Found

2.2K 338 30
                                    

Lelaki manis itu menatap takjub pada pahatan indah dalam dekapannya saat ini. Putranya, buah hatinya bersama Haruto terlahir sangat sempurna. Walau sepertinya gen Haruto lebih unggul melekat pada diri si bayi.

Jeongwoo menggenggam tangan mungil sang anak. Mengecup pipinya. Rasa bahagia, sedih, semua bertumpah ruah menjadi satu dalam benaknya. Rasa bahagia ketika melihat putranya sesempurna itu, dan sedih kala teringat sang suami belum ditemukan hingga tiga hari ini.

"Kim Rakwon, kamu tampan, sangat tampan. Terima kasih sudah menjadi malaikat kecil Mama, Rakwonie."

Ia kembali mengusap pipi sang putra, berharap rasa rindunya akan seseorang tersalurkan jua.

-𝕸𝖞 𝕮𝖆𝖕𝖙𝖆𝖎𝖓-

Sedangkan dilain tempat, lebih tepatnya di tengah hutan, dua orang berseragam pilot itu masih sibuk mencari bala bantuan. Iya, itu Haruto dan Sunghoon. Dengan penampilan yang sama buruknya, keduanya masih tetap berjuang mencari pertolongan untuk awak kapal dan juga para penumpang.

Haruto mendapat beberapa luka, yang mungkin sudah mengering sekarang. Tapi rasanya masih sama, terasa sangat menyakitkan. Tubuhnya seperti sudah tidak mampu lagi menahan rasa sakit itu. Namun demi dua ratus nyawa, ia harus bisa bertahan.

Pun dengan Sunghoon, entah berapa banyak darah merembes dari lukanya. Ia tetap setia pada sang kapten. Menemaninya mencari bantuan, tetap melangkah entah hingga kemana.

"Ru, lo masih kuat?" tanya Sunghoon. Napasnya berderu kuat, jantungnya berdetak lebih cepat, lukanya terasa kian membelikat.

"Ngga, Kak. Tapi saya ngga boleh nyerah, demi para penumpang juga, Kak."

Sunghoon menatap bangga pada sosok disampingnya itu. Walau Haruto lebih muda darinya, namun entah mengapa pemikirannya lebih dewasa.

Sunghoon menepuk pundak Haruto pelan. "Gue juga ngga akan nyerah. Ayo semangat, Ru. Keluarga kita pasti nunggu kepulangan kita. Kita harus bisa pulang, dengan raga, juga dengan nyawa."

Haruto tersenyum, keduanya kembali melangkah mencoba mencari bantuan dengan sisa tenaganya.

"Kak Hoon, makasih ya udah nemenin saya nyari bantuan. Walau belum ketemu bala bantuan hingga detik ini, saya berharap Kak Hoon bisa kembali ke keluarga dengan selamat." ucap Haruto tiba-tiba.

Sunghoon terkekeh. "Ngga cuma gue yang pulang, To. Tapi lo juga. Istri lo bentar lagi lahiran, kan? Yuk kita balik ke keluarga masing-masing."

Obrolan keduanya terhenti kala seberkas cahaya menyorot keduanya, mereka saling bertatapan, lantas menepuk pundak satu sama lain.

"Setelah ini kita akan kembali ke mereka, Kak.."

"Lo akan bertemu istri dan anak lo secepatnya, Ru.."

Setidaknya itu lah yang keduanya katakan sebelum kegelapan menjemput mereka.

-𝕸𝖞 𝕮𝖆𝖕𝖙𝖆𝖎𝖓-

Suara roda brankar terdengar saling bersahutan. Para anggota medis berlarian mendorong brankar, membawa para korban kecelakaan pesawat menuju ruang penanganan. Beruntung para korban sudah mendapatkan pertolongan pertama dari dua pilot sebelum akhirnya ditemukan oleh tim sar.

Junkyu yang saat itu tengah mengurus administrasi Jeongwoo pun segera berlari menuju ruang UGD. Menunggu sang putra dengan sabar. Baru dia saja yang tau perihal Haruto. Baik Mashiho, Asahi, ataupun Jeongwoo belum diberitahukan olehnya. Terlebih lagi Jeongwoo yang masih dalam masa pemulihan.

Junkyu mendudukan bokongnya di kursi tunggu. Tangannya mengatup, tak hentinya ia berdoa untuk sang anak.

Tiga jam terlalui begitu saja. Tidak ada kata lelah bagi Junkyu menunggu disana. Hatinya tenang kala mendengar kabar jika sang putra ditemukan setelah 3 hari hilang. Walau tidak bisa menjamin bagaimana kondisi Haruto saat ini, namun mengetahui anaknya ditemukan saja sudah membuatnya bernapas lega.

Cklek~

Lamunan Junkyu buyar begitu saja. Ia berdiri, menunggu dokter itu menjelaskan keadaan Haruto padanya.

"Tuan Haruto sudah melewati masa kritisnya. Namun belum bisa dipastikan kapan ia akan sadar. Dan untuk saat ini, jika ingin menjenguk, hanya bisa dilakukan setiap satu orang saja ya, Pak. Adapun benturan di kepala Tuan Haruto tidak akan mengakibatkan efek yang besar. Hanya itu saja yang perlu saya sampaikan, Pak. Jika terjadi sesuatu pada pasien, silakan tekan tombol merah di dekat ranjang ya, Pak. Saya permisi."

Selepas kepergian dokter tersebut, Junkyu mendekat ke arah kaca pembatas ruangan. Menatap sosok di atas brankar itu. Senyum tipis terulas di bibir Junkyu. Tidak menyangka dengan segala hal baik di balik tragedi ini. Putranya tumbuh menjadi sosok yang hebat, juga berguna untuk semua orang.

"Cepat bangun, Haru, bertemulah dengan istri dan anakmu secepatnya. Kami akan selalu menunggu disini."

My CaptainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang