Malam itu Winter berdiri di balkon kamar penthouse. Menatap ke kerlap kerlip kota yang indah.
"ngelamunin apa, jagiya?"
Winter lalu tersadar dari lamunannya karena suara Karina.
Menoleh ke belakang, dia mendapati Karina membawa nampan yang diatasnya terdapat 2 gelas dan juga di lengannya tertengger sebuah jaket.
"mau coklat hangat?"
Winter mengangguk dan mengambil coklat hangat itu dari nampan.
Karina mengambil bagiannya dan meletakkan nampannya diatas meja kecil di balkon.
"daerah sana gelap banget ya kak." tunjuk Winter pada suatu wilayah di ujung yang masih terlihat dari balkon mereka.
"itu Guryong."
"itu Guryong?? aku baru tau Guryong sedekat itu dari sini."
Guryong atau desa Guryong adalah kawasan paling kumuh yang ada di kota Seoul, masih di distrik yang sama dengan apartemen mereka, distrik Gangnam.
Karina hanya mengangguk.
"aku dengar tempat itu lebih terlihat seperti penampungan daripada desa, kasian sekali mereka yang hidup disana, padahal Gangnam kan distrik paling kaya."
Winter melipat dan meletakkan kedua tangannya diatas pagar dan menumpukan dagunya diatas tangannya sambil menatap sedih daerah yang sedang mereka perbincangkan.
"pasti ada anak-anak dan orang tua juga yang tinggal disitu kan." lanjutnya sedih.
Karina lalu menatap Winter dan tersenyum. Dia mengangkat tangannya ke kepala Winter dan mengelusnya.
"kapan2 kita berkunjung kesana sambil membawa sembako ya."
Winter yang mendengarnya pun bangkit dan menatap Karina.
"beneran??" tanyanya dengan semangat.
"tentu saja." jawab Karina masih dengan senyuman.
"bayiku ini kan malaikat." lanjutnya, tapi Winter tidak mendengarkan karena terlalu bersemangat.
"minggu depan gimana kak?" tanya Winter.
"boleh."
"terus bawa buku2 buat dibaca, mainan trus--"
"boleh, jagiya, nanti kita catat aja apa yang mau di sumbangin ya." senyum Karina.
Setelah obrolan2 ringan terkait rencana mereka, mereka pun terdiam lagi sambil menatap pemandangan dan menikmati coklat panas yang sudah setengah berada di lambung.
"kakak gak mau nanya soal kejadian tadi?"
"kalo kamu gak mau bahas, aku gak masalah, tapi kalo kamu mau bahas, aku bakal dengerin."
Mereka lalu terdiam lagi.
"namanya kak Soobin, dia lebih tua dari aku setahun, seumuran kakak." kata Winter setelah beberapa saat.
"bener, dia mantan aku semasa SMP-SMA, kami pacaran selama 3 tahun lebih."
Karina masih mendengarkan.
"lalu sehari sebelum kelulusan SMAnya, aku dan beberapa temanku ingin memberinya dan seorang kakak kelas cewek yang juga teman kami kejutan karena telah lulus, kami berencana melakukannya di kost-an kak Soobin sebelum dia pulang, karena katanya dia harus mengurus berkas untuk kuliah, dia waktu itu ngekost sendirian karena jauh dari keluarga."
"aku yang datang sendirian, lebih dulu dari teman2ku, mengambil kunci cadangannya yang biasa dia letakkan di pot bunga depan kamarnya, lalu saat membuka kamarnya, aku melihat..."
Winter menunduk sejenak dan menghela nafas.
"..kak Soobin dan kakak kelas cewek itu tanpa busana bercumbu diatas kasur..."
Winter kembali menatap pemandangan, berusaha menghindari tatapan Karina.
Mereka terdiam lagi.
Karena tidak ada response dari tunangannya, Winter menoleh, menatap Karina.
Winter takut akan response Karina, dia malu karena pernah diperlakukan seperti itu, walaupun itu sama sekali bukan kesalahannya, dia juga takut akan diejek lemah karena tidak bisa menghadapi orang yang telah menyakitinya.
Walaupun dia yakin Karina tidak akan melakukan itu, tetap saja, dia takut.
"tapi percayalah, alasan aku menghindarinya tadi bukan karena aku masih cinta, tapi aku--"
"trauma." potong Karina.
Winter menatapnya.
Karina lalu tersenyum.
"aku mengerti kok, sekarang kamu punya rumah untuk cerita, rumah untuk melepaskan beban di hati kamu, kamu gak sendirian, sekarang kamu punya aku."
Winter mulai menitihkan air matanya mendengar ucapan Karina.
Karina yang melihatnya langsung memeluknya erat sambil membisikkan "aku bersamamu." atau "aku mencintaimu."
Winter hanya membalasnya dengan tangisan diam yang membasahi sedikit bahu Karina.
Malam itu, diatas kasur, sambil tiduran, mereka mengobrol lagi soal hal-hal kecil yang memalukan ataupun konyol yang pernah mereka lalui sebelum bertemu satu sama lain.
Hal-hal pahit yang masing2 pernah lalui ingin mereka ceritakan juga dengan satu sama lain, tapi mereka tau masih punya banyak waktu untuk menceritakannya.
Selamanya.
Bukankah itu waktu yang panjang?
END
A/N:
Endingnya emang kurang klimaks dan ceritanya agak flat, author pengen bikin ceritanya fluff, romance dan comedy, gak suka yang angst2 n banyak drama.Tapi author juga gak mau ceritanya kepanjangan, takutnya yang baca malah bosan, authornya juga jadi males trus jadi gak update2.
Thanks banget buat para pembaca! terutama yang udah vote dan komen, percayalah vote dan komen kalian membantu author supaya tetap konsisten buat update cerita ini!
n Jangan lupa tetep support aespa!