaman satu ke halaman yang lain serta suara keyboard dari beberapa siswa yang sedang mengerjakan tugas lebih mendominasi dari suara yang lain. Cuaca dingin setelah hujan juga membuat beberapa orang di sini memilih untuk memejamkan mata sebentar sampai waktu istirahat habis.
Pria berseragam batik dengan celana panjang hitam itu sedang sibuk mencari buku untuk referensi belajarnya. Mengambil dua buku dari rak berbeda, Renza lantas duduk di bangku paling ujung. Dia begitu fokus membaca dan sesekali membandingkan dengan buku yang lain. Hingga seseorang menghampiri dan duduk di sampingnya.
"Serius banget, Kak." Suara itu membuat Renza menoleh lantas menghela napas kasar.
"Ngagetin aja Lo, Dar. Kesambet apaan Lo kesini?" Sungut Renza.
"Hehe, gabut banget Gue. Tadi rencana mau numpang goler-goleran di sini. Eh, ternyata ada Lo juga." Jelas Haidar.
"Ye, si kunyuk dasar." Ucap Renza lalu keduanya terkekeh kecil, takut mengganggu yang lain.
Haidar tidak bohong, dia benar-benar hanya ingin numpang tidur di sini. Laki-laki itu sudah menata tiga kursi di samping Renza dan meringkukkan badan di sana. Kurang lebih sepuluh menit Haidar terpejam, bel masuk berbunyi. Keduanya lantas berpisah untuk masuk ke kelas masing-masing.
Di perjalanan menuju ke kelas Renza berpapasan dengan Zoya yang berjalan sambil menghabiskan sepotong roti. Gadis itu menyapa Renza terlebih dahulu dengan melambaikan tangan kirinya yang sedang menggenggam sekotak susu cokelat.
"Kebetulan ada kamu. Ini buat kamu aja ya. Aku belum sempat minum, tapi udah masuk." Ucap Zoya seraya menyerahkan sekotak susu yang belum dibuka.
"Kan bisa buat nanti." Balas Renza.
"Aishh, bentar lagi ada jam konseling sama Pak Agung. Tau sendiri kan kalau sama dia kita nggak boleh nyimpen makanan atau minuman apapun selain bekal dari rumah. Aneh banget emang itu guru satu." Jelas Zoya dengan wajah sedikit kesal.
"Iya juga sih." Renza menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ya udah nih." Zoya menarik tangan pria di depannya agar segera menerima minuman dingin itu.
"Argh.." Renza meringis saat telapak tangannya dengan kasar bersentuhan dengan sudut kemasan. Zoya praktis terkejut atas rintihan teman barunya. Pria itu mengibas-kibaskan telapak tangan ke udara, membuat Zoya sadar tangan Renza sedang terluka.
Perempuan itu meraih tangan Renza dan langsung menarik pria itu ke UKS. Zoya mengambil kotak P3K dan membersihkan telapak tangan yang melepuh tersebut. Dengan telaten gadis itu mengobati Renza, bahkan setiap geraknya begitu lembut.
Renza memandangi wajah ayu di hadapannya, dia tidak bisa berkata-kata lagi. Baru kali ini dia diperlakukan sebaik ini oleh orang lain. Melihat Zoya seperti ini, dia jadi ingat mama dulu juga pernah dengan telaten mengobati luka di lututnya karena terjatuh dari ayunan. Pria itu tersenyum mengingat memori kecil bersama sang mama.
Tapi senyum itu pudar ketika ingat bahwa mamanya yang sekarang mungkin tidak akan lagi mengobatinya seperti dulu. Mama justru kini menjadi salah satu sumber lukanya. Luka yang tidak bisa mamanya lihat, luka yang sampai detik ini ia sembunyikan.
"Kok bisa sampai kayak gini sih? Kenapa ngga di perban dari rumah?" Tanya Zoya setelah membalut luka Renza dengan kasa memecah lamunan Renza.
"Em..ini-" Renza bingung harus menjawab apa, tidak mungkin ia menjawab tersiram air panas karena luka yang ditimbulkan terlihat jelas karena terpapar api.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Renza [TERBIT]
FanfictionMohon untuk tetap meninggalkan VOTE + KOMENTAR meski cerita sudah end. - DEAR RENZA - Hidup tidak berjalan menurut apa yang kita mau. Kadang, yang ingin sekali kita hindari justru terjadi. Biarpun begitu, kita sebagai manusia hanya bisa menerima dan...