Ternyata, kelulusan bisa menjadi momen melegakan sekaligus menyesakkan.
Semua itu terjadi padaku hari ini. Aku berhasil mendapat nilai yang memuaskan, diumumkan menjadi salah satu mahasiswa lulusan terbaik dan disambut dengan sukacita yang meriah. Ironisnya, tidak ada satu pun keluarga yang datang untukku. Aku benar-benar seperti anak sebatang kara yang tidak punya siapa-siapa. Jika Areum dan ibunya tidak datang untukku, mungkin aku sudah memilih untuk tidak menghadiri acara ini dan berakhir menyedihkan di apartemen kecilku.
"Taera,"
Tanpa sadar aku melamun saat tengah berjalan. Setelah acara kelulusan selesai, aku tidak punya rencana apa pun lagi untuk merayakan kelulusanku. Kebetulan Areum, ibunya beserta pacarnya berencana pergi ke Busan hari ini untuk pertemuan keluarga sekaligus liburan. Mulanya mereka hendak mengajakku—lebih tepatnya Areum yang bersikeras karena tidak mau meninggalkanku sendirian—tapi aku buru-buru menolak.
"Taera!"
Aku mengerjap lantas mendongak pada Areum yang berjalan di depanku bersama ibunya. "Hm?"
"Kau yakin tidak mau ikut?"
Aku menghela napas, menunduk sekilas untuk melihat buket bunga pemberian ibu Areum di tanganku lantas menggeleng. "Tidak, lagi pula ini terlalu mendadak."
"Aku membawa banyak pakaian ganti. Kau bisa meminjam punyaku."
"Ah, tidak mau. Sudahlah, kau harus fokus pada persiapan pernikahanmu." aku tersenyum, lantas membalas pelukan ibunya Areum setelah wanita paruh baya itu merentangkan tangannya ke arahku. "Eomma, sekali lagi, terima kasih sudah menyempatkan diri untuk datang."
Ibu Areum mengangguk. "Kau cantik sekali hari ini. Sekali lagi selamat atas kelulusanmu."
"Terima kasih, Eomma."
"Kau yakin tidak mau ikut dengan kami?"
Aku menggeleng tanpa ragu.
"Kalau begitu, berhati-hatilah."
Ibu Areum menyentuh kedua pundakku lalu menepuknya dengan lembut. Aku tersenyum lantas mengangguk. Akhirnya kami berpamitan di dekat parkiran kampus. Bum sudah menunggu Areum dan ibunya di sana. Sementara aku memilih untuk segera pulang dengan memesan taksi.
Sungguh, rasanya miris sekali.
Betapa menyedihkan hidupku ini. Di saat Areum sudah menemukan pasangan hidupnya, aku malah berakhir suram dengan tidak punya siapa-siapa. Aku bukannya tidak bahagia dengan kabar baik itu. Hanya saja, aku merasa ditinggal. Gadis itu hanya perlu menyelesaikan pendidikannya setahun lagi sebelum dipersunting kekasihnya yang kelewat baik. Sedangkan aku? Bahkan untuk hari kelulusan saja aku hanya bisa merayakan keberhasilanku dengan menyendiri.
Aku berdiri di dekat gerbang kampus untuk menunggu pesanan taksiku. Sambil menunggu, mataku terus terfokus pada layar ponsel. Beberapa saudara, paman dan bibiku mengucapkan selamat atas kelulusanku lewat SNS dengan memposting foto-fotoku. Membuatku hanya bisa tersenyum kecut saat melihatnya. Tak lama kemudian, ponselku berdering tanda panggilan masuk. Melihat nomor tidak dikenal yang tertera di layar membuatku segera menolak panggilan tersebut.
Ponselku berdering lagi.
Aku refleks menolak panggilan dari nomor yang sama. Tapi dalam hitungan detik, ponselku kembali berbunyi. Membuatku sontak berdecak dan terpaksa mengangkatnya. "Halo?!"
"Yah, Dongsaeng," suara seorang pria yang terdengar familiar membuatku mengernyit. "Apa kau tidak menyimpan nomor ponselku?!"
"Ini siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate ✓
Fanfiction[COMPLETED] Ketika Lee Tae Ra berada di titik terendah dalam hidupnya, ia berusaha untuk bangkit dengan caranya sendiri. Gadis itu nyaris kehilangan segalanya semenjak ibunya meninggal dunia, termasuk tempat tinggal. Hingga ia merasa keberuntungan m...