26

280 43 22
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy reading, hehehe









Ini sudah hari keenam sejak aku menginap di apartemen Seokjin yang baru. Tapi rasanya... aneh sekali. Hubungan kami tidak berjalan semakin intens, alih-alih aku malah jarang berinteraksi dengan pacarku karena kesibukannya. Seokjin bisa pergi pagi-pagi sekali dan pulang lebih larut dari biasanya. Ditambah kesibukanku yang dibuat pusing dengan persiapan ujian membuat kami jadi jarang bertemu meski tinggal di satu tempat. Kurasa, tinggal bersama di saat-saat seperti ini bukan hal yang bagus. Aku jadi sering merasa kesal dan menyalahkannya karena hal ini.

Minggu depan juga menjadi minggu terakhirku untuk magang. Aku belum memberitahu Seokjin soal ini karena aku memang ingin fokus dengan ujianku. Kuharap semuanya berjalan lancar. Dan kuharap hubunganku dengan Seokjin bisa sedikit membaik. Maksudku, tidak ada yang salah di antara kami. Aku hanya merasa hampa dengan hubungan ini. Mungkin ini terdengar rumit sekaligus klise—astaga, bicara apa aku ini. Intinya, aku merindukannya dan menginginkan waktu yang lebih untuk kami berdua.

Tapi aku tidak berani mengungkapkannya.

Seperti hari sebelumnya, Seokjin pulang pukul dua malam. Aku menyambutnya seperti biasa. Memberi pelukan hangat, menanyakan kabar dan menuruti apa yang ia mau. Malam ini ia ingin memakan ubi kukus. Maka aku segera membuatnya karena Seokjin punya beberapa stok ubi pemberian dari pamannya. Aku melakukannya tanpa banyak bicara. Setelah ini aku memutuskan untuk kembali tidur. Keheningan meliputi kami selama aku sibuk dengan kukusan ubi. Seokjin duduk di meja makan sambil memainkan iPad. Akhir-akhir ini ia sering berkutat dengan benda itu.

"Kau akan kembali mulai besok?" ujar Seokjin tiba-tiba.

"Ya, aku sudah berkemas. Kau tidak perlu mengantarku pulang."

"Tidak ada toleransi?"

"Maksudmu?"

"Bisakah kau tinggal sedikit lebih lama?" tatapan Seokjin masih fokus pada layar iPad. "Satu bulan misalnya. Ini terlalu singkat."

"Sudah kubilang berkali-kali. Aku ingin fokus mempersiapkan ujian."

"Kau bisa belajar di sini."

Aku memilih untuk tidak menjawab dan melamun sambil bersandar di pantri. Seokjin juga tidak bicara lagi setelahnya. Entahlah, ujungnya selalu seperti ini. Hubungan kami terasa aneh. Seharusnya tidak ada waktu bagiku untuk memikirkan hal sepele seperti ini. Tapi... ini terasa tidak nyaman. Aku ingin Seokjin berhenti memainkan iPadnya dan menganggapku ada. Bukan hanya memaksaku untuk tinggal lebih lama dan beradaptasi dengan rutinitasnya di saat ia tidak bisa mengimbangiku.

Mengukus ubi terasa lebih lama dari dugaanku. Keheningan yang terjadi antara aku dan Seokjin semakin membuatku muak. Berusaha membunuh waktu, aku beralih menuju kulkas untuk mengambil sekaleng bir. Seokjin yang melirik dari ekor matanya sempat memperingatkanku untuk meminum air putih saja. Tapi aku menghiraukannya.

Roommate ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang