Winter yang masih tertidur lelap terbangun karena merasakan ada yang menusuk2 pelan pipinya.
Perlahan matanya terbuka, wajahnya terlihat sangat kesal namun matanya masih mengerjap berusaha melihat sang gangguan.
"pagi, bayi, kok mukanya kesel gitu." kata Karina, sang gangguan.
Tanpa dibalut oleh make up apapun dan dengan senyuman manis di wajahnya, ia berbaring menyamping menghadap Winter, tangannya di kepalkan di samping kepalanya dan sikunya menempel di kasur sebagai penopang kepalanya.
"aahhh~" erang Winter sambil merentangkan tangannya ke atas dengan tubuh meliuk, kemudian si bayi berguling ke samping satunya dan tidur tengkurap, matanya terpejam lagi.
"bayiku ayo bangun, gak lapar?" Karina memainkan rambut berantakan Winter, si bayi.
"hmm." hanya itu balasannya.
Karina lalu berguling hingga badannya menimpah Winter.
"ah! aku kegencet!" pekik sang korban yang ditimpah sambil memukul2 kasur.
"makanya ayo makan." ucap si pelaku sambil berguling ke posisi semula.
"..."
"..."
"kak." Winter, masih dengan posisi tengkurap, menolehkan kepalanya ke Karina dengan mata masih terpejam.
"hmm?" Karina mengelus kepalanya.
"tadi aku mimpi kakak bawa aku ke kandang buaya supaya aku bisa akur sama buaya, trus kakak keluar n kunciin pagarnya."
Karina tertawa pelan.
"pantes kamu bangunnya kayak kesel banget."
"tadi aku hampir aja mukul kakak loh."
"aku malah hampir meluk kamu."
"ih apaan sih, gak nyambung!" Winter akhirnya membuka mata dan menatapnya risih.
"hehe, mana sini peluk dulu~"
"mager, kakak yang sini."
"morning kissnya juga~"
"gak mau."
Mereka pun bermanja2 di atas kasur selama sejam, sebelum akhirnya bangkit karena kelaparan.
"bibi tadi sudah datang mengantar makanan."
Bibi yang dimaksud Karina adalah ibu pemilik catering yang mengantar makanan setiap harinya ke penthouse mereka.
Mereka berdua sebenarnya bisa memasak, tapi kesibukan membuat mereka tidak sempat dan kadang malas.
Selama sarapan, Winter yang masih mengantuk, kadang menutup matanya sambil mengunyah, kadang juga kunyahannya terhenti karena di hampir tertidur, kemudian Karina menggerak2an dagunya keatas dan kebawah sambil tertawa kecil.
Winter tersadar dan kembali mengunyah, tidak lupa menatap tajam Karina, yang hanya dibalas senyuman manis dari sang kekasih.
Setelah sarapan mereka memutuskan melanjutkan bermanja2 di sofa ruang tamu sambil menonton tudung~.
"wah~ masa endingnya gitu, kayak ada yang kurang gak sih." complain Karina.
"mungkin bakal dibikin season berikutnya.
"tapi syukur sih, pada akhirnya semua mengakui dia walaupun dia memiliki kekurangan, salut banget aku." kagum Karina.
"iya, drama ini kyk ngebuka pikiran kita sih." balas Winter.
Lama mereka terdiam, menatap ending credits hingga Winter memecah keheningan.
"kak, aku mau ngomong sesuatu."
"aku juga ada yang pengen aku omongin."
"ya udah kakak duluan aja."
"kamu aja, kan kamu duluan yang pengen ngomong."
"tapi aku pengen kakak duluan."
"ya kamu aja duluan."
"kakak duluan ih! ngalah sama calon istri!"
Karina lalu tersenyum lebar mendengar Winter menyebut dirinya 'calon istri'nya.
"ya udah deh, hmm, aku bakal pindah jurusan."
Winter yang mendengarnya sedikit kaget, padahal dia malah ingin menanyakan ini, tapi Karina ternyata akan menceritakannya sendiri padanya.
"..kenapa kak?"
Karina lalu menghela nafas.
"karena ini sudah jadi tanggung jawabku karena ingin bersama kamu."
"maksudnya?"
"sudah pernah kukatakan kan, kakekku adalah orang yang strict, keluargaku benar2 hidup dalam pantauan kakek, dulu setelah aku lulus SMA, kakek memberiku pilihan, dia memintaku untuk menjadi penerus perusahaan setelah papa, atau aku harus menikahi seseorang yang pantas untuk menjadi penerus."
Winter mendengarkannya dengan seksama.
"sejujurnya aku tidak ingin menjadi penerus perusahaan, di lain hal, aku juga tidak memiliki seseorang yang ku cintai pada saat itu, jadi kupilih pilihan yang ke 2, maka kakek mengijinkanku mengambil jurusan favoritku yakni kesenian, namun.."
Karina menatap Winter dalam.
"..sekarang aku harus memilih, dan aku memilih menikahi gadis yang ku cintai."
"kak.."
"mungkin aku akan menyesal karena tidak bisa menggapai mimpi lamaku, tampil di theater sebagai actress.."
Karina tersenyum sambil menatap bawah sebelum menatap Winter lagi.
"..namun aku takkan menyesal telah memilih kamu, mimpi baruku, yang aku bisa tinggal selamanya di dalamnya." kata Karina dengan sedikit kesedihan terpancar di matanya.
Winter kemudian mendekatkan wajahnya dengan Karina dan menciumnya lembut.
Ciuman itu terasa asin, karena Karina lalu menitihkan air mata, disusul oleh Winter.
Winter tau Karina tidak memiliki banyak hal yang dia ingini, maka dari melihat dedikasi Karina selama ini di kampus, menunjukkan seberapa besar keinginan Karina sebenarnya untuk menjadi hal tersebut, tapi wanita itu malah memilih bersamanya.
Winter ingin melakukan sesuatu, tapi tidak mungkin dia menentang keluarga kekasihnya, itu hanya akan mempersulit semuanya dan mengabaikan perjuangan Karina.
Melepas ciuman, Winter membawa Karina ke pelukannya, wanita itu masih terisak dan Winter yang juga masih meneteskan air mata sambil mengelus kepalanya.
TBC
A/N:
harusnya di post kemaren, tp author yg emang pikunan malah lupa hehe my bad~
