10. A pair of wounds

60 3 0
                                    

"Berbahagialah jika ada kesempatan, karena itu sebagian dari proses hidup."





Di kelas Lia tak sengaja tertidur pulas di atas meja, gadis itu terlihat kelelahan. Entah apa yang sudah ia kerjakan semalam, satu gebrakan di mejanya mampu membuat Lia terkejut hingga ia menyempurnakan duduknya. Lia mengedarkan pandangan, terlihat dari kejauhan matanya sembab.

"Enak tidurnya?" dosen Isel.

"Maaf Bu."

"Keluar kamu."

"Tapi..."

"KELUARRR !!"

Lia menghela napas, menatap Isel kesal. Pandangannya mengarah pada ambang pintu kelas, ia membuka secara kasar. Gadis itu berjalan sembari memegang kening, merasakan pusing yang berat.

"Gue kenapa sih?"

Seseorang menepuk bahu Lia, gadis itu menepis kasar. Ia menoleh sebelum akhirnya memukul pelan orang itu. "Lo, Kar, sorry gue kira siapa."

"Lo sakit?"

"Nggak."

"Lo pucat banget Lia."

"Kar, kok lo nggak ikut jam kuliah?"

"Gue habis dari toilet, lo sendiri kenapa?"

"Gue tadi ketiduran, eh malah di usir keluar sama si Isel."

"Makanya jangan gadang." Afkar cengengesan.

"Kar, temenin gue ke rooftorp yuk sebentar."

Afkar menatap Lia tanpa arti, ia kebingungan pada saat ajakan dari Lia terdengar tiba-tiba di telinganya. Lelaki itu hanya memberi anggukkan sebelum akhirnya ia mengikuti langkahan Lia dari belakang.

[××××]

Lia memperhatikan wajah Afkar yang tengah menyesap rokok, ia tertawa pelan sembari menggelengkan kepalanya. Tawanya mengundang sorot mata Afkar, ia mengernyitkan dahi saat mendapati Lia masih tertawa.

"Lo kenapa?"

"Semalem nangis kenapa?" Lia semakin menertawakan.

Lelaki itu berhenti menyesap rokok, ia menoleh ke arah Lia. Kedua mata Afkar membulat lebar, lalu beranjak dari duduknya, ia mengalihkan pandangannya pada sekitar. Setelah mendapatkan keheningan antara keduanya, Afkar kembali mendekati Lia dengan sentuhan tangan di puncak kepalanya.

"Lo peka banget ya jadi orang." Afkar mengulum senyum.

"Udah lah Kar, nggak usah ngelak. Manusiawi kali." Lia menyelipkan sebatang rokok di mulutnya dengan sebuah percikan api dari cakus pada genggamannya.

"Jangan kebanyakan ngerokok,Lia." Afkar mendaratkan bokongnya dan berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Mau ngalihin topik nih?"

"Tunggu, tunggu. Mata lo sembab juga, kenapa? Abis nangis juga ya." Afkar memicingkan matanya ketika menatap kedua mata gadis itu.

"Iya, gue abis nangis. Apa?" Lia menampilkan ekspresi tengilnya.

"Kenapa?"

"Semalem nonton drakor sad ending." Lia berbohong.

"Lebay lu, eh iya malem jalan yuk?"

"Clubbing?"

"Anjir, nggak ah. Takut zina mata gua." Afkar mengedikkan bahu mendapati Lia tengah tertawa lepas sembari memukul bahu dirinya berulang kali.

A PAIR OF WOUNDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang