44. A pair of wounds

45 2 2
                                    

"MAU SEBERAPA KALI AKU MELIHAT SEPASANG MATA YANG INDAH, TETAP SAJA, MATA KAMU  YANG MENARIK PERHATIAN KU."





🧡🧡🧡

Happy reading

🌹🌹🌹


Suasana di rumah Lia terasa sunyi, hanya terdengar suara televisi yang membawa kehangatan.

Gadis itu tampak merebahkan tubuhnya di kursi, di temani Renatta yang baru saja membawakan dua gelas teh hangat. Renatta memperhatikan Lia yang mematung sepi sembari menggenggam lembaran kalender.

"Nunggu apa kamu?" tanya Renatta dengan tangannya sedikit menggapai kaki Lia

"Hmm mah, kira-kira Lia kasih kado apa ya ke Afkar?" Gadis itu bangun dari tidurnya.

"Oh dia ulang tahun?" tanya Renatta tersenyum.

"Iya, besok dia ulang tahun mah."

"Sebenernya laki-laki itu nggak terlalu mentingin kadonya tau, yang penting dengan siapa dia merayakannya." Renatta tersenyum kemudian kembali menyeruputi segelas teh hangat.

Lia mengangguk pelan kemudian tersenyum seperti ada sesuatu yang terlintas di pikirannya itu.

Ia berlari kecil menuju ruang kamar tidurnya. Mata Renatta membelalak saat pandangannya mengikuti langkahan gadis itu.

Lia mengambil kertas origami di laci meja belajar, ia mengingat bahwa hal sederhana adalah menggambarkan karakter Afkar. Maka dari itu ia akan membuat sesuatu yang paling berbeda.

Ia tersenyum saat menuliskan beberapa kalimat indah di kertas origami warna warni itu, kemudian ia mengubah kertas panjang kecil itu menjadi sebuah gulungan lalu di kumpulkan ke dalam botol kaca, selanjutnya ia membuat kembali hingga menjadi sepuluh gulungan.

"Afkar, gue nggak sabar mau kasih ini ke lo." Ia tersenyum semringah sebelum akhirnya memilih merebahkan tubuhnya di kasur.

[××××]

Setelah sekian lama Afkar menunggu hasil skripsi akhirnya ia mendapatkan nilai dari dosen, susunan setiap lembaran kertas yang ia kerjakan setiap malam itu tidak menjadi sia-sia meskipun sebelumnya tidak langsung di terima. Afkar menggebriskan tubuh Gerry saat di temui di parkiran kampus, terlihat adanya rasa persaudaraan antara mereka berdua.

"Sahabat gue ini memang paling exicted." Gerry merangkul Afkar.

"Alhamdulillah, anjing gue bisa juga ngelewatin ini semua."

"Udah bagus Alhamdulillah malah bilang anjing."

"Astahfirullah, berdosa kamu Afkar." Kepala Afkar menggeleng sembari berkata pada dirinya sendiri.

"Puji Tuhan gue juga Alhamdulillah, Kar."

"Udah bener puji Tuhan, malah bilang Alhamdulillah."Afkar tertawa ringan lalu memukul ringan bahu lelaki itu.

"Lupa,"

"Gue mau ajak lo makan-makan gimana? Sama keluarga gue," ucap lelaki bermata sipit itu.

"Ajak Lia boleh nggak nih?" tanya Afkar masih dengan senyuman yang belum memudar.

"Boleh lah, Lia juga sahabat gue."

A PAIR OF WOUNDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang