41. A pair of wounds

53 4 2
                                    

"KADANG KITA PERLU MENGERTI SEBENTAR, TENTANG APA YANG SEDANG TERJADI SAAT INI."















🥀🥀🥀

HAPPY READING










Dapur di rumah Afkar terlihat cukup berantakan, asap dari wajan menghasilkan aroma bawang putih yang sudah di racik dengan berbagai penyedap rasa maupun dengan tumisan sayur.

Terlihat gelengan kepala dari dua perempuan yang sengaja menyaksikan dua mahluk di depannya.

Potongan-potongan sayur itu banyak yang terjatuh ke lantai, belum lagi terigu berserakan seperti sedang melihat anak kecil belajar memasak.

Ida dan Gladys mendekati kemudian mencicipi tumisan sayur bayam serta tempe mendoan, dari segi penampilan bayam maupun mendoan tempe itu tidak menarik sama sekali.

“Ini buatan siapa?” tanya Ida menunjuk ke arah sayur bayam.

“Aku aku aku,” ucap lelaki itu khalayak bocah SD.

“Jadi yang ini punya Kak Lia, ya?” sambung Gladys menatap keduanya bergantian.

“Iya, pasti bakal ketagihan.” Perempuan kerap di sapa Lia terlihat optimis.

Satu gigitan masuk ke dalam mulut Gladys, menampilkan kerutan dahi dan kunyahan yang melambat.

“Gimana?” tanya Lia mendekat pada Gladys.

“Maaf Kak Lia, ini asin banget Kak.” Gladys menelan mendoan tempe tersebut kemudian menerbitkan senyuman penuh makna.

“Hahaha, lo udah cepet-cepet mau kawin kan lo.” Afkar mendorong pelan bahu Lia usai mengucap kalimat tersebut.

Lia menoleh lalu menatap sinis seorang Afkar yang masih belum berhenti dengan tawanya. Gadis itu menarik daun telinga Afkar dengan sengaja sehingga membuat Afkar meringis kesakitan.

"Apa lo bilang?"

“Aww, sakit Lia.” Afkar berhasil terlepas dari jeweran perempuan di sampingnya.

“Udah udah, mending kita coba punya Mas Afkar nih,” sambung Ida sedikit mencicipi.

“Gimana, Bi? Udah jelas enak kan Bi.”

“Kurang garam Mas, cobain sendiri nih.” Ida memberi satu suapan untuk masuk ke dalam mulut lelaki itu.

Lia mengulum senyum hendak menyaksikan ekspresi Afkar yang menatap Ida begitu datar.

“Sungguh, tidak tau malu.” Lia menutup rapat bibirnya agar tak menerbitkan tawanya.

Afkar memicingkan matanya pada Lia, gadis itu belagak sedang tidak memperhatikan apapun. Lia mengedarkan pandangannya pada sekitar, berpura-pura tidak mendengar ucapan Ida. Namun,  Afkar tetap menyadari hal itu. Lelaki di samping Lia kini mendekat, lalu mempertipis jarak.

“Yang penting gue bisa benerin genteng,” ucap Afkar sedikit menghela napas.

“Gue juga bisa kali,” ujar Lia berdeham.

“Ehh, udah lebih baik kita pesen go food aja ya? Gimana?” tanya Gladys.

“Mau pisang cokelat,” ucap perempuan tersenyum.

“Liaaaaaa, jangan cokelat terus nanti gigi lo bolong.” Afkar menatap Lia bosan sembari meletakkan kedua tangannya di pinggang.

“Gigi gue ini, bukan gigi lo. Kalau gigi yang sempurna itu tuh istrinya Raffi Ahmad.” Lia melengos pergi dari dapur, gadis itu lebih memilih menonton televisi.

A PAIR OF WOUNDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang