[COMPLETED]
Ketika Lee Tae Ra berada di titik terendah dalam hidupnya, ia berusaha untuk bangkit dengan caranya sendiri. Gadis itu nyaris kehilangan segalanya semenjak ibunya meninggal dunia, termasuk tempat tinggal. Hingga ia merasa keberuntungan m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kesedihan Seokjin dan peringatan Yoongi sudah cukup menamparku pada kenyataan. Dan karenanya, aku merasa harus segera pergi dari sini. Aku sadar jika kehadiranku membuat Seokjin tidak leluasa di tempat tinggalnya sendiri. Mendadak aku begitu menyesali perjanjian ini. Jika saja aku tidak pernah datang kemari dan meminta bantuannya. Seokjin pasti bisa mengeluarkan kesedihannya dengan lebih baik, bukan terkurung di dalam kamar seharian.
Aku benar-benar kasihan padanya, sungguh.
Sekarang aku berdiri tepat di depan kamar Seokjin sambil mendekap sebungkus besar permen jeli, memakai overall jins berwarna biru tua dengan kaus putih. Hari ini waktunya aku pergi. Barang-barangku sudah tersimpan rapi di dekat pintu. Aku juga telah menyiapkan sarapan. Selama aku tinggal, sekali pun aku tidak pernah berani memasuki kamar Seokjin. Ia tidak mengijinkannya. Maka kuanggap tempat itu sebagai teritorial terlarang. Sejurus kemudian, aku menghela napas sejenak lantas mengetuk pintu.
Aku ingin berpamitan secara meriah.
Semoga ia tidak membenciku.
Tak butuh waktu lama hingga pintu itu perlahan terbuka. Aku sontak terkejut. Kukira Seokjin benar-benar tidak mau melihatku. Eksistensinya muncul perlahan, dengan piyama berwarna pink bermotif garis ia mulai berdiri di depanku sambil memeluk boneka RJ berukuran sedang. Aku harus mendongak, balas menatapnya karena perbandingan tinggi tubuh kami agak jauh.
Tinggiku hanya sebatas dadanya.
Untuk pertama kalinya, kami bertatapan cukup lama. Aku menelusuri pahatan wajahnya yang tampak sedikit bengkak karena baru bangun tidur. Alisnya yang tebal, tatapannya yang tajam, bibirnya yang penuh. Rambutnya tampak berantakan. Namun hal itu malah memberikan pesona tersendiri pada sosoknya. Sial. Sudah kubilang berkali-kali bahwa ia sangat tampan.
Hingga di detik selanjutnya, kami sama-sama memalingkan wajah.
"Selamat pagi." ujarku gugup. Lantas memberikan permen jeli yang kubawa. Ia menerimanya dengan wajah bingung. "Ini hadiah untukmu."
Seokjin tidak menjawab, ia terlihat semakin bingung. Kedua telinganya memerah.
Namun aku tidak peduli. Aku kembali menghela napas, mengeluarkan ponsel untuk memainkan lagu Super Tuna milik Seokjin dengan volume penuh lantas menyimpannya di atas nakas.
Lalu aku menari.
Tarian Super Tuna sialan itu.
Hanya untuk menghiburnya.
Dan menjadi persembahan terakhirku.
Iya, aku memang gila. Tapi aku hanya berusaha menghiburnya. Aku bahkan totalitas dengan stelan pakaianku hari ini agar mirip seperti Seokjin di video klipnya. Kau tahu... kehilangan seseorang yang begitu berharga dalam hidupmu pasti sangat menyakitkan. Walaupun aku tidak pernah merasakan di posisi yang sama, tapi aku yakin Seokjin pasti sedih.