Seorang lelaki berseragam pilot melangkahkan kaki ke area pemakaman. Menghampiri sebuah figura dengan foto pilot tampan disana. Lantas meletakan buket bunga yang ia beli sebelum kesini. Dan memanjatkan doa sejenak.
Setelahnya, ia mendongakan kepala, menghalau banyaknya kristal bening yang menumpuk di pelupuk matanya.
"Pa, apa kabar? Haru kesini lagi," ujarnya setelah merasa tangisan itu berhasil ia tahan.
"Haru baru pulang dari penerbangan ketiga. Kalau dihitung-hitung, ini bulan kedua pernikahan Haru dan Jeje."
Tangan besarnya mengusap lembut bingkai kaca di hadapannya. Sosok kebanggaan sang istri, ada di depannya sekarang, walau hanya berupa foto saja.
"Pa, bantu Haru. Gimana caranya biar Jeje bisa nerima Haru? Kesalahan Haru memang sefatal itu. Tapi, Haru juga bingung harus bagaimana lagi, Pa."
Betul, memang ia sudah mulai kewalahan dengan sikap Jeongwoo. Yang tadinya hanya sedikit memberontak, sekarang justru sangat memberontak.
Jika dulu ia masih menuruti perkataan Haruto, lini tidak lagi. Entah itu hanya sekedar permintaan minum susu hamil, Jeongwoo tidak mau. Juga Jeongwoo yang sering kali keluar rumah, entah untuk bertemu siapa, Haruto pun tidak tau.
"Jeongwoo ngga pernah bahagia sama Haruto ya, Pa?" sebuah pertanyaan meluncur dengan lancangnya dari bilah bibir Haruto.
Benar adanya, kan? Setiap ada Haruto, Jeongwoo hanya berdiam diri di kamar, atau pergi keluar bersama temannya. Sedangkan jika Haruto pergi bertugas, Jeongwoo sering pulang malam. Itu pun kata mertuanya, Asahi.
"Haru harus gimana lagi ya, Pa? Apa Haruto cari kerja lain aja, ya? Biar bisa nemenin Jeje terus. Haruto khawatir sama Jeje dan bayi kita, Pa.."
Haruto menghela napasnya. "Ngga, Haru ngga boleh nyerah segampang itu. Haru cinta sama Jeje, Pa. Ijinin Haru untuk nemenin Jeje sampai tua nanti ya, Pa. Haru sayang Papa."
Ia mengecup singkat figura itu. "Haru pulang dulu. Selamat beristirahat, Pa.." lantas melangkahkan kaki menjauhi area pemakaman.
"Haru, Papa akan selalu bantu Haru dari sini.."
-𝕸𝖞 𝕮𝖆𝖕𝖙𝖆𝖎𝖓-
Haruto memasuki rumahnya. Rasa penat, kantuk, lelah, semua bercampur menjadi satu. Namun saat masuk ke rumah, tidak ada tanda-tanda Jeongwoo disana. Sepertinya si manis sedang pergi.23.10
Pilot muda itu memilih untuk mandi, dan mencoba menghalau berbagai macam pikiran buruknya tentang Jeongwoo.
Hanya butuh waktu 15 menit untuknya bersiap. Setelahnya, ia memilih merebahkan tubuh di atas sofa. Seraya menunggu Jeongwoo disana.
Waktu sudah menunjukan jam setengah dua belas malam, tapi nyatanya si manis belum juga menginjakan kaki di rumah.
Hah.. sebenarnya, kemana Jeongwoo?
Hingga suara deru mobil terdengar di depan gerbang rumahnya. Haruto bangkit, mengintip dari jendela.
Tawa miris terdengar dari mulutnya. Melihat bagaimana si manis tersenyum bahagia sambil menatap lelaki tampan itu. Dan melihat si lelaki memberikan satu kecupan manis di dahi, membuat Haruto yakin, jika dirinya memang bukan bahagia Jeongwoo.
Tidak ingin melihat hal menyakitkan lagi, ia berjalan menuju dapur. Membuatkan susu hamil untuk sang istri. Dan menyiapkan beberapa potongan buah juga.
Cklek~
Haruto tersenyum, ia membawa susu juga buah di tangannya.
"Je, minum susunya dulu. Habis itu ganti baju."
Jeongwoo memutar bola matanya jengah. "Besok aja lah gue minumnya. Capek, mau tidur." ucapnya, dan berlalu meninggalkan Haruto disana.
Lagi, hanya pandangan sendu yang kini tersirat dari Haruto. Ia meletakan susu dan juga buah itu di atas meja, dan menyusul Jeongwoo ke kamar.
-𝕸𝖞 𝕮𝖆𝖕𝖙𝖆𝖎𝖓-
Kamar. Disinilah keduanya berada. Dengan posisi Haruto bersandar pada headboard ranjang, dan Jeongwoo yang tiduran memunggungi Haruto.
"Yang tadi antar kamu kesini tuh siapa, Je?" sang dominan memberanikan diri untuk bertanya.
"Jay."
"Kamu suka dia, Je?"
Jeongwoo terkekeh. "Mustahil kalau ngga ada orang yang ngga suka sama dia. Dia baik, pengertian, mapan pula. Dia suka sama gue. Gue juga kayaknya. Gue nyaman sama perlakuan dia, dia juga-"
"Aku bisa lepasin kamu kalau memang kamu ngga bahagia sama aku." ucap si pilot, lalu bangkit dari duduknya, dan berjalan keluar kamar.
Jeongwoo bergeming. Apa maksudnya? Apa maksud dari ucapan Haruto? Dan kenapa ada rasa sesak menyelinap dalam dadanya?
Si manis menggigit bibirnya. Rasa sesaknya tidak bisa ditahan lagi. Hingga air matanya jatuh begitu saja.
Haruto kembali masuk ke kamar. Kali ini tidak duduk di samping Jeongwoo lagi, melainkan berjongkok di hadapan sang istri. Ia terkejut ketika mendapati istrinya menangis.
Sang dominan meletakan susu yang ia buat tadi, dan mengusap lembut surai Jeongwoo, berharap tangisan itu reda.
"Hei, kenapa nangis? Aku bikin salah sama kamu, hm?" tanyanya lembut. Sangat lembut bahkan.
Jeongwoo memberanikan diri menatap Haruto. "Haru.. hiks.."
Haruto terkekeh ringan. Beneran deh, Jeongwoo lucu banget waktu nangis begini. Pipinya merah, hidungnya merah, duh gemes banget.
"Aku minta maaf ya bikin kamu nangis. Aku minta maaf kalau ucapanku terlalu kasar. Aku juga minta maaf kalau aku punya salah sama kamu. Aku-"
Grep!
Tanpa di duga, si manis justru memeluk Haruto. Mengalungkan lengannya di leher sang dominan. Membuat yang lebih tua mengusap punggung si manis.
"Jeje minta maaf.. hiks.. Jeje salah, Haru.."
Haruto menggeleng. Bukan salah si manis, kan? Mungkin salah dirinya juga yang terlampau sibuk hingga membuat Jeongwoo nyaman dengan yang lain.
Tangannya kembali mengusap punggung Jeongwoo, memberikan beberapa kecupan di pucuk kepala Jeongwoo.
"Kamu bahagia sama dia, kan? Aku akan lakuin apapun yang bisa bikin kamu bahagia, Je. Walau dengan lepasin kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Captain
Teen FictionCerita lanjutan dari Our Captain dan Our Captain 2. Trilogy of Captain Series.