Kini Haruto berada di depan kamar sang putra. Perlahan tangannya mengetuk pintu berwarna putih itu, hingga suara Rakwon terdengar dari dalam untuk menyuruhnya masuk. Dibukanya pintu kamar tersebut, dan dihampirinya sang putra yang saat ini tengah berkutat dengan ponselnya.
"Son?" Haruto mendudukan dirinya di tepi kasur, berhadapan dengan Rakwon.
Rakwon menoleh mendengar suara bariton sang ayah. Ia segera meletakan ponselnya, sebab ia tau, ayahnya itu pasti tidak suka ketika berbincang namun lawan bicaranya sibuk pada hal lain.
"Papa ngapain ke kamar aku?"
Haruto tersenyum, lantas menyamankan posisi duduknya, dan menatap lekat sang putra.
"Papa boleh bertanya beberapa hal ke kamu?" Rakwon hanya mengangguk menjawab pertanyaan Haruto.
"Kamu sering mendapat perlakuan kasar di sekolah?" tanyanya lembut, tidak ada nada tinggi atau pun kasar di dalamnya.
"Ngga, Pa. Tapi mereka semua selalu caci maki aku, karena Mama itu lelaki, bukan perempuan." papar Rakwon tanpa berani melihat ke arah Haruto.
Haruto menghela napas lega, setidaknya Rakwon tidak mendapat tindak kekerasan di sekolahnya.
"Kamu risih punya Mama seperti Mama Je?"
Rakwon mengangguk tanpa ragu. Memang benar ia risih memiliki Mama seperti Jeongwoo. Semua anak kelasnya selalu membicarakan dia perihal ini, Jeongwoo juga selalu membatasi kegiatan Rakwon hingga ia merasa terkekang, bahkan menurut Rakwon sendiri, Jeongwoo itu terlalu berlebihan dalam menjaganya.
"Kenapa kamu ngerasa risih?"
"Karena Mama itu lelaki, dan lagi, Mama selalu ngekang Rakwon untuk lakuin apapun yang Rakwon mau. Mama ngga pernah bisa ngertiin Rakwon. Mama tuh pengganggu untuk Rakwon."
Haruto tersenyum getir mendengar ucapan putranya sendiri. Jika seperti ini saja hati Haruto rasanya sudah sakit, bagaimana dengan Jeongwoo yang merasakannya?
"Kamu ngga suka diatur sama Mama?" tanyanya lagi.
Rakwon kembali mengangguk. "Sangat ngga suka. Aku tuh mau bebas kayak teman-temanku, Pa. Tapi Mama selalu aja larang aku untuk ini, untuk itu, bahkan ngga bolehin aku keluar malam layaknya teman seusiaku," jelasnya.
Tangan Haruto mengusap lembut surai hitam Rakwon, membuat si empunya menatap bingung pada sang ayah.
"Mama kayak gitu pasti ada alasannya, nak. Mama Je itu sayang banget sama kamu. Mama batasin pergaulan kamu, sebab Mama tau yang terbaik untuk kamu. Kamu tau sendiri kan, gimana sibuknya Papa dalam bekerja? Kamu tau sendiri, Mama ngerawat kamu dari kecil, mungkin 80% didikan itu, kamu dapat dari Mama. Papa mana sempat untuk itu, Papa selalu sibuk dengan pekerjaan, bukan?"
Rakwon memberanikan diri untuk menatap sang ayah. Melihat netra kembar sang ayah mulai berkaca-kaca. Baru kali ini ia melihat ayahnya menahan tangis.
"Mama kamu itu ngga mau terjadi apa-apa sama kamu. Dia mau lindungin kamu, jagain kamu dari kejamnya dunia. Mama pernah hancur di masa lalunya, dia ngga mau kamu juga ikut hancur seperti dia nantinya. Mama tuh sayang banget sama kamu, nak. Ngga pernah dia bentak kamu sedikit pun, walau kamu yang salah, kan? Dia juga ngga pernah abaiin kamu, sekalipun kamu berteriak, bahkan ngutarain seberapa risihnya kamu sama dia. Pernah Mama abaiin kamu sedetik aja?"
Rakwon menunduk, memainkan jarinya, menggigit bibirnya sendiri kala merasakan sesak mendengar berbagai kata yang dilontarkan ayahnya.
"Bagi seorang Yoon Jeongwoo, kamu itu permatanya, Kim Rakwon. Sejak kamu di dalam perut Mamamu, ngga pernah sekali pun Papa lihat dia kelelahan, ngeluh karena adanya kamu, dia selalu sayang sama kamu. Waktu kamu lahir, Papa ngga bisa nemenin Mama saat itu. Mama kamu berjuang sendiri demi kamu, bahkan saat itu Papa masih belum ditemukan dari tragedi itu. Bisa kamu bayangin gimana sakitnya Mama saat itu, bukan? Merasa takut kehilangan Papa, dan disatu sisi, dia juga khawatir akan persalinannya. Kamu belum pernah merasakan itu, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Captain
Fiksi RemajaCerita lanjutan dari Our Captain dan Our Captain 2. Trilogy of Captain Series.