[COMPLETED]
Ketika Lee Tae Ra berada di titik terendah dalam hidupnya, ia berusaha untuk bangkit dengan caranya sendiri. Gadis itu nyaris kehilangan segalanya semenjak ibunya meninggal dunia, termasuk tempat tinggal. Hingga ia merasa keberuntungan m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Haiii💜💖
Apa kabar kalian? Apa ada yang masih nungguin cerita ini? Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat dan bahagia yaaa. Happy reading!
Hari ketiga, tepat tengah malam.
Aku sedang terkantuk-kantuk sambil mengerjakan tugas. Pikiranku sudah tidak bisa diajak kerja sama karena rasa kantuk sialan ini. Tugasku jadi tidak selesai-selesai. Padahal besok aku harus bangun pagi untuk menyiapkan sarapan karena Seokjin selalu bangun lebih awal. Jam tidur pria itu sangat teratur. Ia akan berjalan gontai ke lantai dua sambil menguap di pukul delapan.
Biasanya aku bisa terjaga dengan meminum bir, namun Seokjin tidak punya stok bir sekaleng pun. Alih-alih wine tahun lama yang bagiku terlalu berat jika diminum di saat-saat seperti ini. Sejurus kemudian ponselku berdering. Aku mengangkatnya dan menduga jika itu Areum.
"Suaramu terdengar serak. Kau pasti sangat mengantuk. Apa aku mengganggu?"
"Hyeon." gumamku, mendengar suaranya yang lembut. "Aku sedang mengerjakan tugas. Semester akhir benar-benar melelahkan."
"Mau aku temani?"
Tanpa sadar aku mengangguk. Padahal Hyeon tidak mungkin melihatnya. Ini bukan pertama kalinya Hyeon menghubungiku malam-malam. Ia sering kali menemaniku saat pusing dengan tugas, begitu juga sebaliknya. Karena dari fakultas yang sama kami sering saling membantu. Namun Hyeon yang lebih sering membantuku padahal aku sudah semester akhir, sedangkan ia semester lima.
Aku menanyakan beberapa celah kasus di tugasku yang cukup memusingkan. Hyeon menjawabnya pelan-pelan. Pria itu memang termasuk mahasiswa yang cerdas. Hingga tanpa sadar fokusku meningkat diikuti rasa kantukku yang memudar. Setelah berhasil menyelesaikan tugas, aku tersenyum lega sambil meregangkan tubuhku.
"Akhirnya." seruku, merasa begitu bebas. Tidak peduli jika suaraku terlalu keras karena kamarku di lantai satu. Jadi Seokjin tidak mungkin mendengarnya. "Hyeon, terima kasih."
"Kau mengerjakannya dengan baik."
Kami lanjut membicarakan banyak hal. Mulai dari materi kelas masing-masing sampai hal-hal lucu. Selera humornya sama denganku. Hingga tak terasa, waktu menunjukkan pukul dua. Suara Hyeon mulai terdengar serak.
"Hyeon, tidurlah. Maaf mengganggumu. Untungnya besok kau tidak ada kelas pagi. Sampai bertemu di kampus!"
Hyeon terkekeh mendengar nada bicaraku yang cukup tersendat oleh tawa. Aku masih kepikiran dengan lelucon bodohnya yang garing sekali.
"Baiklah, aku akan beristirahat. Kau juga, ya." bisiknya. "Good night, Tae Ra."
Aku tersenyum setelah membalas ucapan selamat malamnya, lantas menatap layar ponsel yang sudah tidak terhubung dengan Hyeon. Desiran aneh itu kembali muncul hingga menggelitik perutku. Astaga, apa aku menyukainya? Ini bukan pertama kalinya aku menyukai seseorang. Namun cara kami terhubung dengan pola pikir yang sama membuatku sangat nyaman.