(3) Kisah Putih Arkantara

751 79 11
                                    

Bukankah ini sudah dua hari satu malam setelah mama pulang ke rumah, kenapa tidak ada kabar biasanya mama hanya menginap semalam di mansion kemudian kembali ke apartemen di sore hari. Apakah terjadi sesuatu? Jujur Arka khawatir.

Mama menjawab sedang sibuk dan akan menelpon lagi nanti, tapi ini sudah lebih dari 24 jam sejak telpon diputuskan sepihak oleh mama.

Panggilan nya pada Arga juga selalu di tolak, ah tapi hal itu biasa Arga selalu berkata jangan ganggu mama saat menghabiskan waktu bersamanya. Adik kembarnya itu tidak menyukai presensi Aska sejak mama memilih tinggal di apartemen rumah sakit untuk merawatnya.

Keputusan mama bukan kehendak Arka, kalau boleh memilih Arka tidak mau tinggal di rumah sakit. Ia juga mau berkumpul bersama keluarga tinggal di rumah bersama papa, mama, Arga dan juga adik bungsunya Arrant. Bicara soal Arrant sejak kemarin panggilan dari Arka tidak diangkat olehnya. Ini sedikit aneh biasanya si adik akan selalu menerima semua panggilan darinya walaupun jawaban terdengar ketus dan dingin. Apa yang sedang terjadi di rumah? Haruskah ia menelpon papa juga?

Arka mengotak-atik handphone miliknya, Sampai berhenti pada kontak yang ia cari bertuliskan papa. Cukup lama ia memandang nomor tujuan, ia masih ragu untuk menelpon papa atau tidak. Si sulung menghela napas hendak bergerak menyimpan kembali gadget miliknya, namun tangan itu mendadak berhenti karena menerima sinyal dari otak.

Tidak bisa, ia tidak bisa menunggu kabar terlalu lama. Ia harus menelepon papa sekarang juga untuk mencari tahu keadaan rumah.

Panggilan berdering cukup lama hingga suara bariton milik papa terdengar dibalik telpon.

"Ada apa, papa sedang sibuk?"

"Papa apa mama masih di mansion?"

"Papa sedang berada di luar kota, telpon mamamu sendiri. Jangan ganggu, papa sedang sibuk."

Nyalinya ciut seketika mendengar suara dingin sang ayah. "Ba-baik, Pa. Arka paham."

Tut...

Panggilan terputus seketika, sekarang siapa yang harus Arka hubungi. Perasaan Arka tidak enak sejak tadi, apa keluarganya baik-baik saja?

Arka berjalan menuju balkon apartemen, dapat ia lihat dari lantai 4 ini banyak orang berlalu-lalang di koridor rumah sakit.

Gak pernah sepi, apa mereka semua sakit? Yah tentu saja apa sih yang ada dipikiran gue

Arka lantas terkekeh dengan pikirannya sendiri.

Tiba-tiba kedua mata Arka membulat melihat sosok familiar di hidupnya, itu mama dan Arga. Sedang apa Arga di sini, kenapa mereka tak ke apartemen malah di rumah sakit?

Dengan tergesa-gesa Arka menyambar jaket memakai baju seadanya. Ia harus menemui Arga dan Mama sekarang juga.

Siapa yang sakit? Apakah Mama yang sakit atau salah satu adiknya? Pertanyaan itu terus bertengger di pikirannya.

Hingga tiba di koridor rumah sakit, Arka menggulirkan setiap sisi mencari sosok yang dicari. Tepat di arah Utara ia melihat mama dan Arga bergandengan menuju salah satu ruangan dokter poli umum.

Arka berusaha memacu langkah lebih cepat, ia harus cari tahu apa yang sedang terjadi.

"Kemungkinan besar air sudah masuk ke paru-paru pasien yang bisa menyebabkan pneumonia aspirasi, sesak napas, sakit pada rongga dada. Tapi kami belum dapat memastikan pasien mengalami pneumonia aspirasi sebelum melakukan beberapa tes lebih lanjut. Mohon ibu untuk bersabar," jelas seorang yang Arka yakin sebagian dokter.

Arka terdiam cukup lama, mendengar pembicaraan sang ibu di ruang serba putih. Siapa yang sakit ia belum menemukan kejelasan sampai ketika ibu terisak di pelukan adik lima menit nya itu.

Monokrom [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang