Banyak hal terlewati setelah seminggu berlalu. Dan rasanya kehidupanku semakin sibuk. Tiga hari setelah absen kuliah, aku kembali masuk dengan perasaan tidak enak. Setelah mendapat teguran dan nasihat panjang dari rektor kampus, aku kerap kali bersembunyi dari eksistensi orang-orang. Aku bahkan menghindari Areum dan memilih untuk menyendiri karena... kasusku. Kukira mereka akan segera tahu bahwa mahasiswi yang nyaris ditangkap atas kasus kekerasan adalah diriku. Tapi ternyata tidak. Tidak ada yang menyadarinya.
Kecuali Areum, Iseul—selaku orang yang melaporkanku—dan mungkin... Hyeon.
"Kau yakin ingin pergi sendirian?"
Aku mengangguk pada Areum yang kini tengah menggandeng tangaku. Satu minggu sudah lebih dari cukup bagiku untuk bisa membuka diri lagi, menjari Taera yang biasanya dan berdamai dengan diri sendiri. Sekarang aku akan mempertanggungjawabkan kesalahanku sebaik yang aku bisa. Aku membawa beberapa potong peach cake dan buah-buahan lantas mulai memasuki area asrama kampus.
"Kau tunggu di sini saja."
"Kau yakin?"
Aku mengangguk.
Melihat responsku yang penuh dengan keyakinan, Areum tersenyum lalu menuruti perkataanku untuk menunggu di kursi taman. Setelahnya aku segera memasuki asrama, mencari nomor ruangan yang kutahu diiringi perasaan gugup dan nostalgia. Rasanya sudah lama sekali aku tidak kembali ke tempat ini. Aku menghela napas setelah sampai di depan pintu bernomor lima, lantas menekan bel tanpa ragu.
Pintu pun terbuka perlahan.
Dan aku langsung membungkuk hormat.
"Aku datang untuk meminta maaf."
"Taera?"
Iseul menatapku tak percaya, gadis berambut sebahu itu benar-benar terkejut melihatku. Mungkin sudah sangat terlambat bagiku untuk memperbaiki semuanya. Namun aku datang untuk meminta maaf. Setidaknya, kami memang perlu berunding untuk penyelesaian dengan kepala dingin.
Butuh beberapa detik bagi kami untuk saling beradaptasi dengan situasi hingga akhirnya Iseul mempersilakanku untuk masuk. Aku melangkah tanpa ragu dengan perasaan gugup. Rasanya canggung sekali. Sebenarnya selama tinggal di asrama aku tidak terlalu akrab dengannya.
"Suji bilang kau suka peach cake dan stroberi. Jadi aku membawanya."
"Kau bertemu Suji?"
"Ya, kebetulan dia juga teman Areum."
"Ah, kalau begitu, terima kasih banyak."
Aku menatap Iseul yang tersenyum sambil menerima buah tangan pemberianku lantas mengajakku duduk di atas sofa. Tidak ada bekas luka di wajahnya yang semula sempat kukhawatirkan. Melihat Iseul setelah kejadian kemarin tentu membuatku kembali teringat dengan hasil visum saat itu. Jika terdapat setitik saja bekas luka di wajah atau tubuhnya, mungkin aku akan kembali larut bersama rasa bersalah.
Iseul menyuguhkan segelas soda dan cemilan lantas duduk di depanku. Kamar asramanya terlihat rapi dan bersih. Dan aku sempat terkejut saat melihat poster BTS di dekat jendela. Hening terjadi selama beberapa detik sebelum akhirnya gadis itu menatapku. Hingga sejurus kemudian aku terkejut saat Iseul tiba-tiba menangis.
"Seharusnya aku yang minta maaf, Taera. Kenapa kau datang lebih dulu di saat aku berencana melakukannya?"
"Iseul—"
"Maafkan aku, maafkan aku." aku terperangah saat Iseul membungkuk dan bahkan hendak bersujud ke arahku. Aku buru-buru menahan pergerakannya bertepatan dengan isak tangisnya yang mulai mengeras. "Maaf dan terima kasih, Taera."
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate ✓
Fanfiction[COMPLETED] Ketika Lee Tae Ra berada di titik terendah dalam hidupnya, ia berusaha untuk bangkit dengan caranya sendiri. Gadis itu nyaris kehilangan segalanya semenjak ibunya meninggal dunia, termasuk tempat tinggal. Hingga ia merasa keberuntungan m...