43. A pair of wounds

47 4 1
                                    

"YANG PEDULI TIDAK AKAN BANYAK BERTANYA 'KENAPA?' KARENA PEDULI ITU TIDAK HARUS IA YANG SERING BERTANYA AGAR TERLIHAT PALING MENGERTI."









🧡🧡🧡

HAPPY READING

❤️‍🩹❤️‍🩹❤️‍🩹









Perut Gladys semakin membesar, perempuan yang tengah mengandung itu beberapa kali meminta sesuatu kepada Bara.

Sebelumnya ia tak pernah meminta apapun dari kekasihnya itu, tetapi semenjak menjadi ibu hamil ia banyak meminta.

Kehamilan yang sudah menginjak delapan bulan itu tidak sama sekali membuat tubuh Gladys terlihat membengkak. Walaupun faktanya berat badan gadis itu sudah naik tiga kilo.

"Eh, kok pacarnya Bara cemberut sih?" tanya Bara saat memperhatikan Gladys tengah duduk usai membelikannya eskrim.

"Aku mau eskrim yang kemarin kamu beli Kak." Gladys mencebikkan bibirnya, ia mendongak sedikit menatap Bara yang masih berdiri di hadapannya.

"Itu kan kebetulan lewat di rumah aku, Dys." Bara menaruh eskrim yang baru saja ia beli kemudian mendaratkan bokongnya ke kursi.

"Padahal kan lebih enak itu," jawabnya mengeluh.

"Ini juga sama sayang," ucapnya sembari menyodorkan satu eskrim vanilla.

"Yaudah deh, aku makan karena aku nggak mau kamu marah." Gladys mencicipinya. Namun, tetap saja terasa berbeda seperti hari lalu.

"Nanti yah, kalau kebetulan lewat lagi. Aku beliin yah." Bara mengusap pelan rambut gadis itu.

Gladys mengangguk pelan dengan senyuman yang menampilkan garis bibirnya. Dalam perbincangan keduanya tiba-tiba ponsel gadis itu berdering, sebuah nama Afkar terlintas pada layar ponselnya.

"Siapa?"

"Kak Afkar," ucapnya sembari menekan ikon angkat.

Gladys mengalihkan pandangan dari Bara. Sementara Afkar tengah menikmati eskrim sembari memperhatikan lingkungan sekitar.

'Hallo Kak, kenapa?'

'Lo dimana?'

'Di pesca ice cream, sama kak Bara, Kak.'

'Pulang, udah mau sore. Gue tau lo masih mau jalan bareng Bara, lo lagi ngandung, Dys. Nggak baik buat kesehatan bayi lo.'

'Iya bentar nanggung kak, lagi makan eskrim dulu.'

'Jam 5 harus udah ada di rumah, lo tau bapak lo cerewet.'

'Iya iya,'

Gladys mengakhiri teleponnya dengan Afkar lalu kembali menyantap eskrim yang kini sudah sedikit meleleh.

"Apa kata dia?" tanya Bara.

"Suruh pulang," ucapnya tersenyum.

"Yaudah yuk," jawabnya. Di ikuti anggukkan kepala dari Gladys.

[××××]

Seperti yang kita tahu bahwa Afkar setiap malam matanya memandangi layar laptop, sampai akhirnya tak kunjung selesai.

Secangkir kopi hangat memberikan perasaan tenang dan bisa mengurangi rasa kantuknya. Angka pada jarum jam menunjukkan pukul 01.00, ia tetap setia menatap layar komputer serta dengan berbagai lembaran kertas di meja belajarnya.

A PAIR OF WOUNDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang