PROLOG

361 11 0
                                    


"Luka itu bisa di buat dimana saja, tetapi jangan sembarang menyayat kalau tidak tahu resikonya."


"Apakah kamu korban atau pelakunya?"

Selamat membaca, kawan.

🖤🖤🖤
🖤🖤
🖤

🖤🖤🖤🖤🖤🖤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


AFKAR PRADIPTA BAGASKARA

🌹🌹🌹
🌹🌹
🌹

🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


GRACELIA PUTRY MARETTA.

GRACELIA PUTRY MARETTA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-CHAT-

AFKAR : "Lia, jangan marah."

LIA : "Jangan berjuang lagi ya."

AFKAR : "Gakmau!"

LIA : "Gue capek!!"

AFKAR : "Bukan alasan!"

LIA : "Kita gak punya
tujuan Kar,
lo harus nyadar."

AFKAR : "Anj!!"

LIA : "Sorry Kar, gue gak mau
Kayak gini terus."

🤎🤎🤎🤍🤍🤍

(Mari sama sama melukai.)


Seiring berjalannya waktu ternyata luka yang tersemat itu, semakin menyayatkan dinding hati. Entah, ke berapa kalinya Refal menampar pipi Afkar.

Dia hanya tahu anak tirinya, Gladys adalah anak yang paling dia banggakan. Semenjak kehadiran Laras dan anak itu, Refal benar benar melupakan Afkar sebagai anak kandungnya.

Hidup Afkar menjadi berantakan sejak perceraian orangtuanya, mereka sibuk dengan keluarganya masing-masing. Namun, ada hal yang membuat Afkar tersenyum. Lia, gadis yang sering terlibat masalah dengan Afkar.

Mereka tidak pernah jauh dari ruang BK, itu artinya Afkar dan Lia selalu menjadi murid paling nakal di SMA.

Lelaki itu tidak pernah tahu kehidupan yang sebenarnya dari seorang Lia, tapi yang jelas dia tidak pernah ikut-ikutan mabuk seperti sekelompok teman cowoknya itu.

Sampai akhirnya Afkar lulus, ia tidak lagi berurusan dengan Lia, satu-satunya adik kelas yang berani nyiram air bakso di kepala Afkar, Lia benar-benar sinting. Namun, hal itu justru yang saat ini Afkar rindukan.

Afkar tidak mau berlarut mengenang masa lalunya di SMA. Kali ini ia fokus dengan apa yang ada di depannya, ia membimbing sebagai kakak senior di pelaksanaan ospek ajaran baru itu.

"Kar, lo masih inget cewek itu?" Gerry menepuk cepat bahu sahabatnya itu lalu menunjuk ke arah sudut kanan menangkap gadis yang tengah memakai pita merah sebagai kunciran rambut kanan dan kiri, ia berdiri memperhatikan para senior lainnya.

"Anjing! Si Lia?" Afkar tertawa pelan.

"Jodoh nggak kemana, Bro!" Gerry seakan mengingat kembali moment di masa SMA tentang keduanya.

"Goblok! Gue isengin lagi kali ya, gue yakin kali ini dia nggak akan berani ngelawan."

"Cari masalah lo, dia lebih nekat dari lo bangsat!" Gerry sebagai teman terdekat Afkar di SMA nya betul-betul tahu tingkah Lia dan Afkar.

Afkar tertawa pelan dengan pikirannya sendiri, entah punya rencana apa untuk Lia. "Bodo amat Ger." singkatnya.

Afkar dan Gerry berjalan mendekat ke arah Lia, gadis yang memiliki tinggi badan 160 cm mengernyitkan dahinya.

"Gracelia Putry Maretta," panggil Afkar dengan nada lantangnya.

Afkar berjalan mengelilingi Lia, gadis itu tetap diam di tempat memperhatikan setiap langkahan Afkar yang tak mau diam itu.

Afkar berhenti melangkah, ia berdiam di hadapan Lia. Lelaki itu memajukan wajahnya. "Lo Gracelia kan?" tanyanya pelan.

Lia menghela napas setelah menatap kedua bola mata Afkar. Lalu gadis itu tertoteh."Iya." suaranya tak asing untuk Afkar dengar kembali.

"Masih barbar?" Afkar tersenyum menyeringai.

Lia tetap tak menjawab, dengan diamnya gadis itu, semakin membuat Afkar bebas berbicara.

"Niat amat mau satu kampus sama gue." Afkar mengulum senyum, kemudian di susuli tawa yang keluar dari mulut Gerry.

"Gue nggak mau ada urusan lagi sama lo!" Lia berucap tanpa mau menoleh.

"Panggil Kak dong." Afkar masih belum puas.

"Cepet!" tambahnya.

"Kak," sebutnya

Afkar sekedar mengangkat kedua alisnya, lalu menjauhkan diri dari keberadaan Lia. Gadis itu seperti berdecak kesal kepada Afkar. Lebih kesal lagi, saat ia mengucap panggilan 'Kak.' Rasanya geli untuk ia ucap kembali. Karena setahu Lia, panggilan sopan itu hanya untuk orang-orang yang baik padanya.

 Karena setahu Lia, panggilan sopan itu hanya untuk orang-orang yang baik padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A PAIR OF WOUNDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang