Anne tak hentinya meringis saat ramuan buatan Jamie- tabib istana, mulai mengenai luka pada lengannya.
"Apa sangat terasa perihnya?" tanya Jamie sembari terus melumuri luka Anne dengan tumbukan tanaman Agerteria dan beberapa tambahan tanaman herbal lainnya.
Anne mengangguk kecil sembari menggigit bibir bawahnya berharap rasa perihnya bisa sedikit menghilang.
"Pangeran Max mengatakan untuk segera meminum ramuan ini agar rasa perih dari efek samping tanaman itu tidak terlalu terasa." Flo memberikan sebotol cairan yang tadi siang Pangeran Max berikan padanya.
"Minumlah," suruh Jamie.
Anne sedikit ragu untuk meminum ramuan itu. Ia lalu mencium aroma cairan pada botol itu. Tidak ada aroma apapun. Batin Anne.
Ia lalu meneguk habis cairan itu. "Rasanya sangat getir di lidahku. Aku tidak ingin meminumnya lagi," keluh Anne lalu meletakkan botol ramuan itu di meja.
Jamie yang sibuk melilitkan kain pada lengan Anne hanya terkekeh. "Baiklah. Malam ini kau harus istirahat yang cukup. Besok aku akan menggantikan kain perbannya dan aku rasa tanaman itu akan cukup untuk persediaan selama seminggu." Jamie lalu berdiri dan mengumpulkan beberapa peralatan medisnya.
"Terimakasih banyak, Jamie. Aku berhutang budi padamu," ujar Anne.
Jamie tersenyum. "Tidak masalah. Karena ini sudah tugasku untuk mengobati para pelayan istana. Aku juga membantu pekerjaan ayahku."
Anne dan Flo mengantarkan Jamie ke depan pintu kamar mereka. "Jika ada keluhan, langsung cari aku di menara barat. Kalian paham?"
Flo dan Anne mengangguk kompak sembari melambaikan tangannya kearah Jamie.
"Flo, apa kau sungguh meminta tanaman itu pada Pangeran Max? Aku masih tidak percaya," ujar Anne.
"Apa aku pernah berbohong padamu? Aku sudah mengatakannya berulang kali kalau Pangeran Max itu sangat baik. Bahkan ia ingin bertemu denganmu minggu depan."
Anne terkejut. "Apa kau bercanda? Pangeran Max ingin bertemu denganku? Sungguh lucu lelucon mu kali ini, Flo."
Anne merebahkan tubuhnya di kasur dan memejamkan matanya.
"Aku serius, Anne." Flo lalu ikut membaringkan tubuhnya di samping Anne. "Kau harus percaya padaku. Pokoknya minggu depan kau harus bertemu pangeran itu."
"Tidak akan."
"Kenapa? Apa kau gugup?"
"Tidak." Anne masih saja menutup wajahnya dengan bantal dan enggan menatap Flo. Ia hanya takut wajah merah Anne terlihat oleh Flo.
Sebenarnya Anne senang jika Pangeran Calestia itu ingin memastikan apakah tanaman obat itu bekerja atau tidak pada luka Anne. Hanya saja, semenjak pertemuan Anne dengan Max tempo hari di toko bunga membuat Anne semakin bertanya-tanya.
"Flo," panggil Anne. Gadis bernama Flo itu menoleh. Anne lalu membuang bantal yang tadi menutup wajahnya kesamping.
"Sebenarnya aku dan Pangeran Max pernah bertemu di toko bunga tempo hari," ucap Anne pelan. "Tapi berjanjilah untuk tidak mengatakan ini pada Bibi Merida."
Flo terkejut dan langsung menyampingkan tubuhnya. "Ceritakan padaku tentang pertemuan kalian. Sedetail-detailnya."
Anne sedikit ragu mengatakan ini pada Flo. Tapi melihat wajah Flo yang antusias membuat Anne memberanikan diri bercerita.
"Sewaktu itu aku bertemu dengan Pangeran Max di kebun belakang toko bunga Madam Marie. Ia menatapku seolah-olah mengenalku dan kau tau, pria itu bahkan memelukku tiba-tiba." Anne berusaha mengingat kembali pertemuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAR OF THRONES [REVISI] [TAMAT]
Ficção HistóricaMaximilian Sebastian Ronan, ia seorang calon raja yang sebentar lagi akan naik takhta setelah dirinya menikah. Namun, kejadian tak diinginkan terjadi padanya. Kekasihnya dinyatakan hilang sehari sebelum acara pertunangan mereka. Bernama lengkap Alic...