46. A pair of wounds

71 1 1
                                    

"KELUARGA TIDAK SELALU MENJADI RUMAH UNTUK BERPULANG."

❤️❤️❤️

HAPPY READING

🌹🌹🌹

"Masih nggak mau makan?" Sebuah tanya terdengar berulangkali dari mulut Gerry.

"Nggak mau kak, males banget."

"Apa mau gue beliin yang lain?" Gerry mendekati Lia yang tampak terdiam.

"Nggak usah, nggak apa-apa." Lia tetap menatap ke satu arah di depannya.

Saat itu langit berubah menjadi abu-abu. Perlahan gadis itu beranjak dari kursinya.

Menikmati keindahan sore hari dini tidak lagi bersama orang yang sama terasa berbeda. Lia tak memikirkan makanan yang telah Gerry bawa. Tentu saja, gadis itu memilih untuk kembali ke kelas.

"Gue ke kelas ya kak." Lia menepuk bahu lelaki di sampingnya.

Gerry tidak menjawab ia memperhatikan Lia dengan gelengan kepala. Akhir-akhir ini gadis itu tampak murung, tidak lagi menyukai suasana sore hari di atas rooftorp.

Gerry bukan lagi sebagai mahasiswa itu ia tetap memilih bertahan di atas rooftorp sembari menikmati kenikmatan mie goreng buatan Afkar di lengkapi segelas cappucino.

"Anjir, ini mie goreng apaan? Hambar bener, pedes lagi." Gerry menggurutu kesal, upaya untuk menikmati lilitan mie di garfu itu kini menjadi sia-sia.

"Kar, kar, maksa bener mau jadi koki. Untung Lia nggak makan, Kar. Kalau dia sampai makan, badmood tingkat tinggi dia, Kar." Lelaki itu bergidik tak suka.

[××××]

Gemercik hujan melengkapi malam sunyi hari itu, di dalam kamar Afkar mematung sepi dengan petikan senar pada gitar ia nyanyikan syair syair lagu klasik. Suaranya sangat merdu di dengar, turut mengundang kehadiran Gladys.

"Kak Afkar," panggil perempuan di balik pintu kamarnya.

"Masuk aja."

"Hai kak Afkar, lagi galau nih?" Gladys mendekati Afkar yang sedang bersandar di atas kasur.

"Udah lah to the point mau apa?"

"Kak Afkar belum baikan sama kak Lia?"

"Kenapa nanya itu?"

"Kak Lia chat Gladys terus, dia bilang dia lagi butuh kak Afkar katanya."

"Lia kenapa?" Afkar langsung terperanjat seketika menaruh gitar yang sedari tadi ia peluk.

Gladys menghela napas, ia menatap sepasang mata di hadapannya tanpa arti. Namun, Afkar hanya mendapati gelengan kepala saja.

"Ah lo, cuma geleng-geleng doang."

"Yaudah, Gladys cuma mau nyampein itu doang. Jangan lupa di telepon ya kak Lia nya." Gladys pergi dengan mengusap perut yang sudah terlihat membesar.

Afkar dengan penuh rasa penasaran serta rasa khawatirnya itu langsung mengambil ponsel dari atas nakas.

Nama gadis itu belum juga di ubah, Afkar tetap memakai nama Lia cantik pada kontak WhatsApp nya.

A PAIR OF WOUNDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang