14

270 46 75
                                    

Sejujurnya agak sedih karna yg vote di chapter kemarin dikit huhu. Yuk divote dulu yukkk, vote kalian sangat berarti bagi yang baru nulis kayak aku. Tolong apresiasinya yaa tinggal klik bintang di bawah gak sesusah itu kan hehe. Dan buat yang masih setia vote dan komentar makasih banyak! Happy reading!💗💗



.



.




.




Seokjin menyewa vila di Jeju, di dekat pantai Gwangchigi yang penuh dengan bebatuan. Sebenarnya vila ini terlalu besar bagi kami yang berlibur hanya bertiga. Setelah bersenang-senang dengan memancing dan mendapat hasil yang lumayan-aku dapat satu ikan, Yoongi satu dan Seokjin empat, kami mengolah ikan bersama dan menikmati makan malam dengan beitu intens. Maksudku, kami membicarakan banyak hal. Aku sangat berterimakasih pada Seokjin dan Yoongi karena mereka memberiku banyak nasihat soal kehidupan.

"Jin Hyung bilang kau baru mengalami hal yang sangat berat."

Malam itu, kami duduk di halaman belakang vila yang indah dan menenangkan. Ucapan Yoongi membuatku sontak menoleh ke arah Seokjin yang tengah sibuk memainkan game offline di ponselku. Entah apa yang merasuki pria itu hingga tertarik memainkan banyak permainan di ponselku yang kerap kali kuunduh saat bosan.

Seakan mengerti dengan gelagatku, Yoongi kembali berucap, "Hyung tidak menceritakan apa pun. Dia hanya menjelaskan keadaanmu."

Dan aku hanya bisa menunduk setelahnya, tidak tahu harus menjawab apa.

"Dengar, kehidupan memang sepayah itu. Kau tidak perlu terlalu menekannya dan terus menyalahkan diri sendiri."

"Aku tahu."

"Lalu apa-apaan itu?" Yoongi menyilangkan kedua tangannya di atas dada, memandangku skeptis sambil mengunyah makan malamnya. "Aku dengar yang kau katakan pada Hyung sore tadi."

Aku terdiam.

"Jangan pernah merasa tidak layak. Kelayakanmu terbukti tepat pada saat kau menyesali kesalahanmu."

"Dengar itu, Taera." celetuk Seokjin tiba-tiba tanpa beralih dari layar ponselku. "Semua manusia itu layak untuk bahagia. Di dunia yang semakin kacau ini, masa tidak boleh merasa senang dan bahagia dengan hal-hal kecil? Tidak ada yang melarangmu kecuali dirimu sendiri. Dan hal itu tidak boleh terjadi terus-menerus."

Yoongi mengangguk setuju menanggapi celotehan Seokjin. Dan aku hanya bisa menatap kagum mereka berdua secara bergantian. Malam itu benar-benar memberi kenangan baik untuk hidupku. Begitu hangat perasaan ini ketika mereka berbicara dengan begitu tulus dan terbuka. Kalimat-kalimat penuh petuah itu tersampaikan dengan baik pada hatiku. Lingkup kelam yang masih menghantui batinku seakan tersepuh perlahan oleh kata-kata mereka yang realistis.

Hal itu benar-benar memperbaiki pola pikirku.

Aku terbangun oleh dering alarm yang sengaja kuatur di pukul enam pagi. Hari ini, aku berniat membuat sarapan untuk mereka. Anggap saja ini sebagai tanda terima kasih. Semalam aku juga sengaja tidur lebih cepat agar cukup beristirahat. Sekaligus memberi privasi yang lebih pada Seokjin dan Yoongi karena mereka tampak membutuhkannya. Sudah cukup aku menganggu waktu mereka dengan merengek ingin ikut memancing lalu menangis seperti anak kecil.

Roommate ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang