Haiii, semoga suka chapter ini! Happy reading!
.
.
.
Semua barang telah kusimpan rapi di dalam koper. Aku membereskan semuanya tanpa berhenti menangis. Sialnya, setelah membereskan semua itu aku sempat ketiduran di lantai kamar. Tak lama aku terbangun dengan jantung berdegup yang kencang, kepala yang pening serta mata yang berat. Kulihat jam baru menunjukkan pukul dua pagi. Dan dengan cepat, perasaan hancur itu kembali menusuk kesadaranku. Mengingatkanku akan kejadian beruntun yang menyakitkan.
Kurasa ini waktu yang tepat bagiku untuk pergi. Diam-diam aku beranjak untuk keluar dari kamar sambil menyeret koper besarku yang terasa dua kali lipat lebih berat dari biasanya. Aku terus menyeretnya dengan gerakan payah, tak memiliki tenaga. Hingga akhirnya aku menyerah di dekat pintu lantas keluar tanpa membawa koper itu.
Di balik rasa kalut, aku melangkah begitu saja mengikuti intuisi yang kacau. Kaki-kaki ini bergerak begitu saja menuju lift. Jari-jari ini bergerak begitu saja menekan tombol menuju lantai paling atas. Dan setelah sampai, aku memilih menaiki tangga untuk naik ke puncak gedung. Embusan angin menyambutku yang masih memakai crop top berwarna pastel.
Aku berjalan perlahan, mendekati tepi gedung tanpa ragu. Aku berdiri di sana dan kembali disambut oleh embusan angin kencang. Kurentangkan tanganku sejenak seraya menghela napas. Sesak itu masih terasa mencekik dan menyakitkan. Lalu aku meraih sesuatu di leherku, sebuah kalung berbandul tabung kecil yang berisi abu kremasi mendiang ibuku. Diam-diam aku mencurinya saat pertemuan terakhir dengan ayahku.
Aku menangis lagi.
"Eomma," lirihku, dibalas embusan angin yang menerbangkan helai rambutku. "Bagaimana kabarmu?"
Aku terisak.
"Kau baik-baik saja? Apa di surga menyenangkan? Maaf aku jarang mengirim doa akhir-akhir ini. Eomma, sebenarnya aku ingin ikut denganmu. Aku sudah mencoba untuk bertahan. Tapi ini sangat sulit." aku mencengkeram tabung kecil di kalungku, berusaha mendapat kekuatan dari sana. "Tapi jika aku mati dengan cara seperti ini, apa aku akan bertemu denganmu?"
Tidak ada jawaban.
Aku mendongak, air mata mulai mengaliri rahang hingga leherku. "Eomma, terima kasih sudah mengajariku banyak hal. Terima kasih sudah selalu mengingatkanku untuk tetap berdiri di atas tanah, di saat Appa selalu memanjakanku. Rasanya aneh sekali. Eomma seakan sudah menduga bahwa hal seperti ini akan terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate ✓
Fanfiction[COMPLETED] Ketika Lee Tae Ra berada di titik terendah dalam hidupnya, ia berusaha untuk bangkit dengan caranya sendiri. Gadis itu nyaris kehilangan segalanya semenjak ibunya meninggal dunia, termasuk tempat tinggal. Hingga ia merasa keberuntungan m...