[COMPLETED]
Ketika Lee Tae Ra berada di titik terendah dalam hidupnya, ia berusaha untuk bangkit dengan caranya sendiri. Gadis itu nyaris kehilangan segalanya semenjak ibunya meninggal dunia, termasuk tempat tinggal. Hingga ia merasa keberuntungan m...
Tolong terima permintaan maafku yang menggantung kalian selama seminggu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wah, dah lama juga ya aku meninggalkan lapak ini. Abisan sepi huhu. Makasih ya buat kalian yang masih nunggu dan excited buat kelanjutan cerita ini. Semoga chapter ini cukup menghibur. Happy reading!🦋🌚
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jorok sekali kau ini!"
Seokjin menatapku ngeri seraya menyodorkan segelas air padaku yang masih terbatuk dengan heboh. Pria menyebalkan itu menyebutku jorok karena aku hampir saja menyemburkan makananku. Aku menegak air itu dengan cepat lantas mengembuskan napas seraya menenangkan diri. Mataku bahkan sampai berair.
"Makanya kalau makan itu pelan-pelan!" omelnya lagi.
Dasar gila, tidakkah ia berpikir bahwa aku tersedak karena ulahnya?! Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya pagi ini. Pokoknya ini sangat membingungkan karena Seokjin baru saja menyatakan hal tidak jelas dan tidak masuk akal.
"Jadi bagaimana? Mau tidak?"
Seokjin menatapku lagi. Raut wajah menyebalkannya kembali berubah menjadi mode serius. Pria itu menyimpan sumpitnya di atas mangkuk lantas menatapku semakin intens. Sial, apa ia benar-benar serius dengan pertanyaan itu? Kenapa... kenapa jadi seperti ini? Tanpa sadar aku meringis diikuti jantungku yang mendadak berdebar kencang.
"Apa kau benar-benar sekaget itu?" Seokjin mengerucutkan bibirnya lantas menghela napas, seakan menyadari reaksiku yang barusan tersedak. "Maaf kalau yang kulakukan terkesan tidak layak. Seharusnya aku menyatakan cinta di saat kita sedang melakukan sesuatu yang lebih berkesan."
"Ap—apa kau serius dengan perkataanmu?"
"Tentu saja." balas Seokjin spontan. Aku mengerjap tidak percaya. "Selama kau pergi berbulan-bulan, aku memastikan perasaanku dengan mencoba merelakanmu. Saat dirasa menyesakkan dan sulit, aku jadi melakukan ini."