21

268 44 26
                                    

Happy Reading!

"Taera,"

Aku yang tengah berjalan keluar dari lobi kantor hanya bisa menghela napas panjang mendengar panggilan itu diikuti jemariku yang digenggam sembarangan. Kuremas tali tas yang bertengger di pundakku lantas menoleh dengan enggan. Seorang pria berambut hitam kini tersenyum konyol di depanku. Setumpuk makalah yang kuyakini berisi berkas pekerjaannya ia angkat setinggi mungkin. Membuatku merasa mual seketika karena aku ingin segera pulang.

"Aduh, Ahjussi, bisakah kita membahasnya besok? Ini sudah malam, aku kelaparan dan ingin cepat pulang."

"Tidak bisa. Persidangannya akan dimulai hari senin sedangkan besok kau libur kerja." pria itu menarik tanganku lembut, membuatku dengan enggan berbalik sambil menggerutu. "Sebentar saja, oke? Lima belas sampai dua puluh menit. Aku punya beberapa cup mi instan dan akan membuatkannya untuk mengganjal perutmu sebelum makan malam. Tidak masalah?"

Aku menatap pria di depanku dengan ragu. Namanya Kim Jaemin, anak dari Kim Jaesan selaku pemilik Jaesan Law Firm. Katanya pria itu termasuk ke dalam jajaran pengacara hebat di usianya yang masih muda. Pegawai-pegawai wanita di sini bahkan mengidolakannya. Dan selama tiga bulan aku bekerja, kuakui pesonanya memang berwibawa. Hanya saja semua itu tidak berlaku jika di depanku. Tingkah tengilnya benar-benar menyebalkan. Ia bisa merubah pesonanya yang tegas menjadi begitu aneh jika bersamaku. Aku juga tidak mengerti kenapa ia bisa memiliki duality yang menurutku sama sekali tidak berguna.

Terdengar lancang dan kurang sopan.

Tapi ia sendiri yang memintaku untuk tidak bersikap formal padanya.

Dan tingkahnya benar-benar menyebalkan.

Aku jadi sering kesal padanya.

"Taera, bagaimana?"

"Haish, ya sudah, ayo!" dengan terpaksa aku mengikuti langkahnya yang mulai berjalan sambil menggenggam tanganku. Jangan kira aku tidak bisa melepasnya, aku hanya terlalu lelah untuk mengelak ajakannya. "Aku ingin mi saus buldak."

"Oke, aku akan membuatkannya dengan tambahan saus. Hanya untukmu."

"Memang ada stok saus juga di kantor ini?" gumamku sarkastis sembari memasuki ruang kerjanya lantas duduk bersantai di atas sofa.

"Yah, aku jadi suka makanan pedas karenamu, tahu!" Jaemin menyerahkan makalah berisi detail kasus yang akan ditanganinya padaku lantas berjalan ke ruangan lain untuk membuatkan satu cup mi instan, sesuai janjinya. "Jadi aku punya banyak stok saus buldak untuk makan siang."

"Dasar aneh."

"Aku dengar yang kau katakan!"

Aku memilih untuk tidak menyahut lagi lantas berfokus pada berkas yang ia berikan lalu membacanya dengan teliti. Sungguh, aku tidak mengerti dengan kelakuan dari anak atasanku sendiri. Sudah seminggu belakangan ia kerap kali menyerahkan berkas pekerjaannya padaku, menyuruhku untuk membacanya, lalu memikirkan peluang kemenangannya. Jika Jaemin memang membutuhkan saran untuk pekerjaannya, kenapa ia tidak meminta petuah itu dari ayahnya saja yang sudah jelas lebih berpengalaman? Aku sudah cukup lelah mengikuti kelas dan bekerja seharian ini.

"Bagaimana? Berapa persen?"

Selang sepuluh menit, Jaemin kembali membawa dua cup mi yang sudah matang. Pria itu memasukkan saus buldak tambahan lalu mengaduk kedua mi seduhannya dengan telaten. Sementara aku hanya bisa menghela napas seraya menutup makalah itu dengan cepat lantas mengambil satu cup mi yang sudah diaduk dengan baik.

Roommate ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang