5. A pair of wounds

69 8 0
                                    

"Tuhan sudah memberikan kamu peran dalam skenario nya, maka perankan dengan baik."



Afkar mengikuti Lia seusai keluar dari ruang guru, lelaki itu memanggil berulangkali nama gadis itu. Namun langkahan Lia semakin di percepat, ia tidak ingin menoleh ke belakang. Apalagi dengan wajahnya yang seperti itu. Gadis itu berlari ke arah tangga menuju rooftorp, ia segera berteriak selantang mungkin di atas rooftorp.

"GUE CAPEKK!!! GUE MAU MATI TUHAN."

Afkar rupanya tetap mengikutinya sampai ke atas rooftorp, lelaki itu mendekati Lia.

"Jangan gitu Liaaaa, semua orang pasti punya masalah." Afkar berteriak, posisinya semakin dekat dengan Lia.

Kehadiran Afkar membuat Lia tersentak kaget, gadis itu mengernyitkan dahi.

"Afkar, ngapain lo kesini?"

Afkar menghela napas sebelum akhirnya berdiri di samping Lia.

"Lo kenapa? Wajah lebam gitu, abis berantem lagi? Iya? Lia nggak semua masalah harus lo ributin."

"Lo tau apa soal hidup gue, anjing!"

Afkar tersenyum mengedarkan pandangannya. "Lo kalau ada masalah bisa cerita ke gue."

"Heh, Afkar. Gue nggak pernah mau jadiin lo temen curhat gue, gue tau siapa lo!"

"Siapa? Siapa gue Lia? Siapa gue di mata lo?"

Lia menatap tajam bola mata Afkar, ia menggertakan giginya. "Lo cowok brengsek yang pernah gue kenal! Lo cowok yang nggak pernah mau ngalah! Keras kepala! Tolol!"

Dulu sewaktu SMA ketika Afkar mendengar kalimat hinaan dari Lia selalu membuat dirinya emosi, tetapi kali itu ia merespon dengan tenang.

"Lo cuma tau gue di bagian itu nya aja? Ah, payah."

"Gue nggak peduli Afkar. Lo bisa pergi?"

"Nggak!"

"Lo kenapa kayak gini sih, lo peduli gue?"

"Gue kasihan aja sih sama lo." Afkar memandang luas pemandangan di atas rooftorp.

Lia melayangkan sebuah tamparan, tapi Afkar menahannya. Ia menepis pelan pergerakkan tangan gadis itu yang akan membuat luka di bagian pipinya.

"Lo boleh pukul gue, tapi jangan di wajah ya." katanya.

"Apaan sih!"

"Gue cakep, takut aja kecakepan gue ilang cuma gara-gara di tampar lo." Afkar cengengesan.

"Afkar Pradipta Bagaskara, lo bisa pergi sekarang?" Lia kembali mengulangi pertanyaan itu dengan tegas.

"Gue kalau galau suka kesini, jadi gue tetep mau disini."

Lia membuat jarak antara dirinya dengan Afkar, ia memilih duduk di sofa panjang lalu membaringkan tubuhnya.

Semilir angin mampu meniup setiap anak rambut hingga menghalangi sebagian wajah cantik Lia. Gadis itu memasangkan aerophone di kedua telinganya, lalu memejamkan matanya.

A PAIR OF WOUNDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang