27. A pair of wounds

38 6 0
                                    


...









“Afkar, Gladys panggil nama kamu.”

“Dia sudah sakit satu minggu ini, dia butuh kamu.”

“Afkar!” Refal menarik bahu Afkar tetapi Afkar menepisnya.

Suara lantang kembali memekakkan telinga Afkar, lelaki itu sama sekali tidak mempedulikannya. Namun, suara dari mulut Refal tetap berbunyi lantang.

Setelah tiga hari lamanya Afkar tidak ada di rumah, Refal tidak pernah bertanya apa yang sudah terjadi pada putra kandungnya itu padahal sudah jelas Afkar memiliki dua goresan luka di bagian tulang pipi yang kini sudah mengering. Pria yang masih mengoceh itu selalu mengkhawatirkan Gladys, gadis yang sudah satu minggu ini tidak masuk sekolah karena sakit demam.

“Afkar!”

“Sorry, saya ngantuk, jangan ganggu!” bantah Afkar usai menutup pintu kamarnya.

“Lihat adikmu! Sakit! Papa Cuma minta satu dari kamu Afkar, perhatian kamu sama adik kamu Afkar,” ucapnya.

Begitu menyebalkannya seorang Refal yang selalu menuntut Afkar untuk menyayangi adiknya. Berat rasanya, jika harus berbaik hati pada gadis itu.

[××××]


Baru saja turun dari motor, Afkar sudah mendengar kabar yang tidak baik tentang Lia. Mendapati beberapa pesan dari Aska, bahwa Lia sedang di rundung oleh tiga orang perempuan di salah satu gudang yang sudah terbengkalai.

“Sialan!” gumamnya.

Tidak bisa di pungkiri jika soal Lia, Afkar selalu khawatir meskipun ia percaya bahwa pacarnya itu tidak selemah perempuan lain. Namun, tetap saja Lia adalah perempuan.

Afkar mendapati Aska dan Sam yang masih mengintip di balik jendela. Tangannya mengepal ketika pandangannya mengarah pada dua manusia itu.

“Lo berdua ngapain masih ngintip?” tanya Afkar menarik pelan bahu dua temannya itu.

“Eh Kar, lo lihat itu ada Deasy, Salma sama tahu tuh satu lagi nggak kenal gue.” Aska memperhatikan satu persatu wajah wanita itu.

“Kak Salma?” Afkar memicingkan matanya.

Lia tidak suka di rundung seperti itu, ia pun bangkit dari duduknya dan sedikit memajukan wajahnya. Gadis itu mendorong kasar tubuh Deasy.

“Lo nggak berhak tampar gue!” Lia menarik bagian kerah baju perempuan itu.

“Lo nggak bisa jaga rahasia itu Lia!” teriak Deasy, matanya memandang Salma yang tengah berdiam ketakutan.

“Bukan gue yang bocorin hal itu anjing!” Lia melepaskan cengkraman pada kerah baju perempuan itu.

“Stopp!!” Salma berteriak dengan isakan tangisnya.

“Kak Salma dia yang udah bocorin, kita nggak bisa diam gini aja. Kak Salma bisa di keluarin dari kampus ini,” ucap Deasy.

“Udah, gue percaya Lia. Dia nggak mungkin nyebarin berita kehamilan gue Sy. Sekarang gue pasrah aja, sampai kapanpun pihak kampus akan dengar berita ini.” Salma terus terisak menatap Deasy dan juga Reny.

Afkar dan kedua temannya itu tentu saja mendengar perkataan Salma, mereka benar-benar tercengang tak percaya.

“Hamil?” bisik mereka bersamaan dengan dahinya yang mengernyit.

“Kita ngumpet,  mereka mau keluar,” bisik Sam menyuruh kawannya itu untuk bersembunyi sejenak.

“Anjir, gue tahu aib orang.” Aska berbisik ketika sudah bersembunyi.

A PAIR OF WOUNDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang